54. Hospital

413 54 5
                                    

"Tolong, ada pasien gawat!"

Suasana ruang IGD rumah sakit mendadak ricuh saat sekelompok orang datang bersamaan dengan ambulance yang juga sampai di sana.

Para perawat bergegas keluar hendak membantu pasien yang datang.

Pintu ambulance terbuka, muncul sosok Eagan di atas brankar dengan kondisi tak sadarkan diri, ada robekan lebar di pelipis dengan banyak serpihan kaca di sekitar mata, tulang siku patah hingga keluar menembus kulit, juga luka parah bada bagian kaki kanan.

Salah seorang dokter jaga menghampiri begitu brankar yang membawa Eagan didorong masuk ke dalam. "Kecelakaan lalu lintas?" tanya dokter itu pada seorang pria muda yang mengenakan kemeja biru muda.

Diaz mengangguk. "Tabrakan. Dia udah nggak sadarkan diri sejak kecelakaan terjadi."

Dokter itu mengambil senter kecil di saku jas putihnya, lalu membuka kelopak mata Eagan untuk mengecek reaksi pupilnya.

Setelah memeriksa denyut jantung dengan stetoskop, dokter tersebut juga memeriksa bagian lain dan menemukan patah tulang terbuka di bagian lengan Eagan, hingga patahan tulangnya menembus keluar kulit. "Ada fraktur* terbuka juga rupanya."

Beberapa perawat pun ikut mengerumuni Eagan dengan beberapa jenis gunting di tangan. Diaz sontak mundur untuk memberikan ruang. Dari kejauhan ia melihat bagaimana Eagan dibawa ke ruang tindakan untuk penanganan lebih jauh.

Sampai di ruang tindakan, tirai pun ditutup. Salah seorang perawat menggunting asal celana jeans Eagan dari paha sampai kaki, karena adanya luka cukup parah di bagian sana.

"Siapkan rontgen dan CT Scan total," titah dokter tersebut. "Siapkan juga ruang operasi, kita akan operasi cito segera. Fraktur di lengannya cukup parah, pembuluh Venanya nyaris putus!" seru dokter itu dengan panik saat menemukan titik pendarahan di lengan Eagan.

(Fraktur: Patah tulang. Fraktur terbuka: patah tulang hingga menembus kulit. Operasi Cito: Operasi gawat darurat yang dilakukan saat itu juga. CMIIW)

Sementara di luar sana, menyusul satu ambulance yang datang dari lokasi yang sama.

Dewa keluar dari mobil ambulance bersamaan dengan brankar yang membawa Cessa.

Saat tabrakan kedua tadi, kerasnya hantaman tersebut membuat tubuh Cessa terlempar keluar sejauh beberapa puluh meter, hingga ia selamat dari ledakan mobil tersebut.

Dari luar, kondisi Cessa tampak tak separah Eagan. Namun kondisinya saat ini juga tak sadarkan diri, setelah tubuhnya terlempar jauh dan menghantam aspal.

Brankar masih di dalam ambulance. Salah seorang perawat berlari karena pasien tak kunjung diturunkan, dan menemukan seorang petugas ambulance tampak tengah menumpu kedua telapak tangan di atas dada Cessa dengan wajah panik luar biasa.

"Suster, pasien mengalami henti jantung!" seru petugas ambulance tersebut sembari menyelesaikan kompresi dada yang tengah ia lakukan.

Seruan itu membuat wajah Dewa pucat pasi. Bibirnya yang pucat gemetar, namun ia tak mampu berucap barang sepatah kata.

Resusitasi Jantung Paru masih tetap dilakukan. Setelah pompa dada dilakukan sebanyak 30 kali, petugas ambulance itu dengan cekatan kembali memeriksa denyut nadi Cessa di lengan, lalu kembali melakukan kompresi karena denyut masih tidak teraba.

Diaz menghampiri mobil ambulance itu, lalu menarik Dewa keluar dari sana sembari berkata, "lo keluar dulu gih, biarin mereka lakuin tugasnya. Kita percayain sama ahlinya."

Tatapan Dewa tampak kosong. Bibirnya yang bergetar hanya bergumam, "Dia gak napas ...." Lalu ia menoleh pada Diaz. "Dia nggak mungkin ninggalin gue, 'kan?"

Diaz mengusap pundak sahabatnya untuk menguatkan. "Adik lo 'kan cewek kuat, dia pasti bisa bertahan."

Berbagai kemungkinan buruk mulai bercokol di kepala, Xadewa meremas rambutnya dengan frustasi saking takutnya kemungkinan itu terjadi.

Air mata mulai tak terbendung. Ia terduduk lemah di kursi tak jauh darinya berada. Belati tak kasat mata mulai merajamnya hingga sesak luar biasa ia rasakan.

"Gue ...," gumamnya lirih. "Gue takut, Diaz, gue takut banget." Ia mendongak, mencoba menghalau cairan bening itu agar tak membuatnya terlihat lemah.

"Lo harus percaya sama Cessa, dia lagi berjuang sekarang. Lo gak boleh pesimis gini."

Tak lama kemudian keduanya menoleh saat perawat yang tadi menghampiri dan masuk ke dalam ambulance berlari masuk ke dalam ruang IGD, lalu kembali dengan seperangkat alat oksigen bersamaan dengan keluarnya brankar dimana Cessa terkapar.

Brankar didorong dengan cepat setelah dipasangkannya berbagai alat dan selang tersebut.

Xadewa menepuk pundak petugas ambulance yang sempat memberikan pertolongan pertama pada Cessa. Pria itu menoleh, lalu mendapati seorang pria muda yang sejak tadi menemani pasiennya di dalam ambulance.

"Bagaimana keadaan adik saya? Apa yang terjadi?"

Petugas ambulance itu berkata, "tadi pasien sempat mengalami henti jantung, jadi saya lalukan Resusitasi dada sebagai pertolongan pertama. Setelah dilakukan sebanyak 5 kali, pasien terselamatkan, dan saat ini sedang dilakukan penanganan lebih lanjut."

"Terima kasih sudah menyelamatkan adik saya," ujar Dewa yang diangguki oleh petugas ambulance tersebut.

Dewa dan Diaz kembali duduk di kursi tunggu. Lelaki menoleh pada Diaz dan berujar, "gimana kondisi Eagan?"

Diaz menghela napas panjang, pandangannya lurus menatap kosong langit-langit rumah sakit tempatnya berada. "Kondisi diacukup parah. Saat ini dia jalanin operasi, gue langsung turun kesini begitu ngelihat lo sampai, Chen masih menunggu Eagan dioperasi."

Xadewa tak lagi bertanya. Pikirannya sangat kacau karena semua terjadi begitu cepat dan tak pernah terduga. Mulai dari diculiknya Cessa, sampai kecelakaan beruntun yang membuat adik perempuan dan sahabatnya berakhir di rumah sakit.

BREATHLESS [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang