Teenager | Tiga Puluh

108 25 2
                                    

Hujan tak mengurungkan niat Ardhan untuk datang ke rumah sakit. Ia baru saja mendapat kabar dari Johnny bahwa Tristan sedang berada di rumah sakit. Hari ini harusnya ia, Johnny dan Tristan janji untuk bertemu. Tapi, saat ia menanyakan tempat untuk mereka bertemu Ardhan justru mendapat kabar yang tidak baik.

Di ujung lorong dekat ruang ICU ia melihat tiga sahabat sedang duduk dengan wajah yang begitu lelah, ia bisa melihat bahwa mereka sedang tidak baik-baik saja. Sedikit ragu, Ardhan hanya memperhatikan dari jauh dan ketika Vian dan Dira masuk ke dalam ruang rawat Tristan, ia memberanikan diri untuk menemui Nevi.

"Vi, maaf ... gue cuma mau lihat kondisi Tristan, aja." Tidak ada kebohongan dari setiap kata yang keluar dari mulut Ardhan, hanya saja Nevi masih enggan untuk mengerti.

"Jangan sok peduli," sergah Nevi, "di depan gue udah nggak mempan, Dhan."

Ardhan hanya bisa terdiam, nyatanya Nevi kembali membenci. "Elo, kan yang nyebabin Dira kemarin luka?"

Ardhan tidak menyangka kalimat itu diucapkan Nevi. "Vi gue berani sumpah, bukan gue yang lakuin itu semua," jelas Ardhan. "Jujur, gue emang ke apart Dira, itu cuma pengen lihat kondisi dia aja, nggak lebih. Dan gue enggak pernah minta orang buat celakain dia, demi Tuhan, Vi, percaya sama gue," ucap Ardhan sungguh.

"Gue nggak butuh penjelasan dari, lo. Gue mohon sekarang elo pergi dari sini, gue nggak mau Dira kenapa-napa nantinya."

Jujur, hati Nevi terasa begitu nyeri saat melihat wajah pasrah dari Ardhan. Tapi, ini semua ia lakukan demi kebaikan Dira. Saat ini mereka semua dalam keadaan tidak baik, ia tidak ingin menambah beban untuk sahabatnya itu dengan kehadiran Ardhan. Belum lagi, kenyataan bahwa ia dan lelaki berlesung pipi itu berstatus sebagai keluarga sambung. Nevi belum mampu untuk memberitahu Dira.

"Vi ... gue mohon jangan berubah, tolong percaya sama gue," mohon Ardhan, ia tidak tahu lagi dengan cara apalagi untuk menebus segala kesalahannya.

Nevi belum siap, ia kembali mendorong tubuh Ardhan untuk menjauh, lelaki itu tidak ingin menyakiti Nevi lebih jauh lagi, ia mengikuti keinginan adik sambungnya itu. Walau dengan berat hati Ardhan berbalik untuk meninggalkan rumah sakit.

"Ardhan?" Suara yang begitu ia kenal menyapa rungunya. Seketika kedua tungkai Ardhan terhenti. Ia kembali berbalik, seketika dunianya seakan runtuh. Ardhan takut, tapi ia tak mau lemah seperti dulu.

Derap langkah itu semakin mendekat, enam bulan lalu mereka terakhir bertemu. Bahkan Ardhan berharap ia tidak akan pernah kembali bertemu lagi dengan orang itu.

"Anak nggak tahu diri, ngapain kamu di sini?" katanya dengan begitu arogan.

Nevi diam memperhartikan, bahkan bayangan bagaimana pria paruh baya itu ketika memukul dan menendang Ardhan di ruang kepala sekolah dulu seolah kembali berputar.

"Ayah?" Ardhan hanya bergumam.

"Jangan panggil saya Ayah, nggak sudi saya mendengarnya."

Hati Ardhan seakan tertancap pisau tak kasat mata. Ia sebisa mungkin untuk menahan genangan air keluar dari kedua netranya.

Bima—Ayah Ardhan menatap Nevi dengan smirk meremehkan. Ia menelanjangi Nevi dengan matanya dari kepala hingga kaki.

"Jadi ini, perempuan yang kami bela mati-matian?" Bima kembali menatap Ardhan.

Nevi tertegun mendengar ucapan Bima. Jadi, Ardhan tidak bohong jika ia rela pergi dari ayahnya demi memperbaiki kesalahannya

"Sudah lahir atau dia emang pura-pura ngaku hamil padahal cuma mau uang kamu."

"Ayah!" Ardhan tidak menyangka jika ayahnya melontarkan kata seperti itu.

"Kenapa, kamu nggak suka? Ayah benar, kan ... cuma karena perempuan lajang ini kamu berani membantah ayah."

TEENAGERS | NCT & REDVELVETTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang