23. Glimpse of the Past

5 3 0
                                    

Pertumpahan darah tak terelak. Kedua kubu awalnya terlihat seimbang, namun ketika mencapai ambang batas. Pihak musuh memanfaatkan situasi dengan menghujami serangan bertubi-tubi dari segala sisi.

"Tuan ... istana diserang ... Tuan Putri telah tiada dan ... Nona Li---" Ucapan seorang prajurit yang tengah terluka parah terpotong ketika ajalnya tiba. Sebilah pedang dilesatkan oleh seseorang dari kejauhan, menembus perut orang itu hingga tangan kanan kiri Lorgan terkoyak.

"Pasukan pemanah kita kalah jumlah dengan mereka. Kita harus pergi sebelum terlambat," teriak Jiangwu tak jauh dari depannya.

"Kita memang sudah terlambat, Sere dan mungkin istrimu...."

Jiangwu menatap sang kawan sedih, ia tahu hal buruk telah terjadi secara bertubi-tubi. Mendapati salah seorang kepercayaan mereka berkhianat hingga pasukan yang tergabung dari dua daratan berbeda tersudutkan. Lalu berita, kematian.

"Tarik semua pasukan!" Pasukan yang tersisa berlari menjauhi medan pertempuran secara terpisah. Jiangwu mengikuti laju kuda Lorgan, menembus hutan di bawah penerangan sinar rembulan.

"Aku tak mempercayainya sebelum melihat dengan mata kepalaku sendiri." Lorgan nampak frustasi dan menahan kesedihan serta air mata.
Sedangkan Jiangwu, terus berharap ada sesuatu yang baik di ujung jalan.

Cahaya bulan ditutupi awan hitam, tepat di penghujung jalan. Sebuah kastil berdiri kokoh dalam kegelapan. Mayat-mayat turut bergelimpangan dan bau darah segar mengusik penciuman. Tak terlihat adanya kehidupan, bahkan hewan malam tidak bersuara.

Kuda mereka meringkik, lalu melarikan diri ketika keduanya turun. Sangat jelas situasi sangat mencekam walau dalam kesunyian.
Antara Lorgan dan Jiangwu, mereka sama-sama menutup mulut. Hanya suara derap langkah memecahkan keheningan serta tatapan nanar melihat berapa banyak korban berjatuhan.

Dengan susah payah Lorgan mengeluarkan kekuatannya. Menyalakan penerangan di seluruh kastil dengan elemen api kemerahan.

"Kau terlalu memaksakan diri, kekuatan itu bisa saja memakanmu sendiri." Jiangwu dengan sigap memapah sang kawan yang lemas.

"Seperti biasa, kau terkadang sangat cerewe."

Mereka tersenyum walau masih dalam keadaan cemas. Keadaan lantai kedua kastil sangat berbeda, tak ada darah ataupun mayat. Namun, justru itu yang membuat tingkat kewaspadaan meninggi.

"Akhirnya kalian datang." Seorang wanita berjubah hitam menyeringai menyambut kedua pria itu. "Aku merasa hampir merasa sangat bosan, beruntung ada mainan yang sangat menarik."

Lorgan menegakkan tubuhnya, pedang berlumuran darah ditarik dari sarung. "Sudah kukatakan permata itu hilang, apalagi yang kau inginkan?"

"Hilang? Itu tak akan terjadi seandainya kalian tidak mengambilnya."

"Sudah seharusnya permata itu dimusnahkan." Jiangwu menarik busurnya. Ia tatap wanita tersebut penuh kebencian.

Wanita itu tertawa sinis, aura khas sihir hitam menguar. Beberapa penerangan di koridor padam, menyisakan cahaya temaram. "Agaknya kalian tidak mengetahui semuanya, menyedihkan atau sengaja menutup mata."

Lorgan merasakan tubuhnya memanas dari dalam. Bajunya mulai dipenuhi sayatan halus, semburat cahaya kuning keluar lalu berubah menjadi kemerahan dari sela-sela jari tangan. "Aku tidak bisa menahannya," desis Lorgan.

Hawa panas terasa membakar kulit, busur di genggaman terlepas. Kedua tangannya melepuh. Jiangwu menjaga jarak, itulah yang diinginkan wanita tersebut. Memancing kedua pria itu berjauhan.

Dentingan pedang beradu di koridor yang terasa seperti neraka.
Kekuatan yang saling berseberangan menciptakan kehancuran di setiap sisi koridor.

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang