BAB 43

49 2 0
                                    

Michael baru saja mengakhiri pertemuan dengan rekan bisnisnya. Namun, tiba-tiba ayah Devian, Johnny Adams, meneleponnya.

“Hello, Sir?
(Halo, Pak?)

Sapa Michael ramah.

“Hi, Michael, did You know where’s Devian?"
(Hai, Michael, apakah Kamu tau Devian di mana?)

Tanya John dengan nada kebingungan.

“No, Sir."
(Enggak, Pak)

“Oh, okay, but if You see him, let me know, please! Because i have a business with him."
(Oh, oke, tapi jika Kamu melihatnya, tolong beri tahu saya!  Karena saya punya urusan dengannya)

“Of course, Sir.”
(Tentu, Pak)

“Okay, thank you, Kid.”
(Oke, terima kasih, Nak)

“My pleasure, Sir.”
(Sama-sama, Pak)
Dan telepon pun ditutup oleh John, ayah Devian.

Sementara Michael, dia langsung kesal dengan perilaku sahabatnya yang sering mematikan ponselnya itu.

Ya, Devian sering mematikan ponselnya semena-mena.

Dia juga sering menjadikan para asistennya sebagai telepon berjalan untuk segala urusannya. Baik pribadi maupun kantor.

“Devian, Kau menyusahkan sekali,” gerutu Michael pelan lalu berusaha menghubungi ponsel Devian yang sudah ia pastikan tidak aktif.

“Ayahmu meneleponmu, Bodoh!” gerutu Michael masih berlanjut setelah teleponnya tidak kunjung dijawab Devian.

Michael menghembuskan napasnya kasar. Ia lalu menelepon asisten Devian.

“Hello, Sir!”
(Halo, Pak!)

“Ya, hello Maria! Do You know where is Devian?”
(Ya, halo, Maria! Apakah Kamu tahu dimana Devian?)

“I am sorry, Sir, i don’t know where Mr. Adams is, he didn’t tell me, Sir,”
(Saya minta maaf, Pak, saya tidak tahu dimana Pak Adams, beliau tidak mengatakan kepada saya, Pak)

Jawab Maria, asisten yang biasanya mengurus urusan kantor sekaligus urusan pribadi Devian.

“Okay, thank you, Maria, sorry for bothering You."
(Oke, terima kasih, Maria, maaf mengganggumu)

“No problem, Sir."
(Tidak masalah, Pak)

Dan Michael mematikan sambungan teleponnya dengan gusar.

“Kau benar benar merepotkan hari ini, Dev,” kesal Michael.

Michael pun keluar dari kantornya dengan sedikit berlari, lalu segera pergi mencari Devian dengan mobilnya.

----------------------------------------------


Devian dan Ayasha tiba di indekos milik Bu Weni atau kos yang ditempati Ayasha.

Sebelum turun dari mobil, Devian meminta kepada Ayasha untuk mengizinkannya masuk ke sana juga.

Pada awalnya permintaan itu ditolak Ayasha. Namun, dengan berbagai cara yang Devian lakukan dan katakan, akhirnya membuat Ayasha percaya dan menyetujui Devian untuk menemaninya.

Kemudian, turunlah Devian dan Ayasha dari mobil.

Saat baru akan membuka pintu kosnya, Ayasha dikejutkan dengan suara Ibu Weni, sang pemilik kos, yang secara tiba-tiba.

“Ayasha dari mana saja? Kok kemarin enggak pulang? Kamu dicariin tuh sama dua cowok tadi pagi.”

“Dua cowok?” saut Devian dan Ayasha bersamaan yang membuat Ibu Weni bingung lalu tersadar bahwa ada orang lain di sekitar mereka.

“I...iya,” jawab Ibu Weni salah tingkah saat melihat ketampanan Devian.

“Ayasha, cowok ini siapa?” lanjut Ibu Weni membisikkan pertanyaan itu ke telinga Ayasha.

“Temanku, Bu,” jawab Ayasha juga berbisik.

"Lumayan ganteng," ucap Ibu Weni pelan dan membuat Ayasha tercengang.

Devian hanya bisa menahan tawa mendengar bisikkan mereka yang dapat didengar olehnya.

“Ibu pergi dulu ya, ada urusan, kalian jangan melakukan hal hal aneh, ya!” titah Ibu Weni yang membuat Ayasha dan Devian kaget.

“Oh iya, satu lagi, selamat atas kelulusanmu, Ayasha!” ucap Ibu Weni senang sambil mengusap bahu Ayasha.

“Terima kasih, Ibu.”

Ibu Weni pun pergi.

“Saya juga lupa mengucapkannya, selamat atas kelulusanmu , Asha!” ucap Devian saat Ayasha mulai berbalik mencoba membuka pintu indekosnya.

“Ah, iya, terima kasih,” ucap Ayasha tersenyum dan membuat hati beku Devian semakin mencair.

Pintu indekos pun terbuka.

Ayasha langsung masuk dan mengambil barang-barang penting yang memang perlu dia ambil, yaitu charger, beberapa pakaian yang menurutnya masih layak pakai, dan novel-novel kesayangannya.

Namun, sebelum memasukkan barang-barang miliknya ke dalam koper miliknya, Ayasha bertanya pada Devian.

“Apakah gak masalah saya tinggal di apartemenmu sebentar?”

“Tentu saja!” ucap Devian sambil duduk di kursi kecil di sana, memperhatikan ruangan kos yang menurutnya sudah tidak layak ditempati lagi.

“Oke.”

Barulah Ayasha melanjutkan memasukkan barang-barangnya ke dalam koper.

Saat Ayasha mengambil dua buku novel dari dalam lemari tuanya, Devian bertanya-tanya mengenai dua orang yang disebutkan oleh Ibu Weni tadi.

“Apakah Kamu juga memikirkan apa yang sedang saya pikirkan?”

“Ya, mungkin, dua orang yang datang ke sini kemarin, kan?” tanya Ayasha dan Devian mengangguki kepalanya.

“Saya curiga bahwa mereka juga suruhan Pak Gilbert,” ucap Ayasha menduga bahwa Gilbert, ayah Refidge, adalah pelakunya.

“Iya,” jawab singkat dan santai Devian.

Ayasha sudah memasukkan seluruh isi barang yang perlu ia bawa, lalu bergegas pergi dari sana.

“Berikan kopernya, biar saya masukkan ke bagasi!” kata Devian dan dituruti Ayasha.

Setelah memasukkan koper milik Ayasha, mereka kemudian bergegas kembali ke apartemen Devian.

Namun, sebelum itu Devian menyalakan ponselnya.

“Oh shit.”

Umpatan kasar dari mulut Devian membuat Ayasha sedikit terkejut dan langsung menengokkan kepada sang pelaku.

“Ada apa?”

“Ayah saya menelepon hingga empat belas kali, dan Michael, sahabat saya, menelepon hingga dua puluh satu kali, entah ada apa,” jawab Devian sambil terus memperhatikan ponselnya.

“Kamu tadi mematikan ponselmu?”

“Ya,” jawab Devian ragu-ragu.

“Astaga!” ucap Ayasha pelan sambil menghela napasnya.

“Ya sudah, lebih baik kita segera kembali ke apartemen sebelum Michael melabrak saya,” ucap Devian sambil tersenyum yang membuat Ayasha juga tersenyum.

Mereka pun kembali menuju apartemen.



To Be Continued...

CMIIW

Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang