5. Whisper

28 6 6
                                    

James berjalan dengan santai di sisi Jili. Ia harus bergegas pulang membawakan pakaian baru sang tuan, tetapi saat ini jalanan dipenuhi pedagang yang berlalu-lalang bersama kereta barang. Sekeras apapun menghindari, nyaris tak ada celah tersisa. Pasar sangat padat hari ini.

Jili menghentikan langkah di depan bangunan minimalis penuh dengan juntaian hiasan berwarna-warni. "Ayo masuk, aku yang membayar."

James berdecak. "Gila, tuanku membutuhkan pakaian ini, bagaimana---"

Jili menarik paksa James masuk. Keduanya lantas disambut seorang wanita muda cantik, kemudian mengarahkannya ke sebuah ruangan tertutup. Mereka berada di tempat hiburan, jangan membayangkan hiburan untuk memuaskan nafsu. Di sini, hal seperti itu dilarang. Hanya ada musik dan minuman keras ataupun sekedar menikmati teh terbaik.

Raut wajah James semakin kesal, melihat Jili minum dengan tenangnya. Ini salah satu hal menyebalkan jika pergi bersama pria itu---selalu seenaknya.

"Tuanmu butuh ruang, James. Kau terlalu berlebihan. Dia bukan anak kecil, dia pria dewasa."

James menghela nafas. Ia tahu akan hal itu, tetapu ia memiliki sisi kecemasan tentang sang tuan. Hugo satu-satunya orang Ignis yang tersisa selain dirinya. Sumpah setia terucap bukan karena alasan pangkat apalagi kekuasaan mutlak, James melindungi Hugo segenap hatinya. Tulus tanpa pamrih. Namun, terkadang ia juga merasa takut, kalau sang tuan merasa tersinggung akibat ulahnya nan berlebihan dalam masalah pengawalan.

Hugo tak pernah protes, terhadapnya apalagi Jili. Namun, siapa yang tahu isi hatinya. Di daratan ini, kemampuan bersenjata tidaklah cukup. Diperlukan kelebihan. Adu politik bukan satu-satunya cara menjatuhkan lawan. Kecurangan, hingga menghabisi nyawa sesama makhluk menjadi cara jitu di beberapa kesempatan. Terlebih lagi, kesalahpahaman dimanfaatkan beberapa klan untuk menambah daerah kekuasaan. Adu domba serta mempengaruhi satu sama lain dengan harta dan kekuasaan menjadi jaminan.

James membiarkan Jili minum sepuas yang ia inginkan. Mabuk?
Ia tak peduli, sudah teramat bosan ia melihat sosok ksatria itu mabuk-mabukan. James memilih minum teh daripada arak.

Di tempat yang sama, tetapi di ruangan nan luas. Nampak beberapa wanita muda menyambut tamu dan ada Li Suyin yang duduk paling depan sambil memainkan alat musik petik, liuqin.

Tamu yang didominasi laki-laki, diam-diam tersenyum penuh kekaguman menatap sosok Suyin nan menawan. Mata begitu enggan beralih dari depan, keseriusan Suyin memetik Liuqin menambah kadar kecantikan. Sungguh membius lelaki manapun.

"Kau tidak bisa masuk kemari," tegur seorang wanita kepada sosok lelaki asing berpakaian biru tua dengan hiasan batu giok berwarna senada disematkan di pinggang. Jubah putih sedikit kebiruan begitu pas di pundaknya nan bidang.

"Aku ingin menemuinya." Ia, Hugo. Berpenampilan berbeda akibat ulah Yuan yang memaksanya mengenakan pakaian khas laki-laki daratan Yu. Tak jauh berbeda dari Jili, terkesan sederhana.

Tersesat, membawa keberkahan atau kesialan? Ia tidak sengaja masuk ke tempat yang ia sebut bar versi jaman dulu. Suyin, benar-benar bak seorang dewi. Pakaian putih begitu cocok dengannya. Lalu, Hugo menggeleng pelan ketika ingatan di sungai kemarin menghantuinya kembali.

Wanita yang sempat menegurnya, kembali berkata, "Kau bisa menunggu di ruangan lain."

Hugo mendadak terbius. Entah musik ataukah Suyin yang membuatnya tak bergeming. Sungguh ia tidak pernah merasakan hal seperti ini. Perasaan kerinduan semakin mengebu-gebu.

Salah seorang laki-laki dari pintu lain menerobos masuk, langsung berjalan menuju Suyin berada. Beberapa wanita terkejut, tidak terkecuali Suyin. Lelaki itu menarik baju Suyin hingga salah satu pundaknya nan putih terlihat.

Hugo tak dapat melihat wajahnya, orang tersebut memunggunginya. Memandang ke sisi lain, tidak satupun laki-laki yang terlihat membantu, kecuali para perempuan yang berhasil mengusir orang tersebut. Mereka yang berstatus tamu bak serigala lapar, Suyin sedikit terusik. Saat itu juga Hugo langsung bergerak maju sambil melepas jubahnya dan langsung menutupi pundak Suyin.

Raut kekecewaan terlihat, seakan-akan mereka beramai-ramai protes. "Dasar penganggu!"

Hugo heran, mengapa mereka menjadi begitu bernafsu hanya karena itu. Kagum adalah sesuatu yang berbeda. Ia juga mengagumi kecantikan Suyin yang luar biasa, tetapi bukan berarti harus menatap seorang wanita seakan-akan ingin menerkamnya detik ini juga.

Suyin meletakkan liuqin dari pangkuannya ke alas duduk, lantas
meraih uluran tangan Hugo. Kemudian bergegas keluar dari sana sebelum pria yang berkelakuan sama bermunculan.

Di luar, Hugo menarik tangannya pelan dari genggaman Suyin. "Apa kemunculanku, menganggumu?" ucapnya merasa bersalah.

"Kau datang di waktu yang tepat."

Keduanya mengulum senyum sambil melangkah pelan, berjalan berdampingan tanpa merasa terusik dengan begitu banyaknya orang berkeliaran.

"Tuan!" James berlari kecil, tak ia pedulikan Jili yang tengah mabuk dan membutuhkan pertolongan untuk berjalan dengan benar. "Apa yang...."

James terkejut, melihat penampilan Hugo. Pikirannya langsung tertuju kepada Yuan, siapa lagi yang berani menyentuh tuannya selain gadis itu.
"Tuan...."

Jantung berdegup kencang, keringat dingin membasahi kedua telapak tangan. Wajahnya yang cerah menjadi pias. Bisikan halus menganggu terdengar tak jelas, sekuat tenaga Hugo mengabaikannya. "Korbankan nyawamu...."

Suyin tak berkomentar, selain meminta bergegas pulang.
Diam bukan berarti ia tidak mengetahui, kalau apa yang ia rasakan benar. Bahaya semakin dekat jika mereka tetap berada di keramaian.

Hugo masih bisa berjalan, rautnya kembali tenang, walau masih terlihat pucat. Kedatangannya kemari pasti memiliki alasan, seperti kedua orangtuanya. Jika suatu hari ia terhasut bisikan itu, apa yang akan terjadi?
Kehancuran?
Ataukah ia kembali kekehidupannya yang sebelumnya?

Yuan menyambut kedatangan Hugo begitu gembira alih-alih kakaknya sendiri. Ia abaikan tatapan tajam James yang mengisyaratkan untuk meninggalkan Hugo sendirian. Namun, Hugo tetaplah dirinya. Ia masih bersikap baik dan tersenyum hangat membalas perlakuan Yuan.

"Hei ... bantu aku...." Jili terhuyung dan bersandar di punggung James.

"Dasar kau ini," gumam James, kemudian memapah Jili.

Suyin menatap punggung Hugo dalam diam. Aura hitam nan samar menyatu dengan hembusan angin, hawa dingin menusuk bagian wajah.
Setelah harapannya yang lain menjadi kenyataan, ia kembali berharap semua yang terjadi bukanlah kesalahan.

Hugo ingin sekali mencari tahu apa yang terjadi. Alasan mengapa bisikan misterius datang juga ketakutan tak biasa mengusiknya bak ditekan benda berat tepat di dada. Melihat makhluk immortal di New York adalah hal biasa, tetapi yang ia saksikan hari ini lebih dari itu.

Josie Lane. Tepatnya seseorang yang mirip dengan wanita itu muncul berbaur di antara para pedagang, ia bukan lagi sosok berdarah Amerika murni. Ia berwajah Asia dengan sedikit kemiripan di beberapa nagian di wajahnya. Apakah itu artinya dua dunia saling terhubung?

Antara dunia modern dan dunia ini, ataukah Hugo berada di dimensi lain?
Ini juga terlihat sangat nyata untuk dikatakan sebagai mimpi. Rasa sakit, takut dan bahagia. Hatinya terasa terombang-ambing, ingin menyakini, tetapi juga takut akan kenyataan.

Josie Lane atau siapapun itu. Hugo harus waspada di tidurnya sekalipun, wanita itu tak seindah penampilannya. Sosoknya mengerikan dari sudut pandang Hugo hingga tidak mampu ingin menjelaskan dari mana.
Ini bersumber dari ketakutan, ataukah trauma?


Bersambung
16 september 2020

IgnisYu: Jade Of Fire [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang