BAB 39

55 3 0
                                    

Devian keluar dari kamarnya lebih dulu dengan membawa laptop dan ponselnya, lalu ia duduk di sofa yang berada di ruang tamu.

Ia menelepon seorang bodyguard yang semalam datang ke apartemennya.

“Halo, iya, Tuan?” Tanya Sang Bodyguard dengan sopan.

“Kau sedang di rumah, kan? Tanya Devian.

“Benar, Tuan.”

“Bisakah Kau membelikan pakaian wanita?”

“Te...tentu, Tuan,” jawab Sang Bodyguard ragu-ragu.

“Ta...tapi, Tuan, pakaian seperti apa yang Anda inginkan, Tuan?” lanjutnya.

“Apakah saya harus mengetuk pintu kamarnya lalu bertanya, ‘Baju seperti apa yang Kamu inginkan?’ begitu? Tanya istrimu, lalu segera ke sini, saya tunggu dalam dua puluh menit!” Titah Devian dengan nada kesal.

“Baik, Tuan!” jawab Sang Bodyguard menurut. Lalu sambungan telepon pun dimatikan oleh Devian seperti biasa.

“Bodoh! Dari mana Michael mendapatkan para bodyguard itu di sini? Kalau tau akan mendapatkan yang seperti itu, lebih baik aku bawa aja anak buahku, merepotkan!” gerutu Devian sambil melemparkan ponsel ke samping tubuhnya.

Ia lalu menyalakan laptopnya, dan mulai mengerjakan pekerjaannya, mencoba meluluhkan emosi yang bersarang di hati dan pikirannya.

Ayasha keluar dari kamarnya, lebih tepatnya, kamar yang ia tempati di apartemen Devian.

Ia berjalan ke ruang tamu dan menyadari bahwa Devian berada di sana, sedang duduk di sofa, membelakanginya, dan sedang mengerjakan pekerjaannya di depan laptop.

Ayasha tidak menghampiri Devian, ia hanya memperhatikan pria itu dari jauh.

Tatapan yang Ayasha berikan itu menunjukkan kelegaan yang mendalam, seperti manusia yang sudah tersasar berbulan-bulan dan akhirnya menemukan jalan pulang.

Hingga Ayasha tidak menyadari bahwa pria yang ia tatap sedari tadi kini sudah berdiri di depannya sambil tersenyum.

“Ada apa? Kamu memperhatikan saya?” tanya Devian lembut yang justru membuat Ayasha tersadar lalu salah tingkah.

Ayasha mencoba memulihkan pikirannya.

“Ti...tidak, tidak, hmm, saya hanya bingung ingin melakukan apa di sini, lebih baik saya pu...,” jawab Ayasha namun dipotong oleh Devian.

“Jangan dulu! Bodyguard saya tadi memberitahu saya bahwa tempat tinggalmu masih diawasi mereka,” bohong Devian, padahal tadi ia menelepon bodyguardnya untuk membelikan Ayasha pakaian.

Namun, Ayasha malah percaya dengan perkataan Devian barusan.

Ia lalu berkata, “Tapi, saya enggak tau harus ngapain di sini.”

“Kamu enggak harus melakukan apa apa di rumah orang, duduklah, aku akan buatkan teh!” ucap Devian dan Ayasha hanya menurut.

Jujur saja, Ayasha merasa sangat lapar.

Pria itu pun menuju ke dapur dan membuatkan dua teh untuk mereka berdua.

“Apakah orang orang suruhan itu sudah mengatakan alasan bos mereka mencoba menculik saya?” tanya Ayasha.

Devian menengokkan kepalanya sekilas kepada Ayasha, lalu ia menjawab, “Untuk saat ini belum, mereka masih memilih menutup mulut mereka, tapi tenanglah, saya yang akan mengatasinya!”
Ayasha mengerutkan dahinya, bingung dengan jawaban Devian.

“Mengatasinya? Apa maksud pria ini? Membunuhnya, begitu? Psikopat sekali!” batin Ayasha panik.

Devian berjalan menghampiri Ayasha sambil membawa nampan berisikan dua cangkir teh dan beberapa jenis kue kering.

“Minumlah, mumpung masih hangat, Kamu juga bisa makan kuenya!” ucap Devian lalu duduk di sebelah Ayasha.

Ayasha yang sedikit mencurigai Devian pun menggeser perlahan tubuhnya agar lebih jauh dari Devian. Lalu ia meminum tehnya.

“Maksudmu mengatasinya apa, kalau saya boleh tau?” tanya Ayasha dengan hati-hati dan Devian menatapnya.

“Membuat mereka mengatakannya dengan jujur.”

“Dengan cara seperti apa?” tanya Ayasha lagi.

Devian tidak menjawab, ia hanya diam sambil menatap serius Ayasha seakan mengatakan, “You know it!(Kamu tau itu!)”

Dan seketika keheningan di ruangan itu membuat Ayasha bergidik ngeri ketakutan. Ia merasa terancam karena berada satu ruang dengan pria pembunuh.

Ayasha segera menggeser tubuhnya lebih jauh lagi dari Devian. Pria itu pun kebingungan.

“Ada apa?”

“Kamu...Kamu membunuh....”

“Tidak, tidak, astaga! Saya hanya akan mengancam mereka,” sanggah Devian setelah memahami maksud ucapan Ayasha. Perempuan itu pun menghela napasnya lega.

“Kecuali jika mereka menyepelekan saya,” lanjut Devian yang membuat Ayasha langsung merinding kembali dan merasa sedikit tersindir.

“Aku kan pernah ngehina dia, mati deh! Jangan jangan...,” batin Ayasha semakin ketakutan.

“Tenang, Kamu spesial!” tutur Devian spontan yang membuat tubuh Ayasha membeku.

Tepat di saat momen canggung itu berlangsung, bodyguard yang tadi Devian perintahkan membeli pakaian perempuan untuk Ayasha pun datang.

Devian segera menerima paperbag bermerek “Ganni” lalu menyuruh bodyguardnya untuk pergi.

Devian kemudian memberikan paperbag itu kepada Ayasha.

Ia berkata, “Ini, bersiap siaplah, pakai ini, kita akan sarapan di luar!”

“Ehh, tidak, tidak, ini terlalu mewah, lebih baik saya pulang dan pakai baju di sana saja,” tolak Ayasha sambil mencoba memberikan paperbagnya kepada Devian lagi, namun ditolak.

Ia masih syok dengan perkataan Devian sebelumnya.

“Tadi saya sudah bilang bahwa mereka masih mengawasimu, kan? Untuk sementara di sini dulu saja!” paksa Devian.

“Tapi ini terlalu mahal, setidaknya biarkan saya mengambil pakaian di kosan saya!”

“Kalau mereka melihat Kamu bagaimana? Sudah, pakailah itu, tidak perlu khawatir, saya gak akan menyuruh Kamu mengganti uangnya suatu saat!” titah Devian.

“Tapi ini terla....”

“Bersiap siaplah, saya akan mandi dulu!” ucap Devian.

Pria itu lalu mengambil ponsel dan laptopnya, kemudian membawanya kembali ke kamar.

Sementara Ayasha masih terkagum-kagum dengan paperbag yang ia jinjing saat ini.

“Ganni” adalah brand internasional, tentu saja harga pakaian yang dibelikan Devian itu harganya mahal.

Ingat bahwa Ayasha tidak suka meminta-minta, diberi pun ia sulit menerima. Karena ia tidak ingin merasa berhutang budi terlalu besar kepada orang.

Namun, hari ini, dengan paksaan seorang Devian, mau tidak mau, Ayasha dengan terpaksa harus memakai pakaian mahal itu.

Karena ia sudah mulai mencium aroma-aroma manusia tidak terurus, apalagi tadi malam ia habis hang out dengan teman-temannya.

Ayasha bergegas kembali ke kamar yang ia tempati, lalu segera mandi dan bersiap-siap dengan segala macam perlengkapan yang sudah disiapkan di dalam paperbag itu.



To Be Continued...

CMIIW

Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang