31. a Necklace and Death

2 3 0
                                    

Angin pantai membelai rambutnya yang selembut sutra, sebelah tangannya menggenggam erat kalung berliontin kristal putih dengan salah satu ujungnya berwarna kehitaman, pemberian sang ayah sebelum berangkat perang beserta ribuan pasukan ke daratan yang jauh dari pandangan.

Sesaat setelah kapal terakhir berlabuh dan menghilang dari pandangan, Suyin berpaling sambil mengenakan kalung itu. Kesedihannya mendadak teralihkan ketika melihat Lucius masih setia menunggu di bawah pohon rimbun.

Ia bukan satu-satunya yang harus melepaskan sang ayah pergi ke medan perang. Kehadiran Lucius di sinipun karena alasan yang sama. Bersama Serephina, pemuda itu dikirim pihak kerajaan Ignis untuk berdiam diri di daratan Yu hingga peperangan usai.

"Ketakutan dan kesedihan adalah hal lumrah, apalagi melihat orang yang kita sayangi pergi berperang. Tapi kau tidak sendirian."

Senyumnya merekah. Lucius menjadi dunia penuh tawa baginya, kehangatan orang-orang asing hingga sapaan dari orang entah berasal darimana mengiringi perjalanan. Sosok Lucius membawa kebahagian bukan hanya untuk Suyin seorang, tetapi juga bagi lingkungan.

"Apalagi yang akan kita lakukan hari ini?" Lucius berpikir keras, membuat keributan sudah teramat membosankan. Lalu, matanya menangkap kalung yang Suyin kenakan.

"Apa ada yang salah?" tanya gadis itu.

Ekspresi Lucius berubah sangat serius, matanya nyaris tidak berkedip menatap kalung Suyin. Desiran air penggunungan mengiringi keduanya yang sama-sama bungkam. Kemudian, tangan Lucius terulur menyentuh kristal berujung hitam milik gadis itu.

"Aku rasa pernah melihat ini di buku Paman Hugo." Lucius menjauhkan tangannya, lantas mengusap kepala seekor berang-berang kecil yang baru bergabung. "Lebih cantik dari yang kubayangkan."

"Kristal ini?"

"Bukan, tapi dirimu," ungkapnya dengan seulas senyum jenaka.

"Luc!"

Lucius terbahak, sangat jarang melihat wajah Suyin semerah tomat karena malu. Itu agak aneh sekaligus lucu.

Mereka nyaris menghabiskan waktu seharian di sungai, bertukar cerita lalu saling melontarkan candaan. Memang didominasi Lucius, tetapi Suyin turut ambil bagian sesekali dan disambut dengan begitu antusias oleh Lucius.

"Pamanku akhir-akhir ini bertingkah aneh atau hanya perasaanku saja?"

"Memangnya apa yang dia lakukan?"

Untuk sesaat Lucius terdiam. Lalu menatap intens arus yang mendadak tenang, itu ulah Suyin. Tentu saja. "Dia bilang, jangan menunggu. Itu sungguh tak biasa, bukan?"

Suyin tersenyum lembut. "Mungkin, kau yang belum terbiasa. Seseorang dapat berubah dalam sekejap, Luc."

Lucius menghela nafas, walau hatinya merasa tidak tenang setelah sang paman pamit untuk berperang, ia tak mampu membagi seluruh kesedihan yang ia rasakan kepada Suyin. Cukup langit menjatuhkan hujan, tidak untuk air mata gadis tersebut.

Keduanya menoleh nyaris bersamaan, pengawal setia Lucius serta Mingxia meminta mereka kembali sebelum sore.

"James, apa Pamanku benar-benar pergi berperang bersama Ayah?"tanya Lucius setelah mengantarkan Suyin dan Mingxia pulang. "Mengapa aku berpikir ... dia tidak pergi ke sana?"

Firasat aneh menggelayuti semenjak kepergian sang paman ke medan pertempuran, Lucius merasa ada sesuatu yang janggal. Tetapi ia tak mampu bertanya bahkan sekedar berbagi  seluruh keresahan kepada ibunya kecuali James. Walau James lebih banyak diam ketika ia melontarkan pertanyaan bertubi-tubi.

"Tuan...."

"Ya?"

"Bagaimana jika suatu hari saya berubah menjadi sosok yang asing?"

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang