BAB 4

184 6 3
                                    

“Aku merasa setiap kita bertemu seperti anak kecil,” ucap Ayasha sambil tertawa.

“Ya, aku juga ngerasain itu,” balas Alesia juga dengan tawanya.

Ayasha dan Alesia bertemu di saat mereka masih berusia tujuh tahun. Pada saat itu Ayasha dengan baik dan pedulinya membantu Alesia pulang ke Apartemen yang ia tinggali, dan yang kebetulan berada di dekat rumah Ayasha setelah melihat Alesia menangis di atas kursi panjang tua dekat ladang yang Ayasha dan kedua orang tuanya gunakan.

Alesia yang menyukai alam sejak kecil senang sekali saat pertama kali ia menapaki daerah kecil itu, saking senangnya, ia sampai mencoba untuk pergi jalan-jalan di sana sendiri hingga berujung tersasar, karena jika orang tuanya ikut, maka dipastikan yang hanya dia lihat adalah banyak berkas yang dipegang kedua orang tuanya di sebuah ruangan persegi yang luas berisikan meja besar nan panjang beserta jejeran kursi.

Tapi untungnya sahabat kecilnya ini telah membantunya pulang dengan selamat, jika tidak, entah apa yang akan terjadi padanya.

Semenjak kejadian itu, mereka menjadi sering bertemu dan lama-kelamaan persahabatan mereka terjalin dengan sangat baik, mulai dari sikap keduanya yang saling terbuka hingga menjadikan satu sama lain sebagai tempat mencurahkan isi hati tanpa khawatir akan adanya kebocoran cerita.

Mereka adalah satu dari sejuta persahabatan yang tidak menilai kekayaan maupun kekurangan untuk menjadi sahabat sekaligus bagian dari keluarga.

Alesia adalah putri tunggal, ia lahir di Indonesia setahun setelah kedua orang tuanya pindah ke Indonesia setelah menikah. Negara asal kedua orang tuanya berasal dari Britania Raya, inggris.

“Mengapa Kau ke sini dan tidak bilang padaku?” tanya Ayasha.

“Aku sedang liburan untuk merapikan isi otakku, lalu aku teringat padamu, jadi aku memilih ke sini, tapi karena aku tadi ingin memberimu kejutan, jadi aku tidak bilang kepada siapa pun, termasuk daddy dan mommyku, karena pasti mereka akan langsung memberitahumu apa yang sedang aku rencanakan.”

Ayasha hampir melupakan tujuan utamanya keluar karena terlalu bahagia dengan kedatangan Alesia, yaitu membeli nasi goreng.

“Astaga, aku sampai lupa tujuan utamaku keluar!” ucap Ayasha sambil menepuk jidatnya.

“Memangnya Kau ingin ke mana? Ku kira kau melihatku tadi, makanya kau keluar dari kosanmu” tanya Alesia sambil menahan malu karena terlalu percaya diri.

“Aku lapar, jadi aku ingin membeli nasi goreng di seberang kosan.”

“Wahh, aku juga sedang lapar nih setelah turun dari pesawat tadi, kita ke sana bareng ya?”

“Oke, ayo cepat! Keburu semakin malam,” Ajak Ayasha yang disetujui oleh Alesia.

Mereka pun segera menghampiri warung nasi goreng di seberang kos yang Ayasha sewa.

Untuk koper Alesia, ia menyimpannya di dalam bagasi mobil yang ia kendarai.

“Selamat malam, Pak Asep,” sapa Ayasha dengan senyum khasnya ketika telah tiba di warung nasi goreng seberang kosnya. Pak Asep, sang penjual nasi goreng menengok ke arah sumber suara.

“Selamat malam juga, Nak Asha,” balas Pak Asep juga dengan senyum hangatnya.

“Saya pesan nasi goreng dua bungkus, pake sambal dua duanya, yang satu pake acar, yang satu enggak, yang pake acar telurnya didadar, yang enggak pake acar telur diceplok, dan kerupuknya dibanyakin ya, Pak, “ucap Ayasha panjang lebar tanpa henti.

“Wow, masih ingat juga kesukaanku, empat tahun lumayan lho,” kagum Alesia.

“Tentu saja, aku ini kan the real best friend!” puji Ayasha kepada diri sendiri dan dibalas tawa oleh Alesia.

“Baik, Nak Asha, mohon tunggu ya, silakan kalian berdua duduk dulu!” ucap Pak Asep sambil menata rapi meja dan kursi warungnya agar Ayasha dan Alesia dapat duduk dengan nyaman.

“Terima kasih, Pak,” ucap keduanya bersamaan lalu duduk.

“Sama sama, Nak,” balas Pak Asep. Kemudian beliau segera beraksi membuat nasi goreng untuk pelanggannya itu.

To Be Continued...

CMIIW

Please Don't Forget To Leave Your Vote And Your Comment.

All You Need To Know (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang