Teenager | Tujuh Belas

205 43 8
                                    

Please, be a wise a reader
Say no to plagarism
Keep support my work
Love u all

If you like my work don't forget to like and comment

🌼

Langkah Nevi memaku di depan kamar rawat sang ayah. Ia belum siap, tubuhnya bergetar, hatinya terasa kosong. Kedua tangannya terkepal kuat, bibirnya merapalkan sebuah doa dan harapan agar ayahnya baik-baik saja.

Usapan lembut di bahu Nevi membuat ia menoleh, Nura tersenyum sumir.

Hari ini ia kembali merasa sakit seperti dulu. Hatinya sakit, tapi rasa sakit ini disamai dengan ketakutan yang mengusai. Lidahnya merapalkan untaian doa, berharap sang ayah tidak akan pergi.

Dulu, ia membiarkan ayahnya pergi karena ia berharap sang ayah bisa bahagia walau mereka harus terluka dan berakhir membenci. Tapi kini, apa dirinya siap untuk kembali melepaskan sang ayah kembali pergi. Setidaknya dulu ia bisa melihat walau tak bisa memeluk. Tapi untuk sekarang, ia belum siap seutuhnya.

Saat akan membuka pintu, ia kembali dikejutkan dengan sosok pemuda yang hendak keluar dengan wajah sembab. Keduanya sempat terdiam hingga cowok di depan Nevi memberikan jalan untuknya masuk.

"Ayah butuh elo," katanya, penasaran tapi Nevi mengabaikannya.

Johnny yang sejak tadi berdiri di belakang bersama Nathan sama heran dan penasaran akan kehadiran Ardhan di sana. Belum lagi cowok itu menyebut Ayah Nevi dengan sebutan ayah.

"Bukan waktu yang tepat buat ngejelasin," kata Ardhan pada Johnny yang menatapnya heran.

Johnny melongo, sudah lama ia tidak melihat kakak kelasnya itu. Ardhan berjalan menjauh, sebelumnya ia sempat menyapa Nura.

"Anak dari Mama Maudy, Bang."

Penjelasan Nathan membuat Johnny ber-oh saja. Saat ini di otaknya hanya ada Nevi.

Nevi masuk dengan Nura menuntunnya. Tubuhnya bergetar melihat banyaknya selang menempel pada tubuh Dimas. Ia tidak pernah melihat ayahnya selemah ini.  

"Ayah ...," panggilnya lirih, Nevi menggenggam tangan Dimas lembut. Dadanya begitu sesak seakan ada batu besar menghimpitnya.

Dimas membuka matanya perlahan, ia tersenyum saat melihat wajah sang putri yang begitu ia rindukan. Air matanya mengalir begitu saja. Semua kenangan buruk saat ia meninggalkan mereka seakan berputar di ingatannya. Mereka menari-nari seakan mengejek Dimas yang telah dibutakan oleh cinta.

"Maafin ayah, Nak ...." Dibalik masker oksigen  suara Dimas tersengal saat mengucapkannya.

"Ayah nggak salah, harusnya aku yang minta maaf sama ayah." Nevi menyesal. Karena waktunya telah terbuang untuk membenci.

"Ayah malu, ayah udah jahatin kalian," kata Dimas yang dijawab gelengan kepala oleh Nevi.

"Kamu tumbuh jadi putri yang baik—" Dimas susah payah mengatur napasnya. "—Ayah menyesal karena jadi ayah yang buruk untuk kamu." Tangan Dimas mengusap lembut surai lembut sang putri.

Nevi menggeleng, ia berusaha menahan tangisnya. Jemarinya menghapus air mata Dimas.

"Ayah, udah jadi ayah terbaik buat Nevi. Ayah harus sembuh, nanti Nevi bakalan sering jenguk ayah sama Mama Maudy. Tapi, ayah janji harus sembuh dulu."

Semua yang di sana tertegun dengan ucapan Nevi. Terlebih Maudy, ia seperti mimpi dipanggil Mama oleh Nevi. Tapi, mereka tahu bahwa janji itu takkan pernah bisa Dimas tepati.

TEENAGERS | NCT & REDVELVETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang