BAB 35

62 3 0
                                    

Refidge dan Ayasha pergi ke arah pantai dekat rumah Ayasha.

“Baiklah, karena kita adalah sahabat, aku akan memberikan keringanan khusus untukmu, Princess,” ucap Refidge dengan bangganya.

Firasat Ayasha terhadap yang mantan sahabatnya akan katakan itu sudah buruk, namun ia tetap mendengarkannya.

“Aku akan memberikan dua kali kesempatan untukmu agar aku tidak jadi menggusur tempat tinggal kalian,” lanjutnya.

“Apa?” ucap Ayasha pelan.

“Kesempatan pertama, aku berikan waktu tambahan selama lima tahun untukmu, yaaa, itu sudah cukup! Dan pilihan keduanya....”

“Untuk pilihan keduanya...jika Kau belum juga membayar tanah ini, Kau harus menemuiku lima tahun setelahnya di tempat ini, pada tanggal yang sama, di waktu yang sama, dan mengatakan bahwa Kau siap menikah denganku! Oh ya, kali ini hanya Kau saja yang menyelesaikannya, tidak boleh ada bantuan dari siapappun!” ucap Refidge dengan senyum puasnya.

Ayasha terbangun dari tidurnya pukul setengah empat pagi dengan wajah yang sangat pucat dan peluh yang sudah membasahi tubuhnya.

Sudah seminggu lebih semenjak kembalinya Alesia ke London, Ayasha tak henti-hentinya bermimpi buruk tentang masa lalunya itu.

Padahal, sekitar tiga hari lagi Ayasha akan kembali kuliah untuk melaksanakan sidang terakhirnya dan beberapa langkah lagi ia akan lulus dari kampusnya.

Namun, mimpi itu terus mengganggunya dan membuat ia tidak bisa fokus kepada kuliahnya.

Ia terus memikirkan apa yang akan terjadi setelah kelulusannya.

Ia harus sudah bisa merebut tanah tempat tinggalnya dari tangan Refidge sebelum tepat lima tahun.

Ia tidak mau menikahi pria yang suka memanfaatkan keadaan itu.

Ayasha bukan perempuan yang boros, akan tetapi memang pendapatannya itu selalu lebih sedikit dari yang ia butuhkan.

Itulah yang menjadi penyebab mengapa ia belum kunjung mendapatkan tanah itu.

Dulu, Ia sempat menerima rekomendasi dari dosennya untuk tempat magang dengan penghasilan yang lumayan.

Namun baru beberapa hari bekerja, Ayasha sudah mendapatkan perilaku tak senonoh dari atasannya.

Itulah alasan mengapa ia lebih memilih bekerja serabutan daripada magang.

Ayasha kemudian menenangkan dirinya, lalu bangun dari tempat tidurnya. Ia pergi ke toilet untuk membasuh wajahnya.

Ayasha benar-benar kebingungan harus melakukan apa semenjak Alesia kembali ke London.

Selesai membasuh wajahnya, Ayasha segera mempelajari kembali skripsi yang telah ia susun.

Untung saja, Pak Rudi dan Pak Toni, dosen pembimbing keduanya, sudah memberikan tanda tangan mereka untuk maju ke sidang akhir.

Ayasha akan menghabiskan waktunya selama tiga hari itu untuk mempersiapkan sidang terakhirnya, tidak peduli akan masalah mimpi buruknya itu.

.........................................................

Devian selama seminggu lebih ini seperti anak kecil yang sedang marah kepada ibunya.

Ia jarang makan, jarang pergi ke kantor, dan lebih sering mengunci dirinya di dalam kamar semenjak ia tidak lagi melihat Ayasha di acara festival kuliner itu.

Entah mengapa ia melakukan hal itu.

Tatapan wajahnya seperti pria yang sehabis putus cinta.

Bahkan, ketika Michael mencoba menyapanya di kantor, pria itu tidak merespons dan malah melewatinya begitu saja.

Devian sempat mendapat kabar dari bawahannya bahwa seminggu lalu Ayasha pergi ke bandara untuk mengantar sahabatnya.

Namun, ketika ia datang ke sana, perempuan itu sudah pergi.

Pria itu sempat mengira bahwa Ayasha menjauhinya karena memang perempuan itu tidak menyukainya.

Pemikiran itu sempat membuatnya memukul Michael karena telah membuatnya “Terbawa perasaan” akibat pernyataan bahwa Ayasha menyukai dirinya.

Lalu, ia pulang dari festival itu dan tidak menemui siapapun termasuk Michael hingga saat ini.

Devian berdiri dari tempat tidurnya, lalu menelepon asistennya yang berada di Washington, D.C, Amerika Serikat.

“Hello, Sir! (Halo, Pak!)” sapa asistennya.

“Can you get my private plane ready in four days?  I'm going back to America, (Bisakah Kamu siapkan pesawat pribadi saya dalam empat hari? Saya akan kembali ke Amerika)” ucap Devian tanpa menjawab sapaan asistennya.

“Okay, sir, I'll prepare it soon, Sir! (Baik, Pak, akan segera saya siapkan, Pak!)” jawab Sang Asisten.

Dan panggilan telepon itu pun langsung ditutup oleh Devian tanpa ucapan “Terima kasih”.

Devian melemparkan ponselnya ke atas tempat tidurnya.

Ia menghela napas sambil mengusap wajahnya gusar.

Pria itu terjaga sepanjang malam. Ia terus-menerus memikirkan perempuan yang baru ia temui beberapa waktu lalu.

Dan sepertinya ia mulai menyadari, bahwa dia sedang merasakan jatuh cinta.

To Be Continued...

CMIIW

Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang