21. Restlessness

11 3 0
                                    

Tangan mengepal, menahan kekuatan yang hendak memuncak. Cedro tak hentinya menyudutkan Suyin, hatinya memanas. Hugo tidak menyukainya. Kepalanya bertambah sakit seiring kata-kata terlontar, kepingan misteri membentuk deretan ingatan buram yang perlahan jelas.

Sang gadis tanpa tubuh berbisik, "Dia hidup di antara hitam dan putih."

"Apa Anda mengingatnya, Tuan, di masa kita pertama kali bertemu?" Cedro tertawa hambar.

"Apa kau mengetahui kematian orangtuaku?"

Suyin menggengam tangan kanan Hugo erat, meredam kekuatan lelaki itu.

"Namamu tertulis puluhan kali, aku tak mampu mengingat apa saja yang terjadi. Namun sangat jelas, aku tidak ingin berpihak denganmu. Rasanya menyakitkan walau tanpa alasan."

"Anda memilih kematian?" Cedro melirik Suyin dengan sinis.

Hugo sudah teramat kesal. "Ke mana kau pergi saat aku menderita? Di mana kau berada saat aku sekarat?"

Suyin menatap wajah Hugo, khawatir. Apa pria muda itu mengingat semuanya?
Sorot matanya nan tajam turut berpadu dengan tatapan penuh kepedihan serta penyesalan.

Tetesan darah mengotori salju, dari jarak kejauhan Jili berlari sambil melepaskan anak panah ke arah Cedro yang terdiam.

Sebilah anak panah tersebut menembus telapak tangan Cedro, bersamaan dengan itu lesatan bayangan hitam menabrak tubuhnya dan turut berpendar menjadi warna lebih kelam.

Tubuh Hugo limbung, ia tertunduk lesu dengan Suyin masih setia di sampingnya. Hugo memuntahkan darah, ia mencengkram salju erat hingga meleleh. Ingin sekali ia menyerang Cedro, namun ada suatu sisi iba yang mendadak menahannya.

"Maaf atas segalanya."

Hugo tersenyum lemah. "Tak perlu, semua orang memiliki alasan dan rahasia. Aku mengerti, setiap langkahku terasa tidak masuk akal dalam beberapa kesempatan. Sebaliknya, aku merasa berterima kasih, kau membawa kupulang, Suyin...."

Suyin dengan sigap menahan kepala Hugo. Lelaki itu telah jatuh tak sadarkan diri.

Jili menghela nafas, ia lirik dalam diam setetes darah kehitaman milik Cedro.

"Jadi Cedro adalah James, berapa lama kalian mengetahuinya?" Yuan mengatur nafasnya, ia terlambat tetapi berhasil mengetahui suatu fakta.

"Ini bukan waktunya berdebat, Yuan," ucap Suyin. "Aku berjanji akan menceritakannya tapi bukan di sini."

Yuan lihat, raut wajah kakaknya menjadi sendu. Kesedihan terpancar di wajahnya yang terbiasa berekspresi dingin itu.

Menatap langit-langit kamar dalam kesunyian, bau obatan herbal cukup menenangkan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Menatap langit-langit kamar dalam kesunyian, bau obatan herbal cukup menenangkan. Ia paksakan tubuh yang terasa bekas dihajar habis-habisan itu untuk bangun.
Ia menahan ringisan, jejak darah tersisa di pergelangan baju.

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang