12. Zhu Xiaoli and The Phoenix

18 5 4
                                    

Suyin membuka mata di posisi meditasi. Ketenangan menyatukan jiwa dengan kekuatan alam, berharap mampu mengurangi rasa sakit Hugo. Lelaki itu terkadang diam dalam tidurnya, lalu meringis sakit. Luka di kedua tangannya sulit disembuhkan, setiap beberapa jam sekali Suyin harus mengganti perban Hugo.

Gadis tanpa tubuh, menemukan media bagus untuk ia huni. Sebuah patung naga kecil di sudut kiri ruangan. Namun, tak lama kemudian. Orang itu pergi, lalu berkata, "Tugasku belum selesai, sisanya ada padamu."

Suyin hendak bertanya, tetapi sosok itu benar-benar pergi. Di bangunan terpisah dari rumah utama Li ini, ia menempatkan Hugo. Energinya nyaris terkuras, tetapi lelaki tersebut tak kunjung membuka mata. Sakit, Suyin pun turut merasakannya. Cukup melihat betapa tersiksanya Hugo melalui ekspresi wajah nan pias. Bahkan tangannya yang hangat tidak mampu tersalurkan di tangan Hugo yang sedingin salju.

Pintu berderik pelan, sosok James datang untuk pertama kalinya. Susah payah ia meyakinkan diri sekedar melihat perkembangan sang tuan setelah apa yang terjadi. Tak ada hentinya pria itu menyalahkan diri sendiri. Ingin rasanya mengatakan sesuatu, tetapi lidah terasa membeku.

Suyin mengambil alih mangkuk kecil berisikan tiga butir obat yang diletakkan di meja kayu tak jauh dari jangkauannya. Salah satu diambil dan ia masukkan ke mulut Hugo dengan tangan bergetar. "Tolong, bertahanlah...."

Jantungnya terasa dihujami ribuan anak panah.
Bisakah ia melarikan diri?
Ketakutan menguat seiring waktu berlalu. Menatap ketidakberdayaan Hugo membuatnya semakin ragu, tetapi bagaimana cara ia dapat terbebas?

Suyin menyadari diamnya James memang tidak biasa. Namun, ia mengabaikannya. Dunianya sungguh teralihkan untuk Hugo, mungkin sementara jika pun selamanya ia rela. Lalu terdengar teriakkan panik Yuan dari luar.

Suara dentingan pedang turut bersahutan. James menghilang entah sejak kapan. Kepekatan kegelapan terendus. Gelak tawa samar bergabung dengan hembusan angin.

Jubahnya berkibar, Suyin dalam keadaan siaga. Menunggu sang lawan tanpa mengeluarkan kekuatannya sedikit pun. Sebuah kipas tangan berperan sebagai senjata.

Seorang wanita muncul, pakaiannya merah mencolok dengan hiasan putih sederhana di beberapa bagian. Bukan dari sini sumber kegelapan, memang ada, tetapi terlalu lemah.

Zhu Xiaoli, rival Suyin yang dikabarkan tewas tiga tahun silam kembali tanpa sedikitpun tanda-tanda perubahan. Namun, tidak setelah terjadi adu serangan kipas tangan.

Xiaoli seakan-akan meladeni seorang gadis kecil, ia menghindari serangan Suyin tanpa bergerak dari posisinya berdiri.

Suyin menatap dingin, tak ada yang mencurigakan, tetapi kekuatan besar sang lawan sangat terasa. Napasnya tersengal, energinya belum pulih sepenuhnya. Sebelah tangannya dalam posisi siaga ketika kipas milik Xiaoli terarah di depan wajah.

Hugo terbatuk, diikuti ringisin pelan juga matanya terbuka. Mengakhiri ketegangan di antara kedua wanita itu. Suyin bangkit, duduk ditepi tempat tidur. Menggengam erat tangan kanan Hugo yang tak lagi sedingin salju. Sedangkan Xiaoli tersenyum misterius. Dalam satu gerakan, kipas tangannya tertutup dan menghilang.

Di luar, Yuan menarik nafasnya dalam-dalam. Ia sebut tiga pria di depan sebagai orang sinting salah mencari mangsa. Mereka tumbang di tangan seorang gadis muda. Ketika ia hendak menyerukan kemenangan telak, Dao Ming---sang guru menghancurkan rencananya. Gulungan buku dipukul mendarat di kepala Yuan.

"Lain kali gunakan otakmu bukan hanya otot," tegurnya.

Jili terkikik, lalu berpura-pura tak tahu-menahu ketika gadis itu menatapnya tajam. Tawanya kembali terpantik ketika Yuan hendak  menendang lututnya, tetapi gagal. Gadis itu nyaris jatuh.

Dao Ming menggelengkan kepala melihat tingkah keduanya, kemudian bergegas menuju tempat latihan untuk murid laki-laki. Lalu dari jarak beberapa meter, seseorang menatap dengan tatapan aneh. Kemudian menarik diri hingga tak terlihat sosoknya lagi.

"Kalian masih bertengkar?" tanya Yuan. Agak aneh melihat kedua pria itu tidak saling tegur-sapa untuk waktu yang lama.

Jili menghela nafas, berbaikan dengan James tak lagi semudah dulu. Ditambah pria itu menarik diri dari keramaian. Ia suka memergokinya minum arak, padahal James pencinta teh akut. Lalu mabuk dan meracaukan sesuatu yang tidak ia mengerti.

"Perselisihan di antara kami itu sudah biasa."

"Itu tak menjawab pertanyaanku barusan." Yuan melipat tangan sebatas dada. Ia ikuti langkah cepat Jili.

Jili mengangkat bahu. Ia juga tak mengerti harus menjawab seperti apa. Pikirannya sungguh tercampur aduk oleh beragam masalah.

Embun tipis menyelimuti pintu.
Ketika tangan ingin membuka pintu, Hugo keluar dengan tatapan penuh emosi. Hawa panas terasa ketika lelaki itu melintas di dekat Yuan, persis seperti mendekati api.

Suyin berlari, diikuti Yuan dan Jili.
Ketiganya terhenti, sepasukan kekaisaran mengepung kediaman Li. 

Kobaran api kecil muncul di ujung jari-jari tangan tanpa membakarnya.
Salah seorang pria limapuluh tahunan maju selangkah, ia adalah ayah dari Kun Lian---Kun Fai sang pemimpin pasukan kekasairan hari ini.

"Terkutuk!"

Kobaran api membesar. Memang benar, emosi mempengaruhinya. Hugo tidak mengetahui bagaimana mengendalikan kekuatan yang asing ini. Jadi ia memilih berdiam diri bak patung.

Kun Fai mengangkat tombaknya, lalu puluhan prajurit turut melakukan aksi yang sama. Bibirnya bergetar, Hugo takut mimpi buruk yang telah ia alami selama tak sadarkan diri benar-benar terjadi.

Suyin dan Jili kompak menahan Yuan bertindak nekat. Ketakutan juga dirasakan oleh ketiganya. Kurang dari sebulan, bermacam hal bermunculan. Ini layaknya rentetan peristiwa disengaja. Ataukah permainan sang langit?

Bunyi dengungan terdengar dari langit. Semua orang secara bersamaan mendongkak, kecuali Hugo dan Kun Fai.

"Meminta maaf sambil bersujud darimu taklah cukup, orang asing!"

Suatu ucapannya yang mengarah ke masalah pribadi. Tatapan mengejek turut terarah ke Suyin.
Hugo menyadari situasi ini di luar jangkauannya. Hinaan memekakkan, teriakkan menuntut kematiannya memenuhi indera pendengaran. Layaknya musik terus bergaung di kepalanya seorang.

"Aku yang salah. Aku meminta semua ini terjadi, jadi kuharap jangan libatkan mereka."

Dengungan berubah menjadi pekikkan seekor burung. Rasa bersalah menyesakkan dada, di saat seperti ini Suyin tak lagi mampu menggunakan kekuatannya. Energi terkuras habis, sekedar berdiri ia tidak lagi mampu.

"Ini bukan bisnis, kau tidak dapat bernegosiasi. Tak ada kesempatan untukmu."

Sebilah tombak hendak dilempar, Suyin berteriak, "Jangan! Aku memohon, jangan lakukan itu."

"Kakak...."

"Nona, apa yang...." Jili tak sanggup meneruskannya. Suyin memohon sambil bersujud.

Hugo menoleh, setetes air mata jatuh. Hawa panas semakin terasa diikuti pekikkan hingga hembusan angin dari kepakan sayap membuat para prajurit goyah.

"Aku tidak ingin hidup dengan beban seperti ini." Amarah bercampur kesedihan menjadi satu. "Angkat kepalamu, Nona. Aku yang menginginkan semua ini dan aku pula yang mengakhirinya."

Sang burung legendaris, foneks menembus tubuh Hugo.
Membakarnya dari dalam, sang burung telah memasuki tahap akhir dari siklus kehidupannya.

Sinar mentari bersinar cerah, tetapi tak secerah pemandangan di depan matanya. Jelas, Suyin melihat tubuh Hugo hancur menjadi debu emas tipis. Ketika tangisnya berseru, gerimis turun.

Suyin menangis dalam keadaan lemah. Yuan mencoba tegar dan Jili tak mampu mengekspresikan apapun yang terlintas. Inikah akhir?

"James, di mana kau?"  Pertistiwa ini tak masuk akal. Namun, jelas sudah memakan korban. Mengenaskan, Hugo berakhir dengan cara yang nampak seperti bunuh diri. Kesedihan tak mampu ditutupi, hujan turun semakin lebat. Bercampur padu dengan derai air mata penuh penyesalan dan maaf.


Bersambung

21 September 2020

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang