Teenager | Enam

249 66 3
                                    

Ruangan bercat putih dengan wangi khas menyapa netra dan indera penciuman Dira. Dia telah sadar dan mampu melewati masa kritis.

Matanya berkeliling, ia lalu tersenyum saat mendapati ketiga sahabatnya sedang tertidur di sofa dengan Johnny di tengah dan disebelahnya ada Vian dan Nevi yang menyandar dibahunya. Sedangkan Tristan tidur di kursi samping ranjang Dira.

"Tan ...," panggil Dira lirih dibalik masker oksigennya.

Dira mengusap kepala Tristan. Cowok itu terkesiap, matanya langsung terbuka sempurna saat menyadari Dira telah sadar.

"Ra, ada yang sakit?" tanya Tristan.

Dira menggeleng, "Gue baik-baik, aja."

Johnny terbangun, karena pergerakan Johnny, Vian dan Nevi ikut terbangun. Ketiganya kompak mendekati Dira saat mata mereka menangkap sosok Dira yang lagi diajak bicara Tristan.

"Dira, gue seneng elo udah sadar," ucap Nevi tulus lalu memeluk Dira yang masing terbaring.

Senyuman merekah di wajah Dira, tangannya mengusap lengan Dira lembut, belum banyak bergerak karena Dira masih lemes.

"Makasih, ya kalia ln selalu ada buat gue."

"Jangan banyak ngomong dulu," titah Tristan. "Yan, minta tolong panggil dokter." Vian mengangguk lalu berjalan keluar untuk memanggil dokter.

"Vi, gue takut ...." Dira menatap Nevi, air matanya melesak ingin keluar.

Mau ditutupi dengan cara apapun sahabatnya pasti akan tahu semuanya. Sebenarnya dia baru tahu minggu lalu kalau dia lagi hamil. Mau cerita ke Nevi, tapi dia sadar kalau Nevi juga punya masalah sendiri sehingga ia urungkan untuk cerita.

"Elo jangan banyak pikiran dulu, ada kita ... lo nggak perlu takut." Tristan meyakinkan Dira dengan tulus.

"Makasih," kata Dira lagi. Dia benar-benar merasa beruntung karena memiliki sahabat seperti mereka.

Dokter datang bersama Vian dan suster. Mereka menyingkir, membiarkan dokter untuk memeriksa kondisi Dira.

🌼

Tiga hari sudah Dira di rumah sakit, keluarganya—adik dari Mamanya yang datang mengunjungi Dira di rumah sakit.

Besar harapan Dira jika orang tuanya yang datang, tapi pekerjaan mereka sepertinya memang lebih penting darinya.

Dira sengaja tidak jujur dengan kehamilannya, ia hanya memberi kabar kalau dia masuk rumah sakit karena kecapean. Melalui telepon, Mamanya mengucapkan semoga putrinya cepat sembuh.

Hanya senyum tipis yang Dira berikan. Tak ada kata lagi, seharusnya ia tidak memberi kabar saja sekalian. Setidaknya, dia tidak perlu merasakan sakit lagi seperti saat ini.

"Kata dokter, kamu harus banyak makan. Yuk, sesuap lagi," kata Maura—Tante Dira.

Dira mengalihkan wajahnya sembarang, ia tidak ingin makan.

"Ayo sayang, Tante sedih loh lihat kamu kayak gini. Nanti Mami kamu juga sedih kalo kamu sakit," katanya. Sedikitpun Dira tak percaya.

"Kalau cuma buat hibur aku, Tante nggak usah sebut-sebut Mami." Dira masih membuang wajah dari Maura.

Wanita itu menghela napas berat, ia tahu bagaimana ponakannya ini merindukan Maminya. Tapi, di sanapun kakaknya sedang berjuang.

TEENAGERS | NCT & REDVELVETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang