BAB 54

46 3 0
                                    

Pagi hari telah tiba. Devian datang ke rumah Ayasha untuk menemui Thomas sesuai dengan yang dibicarakan kemarin, ia akan membantu Thomas mengelola sawah yang bukan miliknya sama sekali itu.

Tok tok tok...

Ayasha membuka pintu rumahnya dan tersenyum melihat Devian yang berada di sana.

“Hai, Babe, good morning!” sapa Devian sambil tersenyum.

“Oh my god! Good morning, Dev,” jawab Ayasha salah tingkah.

Devian tertawa pelan.

“Ah iya, ayahmu ada di sini?”

“Astaga aku lupa! Tadi Bapak bilang kalau beliau akan nunggu Kamu di sana.”

“Oh, oke, Kamu bisa bantu aku tunjukkin tempat ayahmu, gak?” pinta Devian.

Ayasha menatap Devian sambil tersenyum.

“Oke.”

“Yes!” ucap Devian senang.

“Aku ambil ponselku dulu.”

“Oke, aku tunggu.”

Ayasha pun mengambil ponsel di kamarnya, lalu meminta izin kepada ibunya untuk pergi ke tempat ayahnya bersama Devian. Dan untungnya diizinkan.

“Hati hati, Asha!”

“Oke, Ma!”

Ayasha pun menghampiri Devian kembali.

“Ready?” tanya Devian.

“Of course! Let’s go!” jawab Ayasha bersemangat lalu menutup pintu rumahnya.

Mereka pun pergi menuju sawah tempat di mana Thomas berada dengan berjalan kaki karena jarak rumah Ayasha dengan ladang tempat ayahnya bekerja dekat.

Selama di perjalanan Ayasha disapa banyak tetangganya yang baru mengetahui kedatangan dirinya.

“Ayasha!” panggil seorang perempuan yang tampaknya baru keluar dari rumahnya.

“Riri!”

Riri berlari menghampiri Ayasha, lalu memeluknya erat. Ayasha pun membalas pelukan Riri tidak kalah erat.

“Ke mana saja Kamu, Asha?”

“Aku kuliah empat tahun terakhir ini, Ri.”

“Kok gak bilang?” tanya Riri sambil melepaskan pelukan mereka.

“Kamu kan waktu itu di Semarang! Sementara aku belum punya HP!”

“Oh iya! Hehehe.”

“Astaga, Mama, Ayasha ada di sini!” teriak bahagia Riri memanggil ibunya.

“Ada apa, Nak? Eh, Nak Asha kapan pulang ke sini?” tanya ibu Riri masih memegang sodet di tangannya.

“Tadi malam, Bi,” jawab Ayasha sambil tersenyum.

Ibu Riri baru sadar bahwa ada pria “Bule” di samping tetangga tersayang sekaligus teman kecil putrinya.

“Nak Asha, dia siapamu, Nak?” tanya pelan ibu Riri.

“Oh, dia Devian, Bi teman saya.”

Jawaban Ayasha membuat kepala Devian memutar cepat ke arah Ayasha karena terkejut sekaligus tidak suka terhadap jawabannya. Tapi Ayasha malah membalas tatapan itu dengan senyum tipis.

“Oh temanmu, ya, ganteng banget, dia dari mana?” puji ibu Riri kepada Devian namun menatap Ayasha.

“Saya dari Amerika, Bu.”

“Oh, wow, Kamu bisa bahasa Indonesia?”

“Tentu, Bu!”

“Jangan panggil saya Ibu, panggil saya Aunty Lyodra!”

“Halah, nama Mama aja Sri!” ledek Riri, putrinya.

“Heh, ssttttt!”

Baik Ayasha, Devian maupun Riri tertawa.

“Panggil mamaku Bibi Sri aja, beliau biasa dipanggil itu!” tutur Riri dan Devian hanya tersenyum mengiyakan.

“Oh iya, Bibi, Riri, kami pergi dulu, ya! Mau ke tempat Bapakku dulu!”

“Oh iya, Asha!”

“Iya, Nak!”

“Hati hati kalian berdua! Nanti tukeran nomor telepon ya, Asha!” ucap Riri.

“Oke!”

Ayasha dan Devian pun pergi melanjutkan perjalanan mereka menuju tempat Thomas berada.

“Kamu tadi bilang apa?” tanya Devian.

“Apa?”

“Aku, temanmu?”

“Ya ampun, kuat sekali ingatanmu, Dev!”

“Tentu saja aku ingat, aku mendengarnya dengan sangat jelas! Apa apaan itu tadi?”

“Bibi Sri memang baik, tapi Kamu harus tau ini, beliau kalau tau siapa saja yang dekat denganku, pasti mereka lama kelamaan akan terganggu dengan kemunculan Bibi Sri yang datang terus menerus ke rumah mereka! Kamu mau didatangin terus?”

“Aku tidak masalah!”

“Kau belum merasakannya secara langsung, Dev!”

Saat mereka sedang berbicara, tiba-tiba ponsel Devian berdering.

“Ya, bagaimana?”

“Pemilik ladangnya setuju untuk menjualnya kepada Bapak,” jawab seorang pria dari ponsel Devian yang tidak dapat didengar Ayasha.

“Ya sudah, beli saja, jangan lupa kirimkan buktinya!”

“Baik, Pak!”

Devian langsung mematikan ponselnya.

“Tidak bisakah Kamu membiasakan menyapa lawan bicaramu sebelum ke topiknya, Dev?”

“Aku tidak biasa.”

“Huft, terserah Kau lah!” pasrah Ayasha.

“Ada apa?” lanjutnya.

“Tidak ada, hanya urusan kantor!”

“Ooo, oke!”

Beberapa menit kemudian mereka tiba di persawahan yang dikelola oleh Thomas.

“Nah itu Bapak!” ucap Ayasha memberitahu Devian lokasi Thomas.

“Bapak!” panggil Ayasha dan membuat Thomas yang sedang duduk di kursinya langsung menengok ke arah sumber suara.

Thomas lalu berdiri dan menghampiri putrinya.

“Asha, ngapain Kamu di sini, Nak?”

“Devian minta bantuan aku untuk tunjukkin tempat Bapak.”

“Halah, modus itu!” ucap pelan Thomas meledek Devian.

“Ya sudah, Kamu pulanglah, Asha biar Devian sama Bapak di sini!”

Ayasha tidak langsung menurut, ia menatap Devian terlebih dahulu, mengode seperti biasa hingga akhirnya ia menurut untuk pergi dari sana.

"Nah, sekarang jelaskan secara detail kepada saya kenapa Kamu membeli ladang Pak Johan yang saya kelola ini!" Pinta Thomas kepada Devian sambil masih memperhatikan Ayasha yang berjalan menjauh dari mereka.


To Be Continued...

CMIIW

Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang