BAB 41

57 3 0
                                    

"Angkat teleponnya!" ucap Devian.

"Untuk apa?" jawab Ayasha masih ketakutan.

"Jawab saja, Asha, katakan apapun pada pria itu!"

"Tapi apa yang harus saya katakan?"

"Apa saja!"

Ayasha pun mengangkat telepon dari Refidge dan tidak lupa menyalakan speaker agar Devian bisa mendengarnya juga.

"Hallo, Princess!"

"Kenapa Kau meneleponku?" tanya Ayasha to the point seperti sebelumnya. Ia tampak berusaha kuat, namun justru terlihat menyedihkan di depan Devian.

"Aku merindukanmu," jawab Refidge blak-blakan.

"Kalau tidak ada hal yang penting ingin Kau bicarakan, lebih baik matikan teleponnya!"

"Okay, easy, Princess!(Baik, pelan pelan, Princess!)"

Ayasha diam dan menengokkan kepalanya sekilas kepada Devian yang mulai kembali cemburu. Untung saja Ayasha tidak menyadarinya.

"Apakah benar kemarin suruhan ayahku memata mataimu?" tanya Refidge dengan nada sedikit berbeda dari sebelumnya.

"Untuk apa Kau menanyakan itu, Kau juga bekerja sama dengan ayahmu yang tercinta itu, kan?" jawab Ayasha ketus.

"Apa? Tentu saja tidak, Princess!"

"Oh, really? (Oh, benarkah?)" tanya Ayasha dengan nada meledek.

"Tentu saja, Princess!"

Ayasha Dan Devian saling menatap seakan keduanya saling mengatakan bahwa, "Dia tidak bekerja sama dengan ayahnya."

"Apakah mereka melukaimu?"

"Kau tidak perlu tau!" jawab Ayasha yang sudah muak.

"Kita ini sahabat yang sebentar lagi akan men...," ucapan Refidge lebih dulu dipotong oleh Ayasha.

"Teruslah bermimpi tentang hal bodoh itu!"

"Kita akan bertemu sebentar lagi, Princess, Kau tidak mau mengatakan sesuatu untukku?" tanya Refidge.

"Suruhlah ayahmu berhenti menggangguku, aku tidak tau apa masalahku dengannya!" ucap Ayasha lalu telepon pun langsung dimatikan Ayasha.

Devian memperhatikan Ayasha yang langsung terlihat lemas setelah mematikan sambungan teleponnya.

"Kamu tidak apa apa?"

"Ya, saya baik baik saja," ucap Ayasha sambil mencoba menenangkan pikirannya.

"Kenapa saat pria itu mencoba meneleponmu, Kamu terlihat ketakutan?"

"Apakah saya terlihat ketakutan?" Tanya Ayasha.

"Sangat, Kamu bahkan tadi tidak ingin mengangkatnya, kan? Tanya Devian yang dijawab anggukkan kepala oleh Ayasha.

"Ehm, karena ketika dia menelepon, dia selalu mengingatkan saya kepada masalah waktu itu."

"Masalah seperti apa yang Kamu maksud? Kamu tidak mau menceritakannya kemarin."

"Rumit untuk dikatakan, jika saya memberitahu orang orang, saya takut ia berani macam macam," jawab Ayasha pelan.

Keduanya saling terdiam. Lalu Devian menjalankan mobilnya menuju taman yang berada di dekat sana.

----------------------------------------------

"Turunlah, agar perasaanmu lebih tenang, lebih baik kita jalan jalan dulu!" ajak Devian sambil melepas seatbeltnya. Dan Ayasha hanya menurut.

Keduanya pun turun dari mobil dan segera berjalan menyusuri taman tersebut.

Tempat itu cukup ramai dengan pasangan-pasangan muda. Mungkin kalau Ayasha dan Devian memiliki hubungan spesial, mereka bisa bersikap romantis di sana sekarang juga.

Namun, mereka hanya seorang teman, dan itu membuat mereka duduk dengan canggung di sana karena di setiap arah terlihat pasangan-pasangan muda itu.

Keduanya menahan malu dan saling diam. Terutama Devian, pria itu menyesal mengajak Ayasha ke sana karena kini ia sampai harus menutup-nutupi wajahnya yang mulai memerah karena menahan malu.

"Ehm, apakah lebih baik kita pergi saja? Tanya Devian gugup tanpa menatap Ayasha.

"Di sini sebentar tidak masalah, cukup menenangkan!" jawab Ayasha yang sebenarnya juga malu.

"Baiklah."

Keduanya saling duduk berdiam diri di atas bangku taman itu.

Hingga keduanya diinterupsi oleh seorang anak laki-laki.

Anak kecil itu tidak mengatakan apa pun, ia tiba-tiba menghampiri Ayasha dan memberikan bunga kertas yang berwarna merah muda kepadanya.

"Terima kasih!" ucap Ayasha senang sambil menerima bunga itu.

Anak kecil itu pun tersenyum malu, lalu berlari pergi.

Sementara Devian, dia tentu saja cemburu. Bahkan sedari tadi tatapannya terus menajam kepada anak kecil itu. Beruntung saja anak kecil itu tidak melihatnya.

"Saya pergi sebentar, ya!" ucap Devian sambil bangkit dari posisi duduknya. Dan Ayasha hanya mengangguk setuju.

Devian pun pergi. Sementara Ayasha memperhatikan bunga kertas pemberian anak laki-laki tadi, lalu menatap lurus taman.

----------------------------------------------

Tidak lama pun Devian kembali, ia duduk di tempatnya tadi, dan memberikan es krim kepada Ayasha, dan ia menerimanya.

"Terima kasih."

"Wah, rasa cokelat, dari mana Kamu tau saya suka cokelat?" lanjut Ayasha sambil tersenyum.

"Hanya feeling," bohong Devian. Yang sebenarnya, ia mengetahui itu dari map yang pernah ia baca mengenai data pribadi Ayasha.

"Kamu cenayang?" tanya Ayasha bergurau.

"Tadinya bukan, tapi sepertinya itu bisa dipikirkan lagi," jawab Devian, dan keduanya pun tertawa.

To Be Continued...

CMIIW

Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang