Beberapa hari sejak kecelakaan mobil Cessa dan Eagan, Aksa mengunci diri di dalam kamar di apartemennya.
Bau alkohol tercium kuat. Rasa pengap begitu kental karena pintu dan jendela tertutup rapat. Ruangan itu gelap tanpa penerangan, bahkan tirai yang tertutup turut menyumbang kegelapan di dalam ruangan.
Aksa duduk termenung di lantai di depan botol-botol alkohol yang berserakan di lantai. Ada banyak sisa-sia darah mengering dari buku-buku jarinya, serta memar di dahinya karena melukai diri sendiri.
Punggungnya bersandar pada dinding ruangan yang dingin. Baju yang dikenakannya pada hari dia mencoba menyelamatkan Cessa masih belum terlepas dari tubuhnya. Ia terlihat kotor dan berantakan.
Bayangan tentang kecelakaan hari itu, dan bagaimana jantung Cessa berhenti berdetak, mengguncang jiwanya.
Aksa menjambak rambutnya sendiri di tengah rasa frustasi yang membelenggunya.
“Tangan ini ….” Aksa menunduk, menatap telapak tangannya yang tidak berhenti gemetar sejak kecelakaan itu. "Tangan ini seharusnya genggam kamu sepanjang waktu. Sama seperti sebelumnya."
Kemudian untuk kesekian kalinya, ia kembali meninju lantai tempat ia berada hingga luka yang mulai mengering itu kembali terkelupas dan berdarah.
"Tapi tangan sialan ini yang bikin kamu terluka!"
"Argh!" Aksa melemparkan botol alkohol di dekatnya lalu melemparnya sembarangan. "Bego! Gue nggak pernah berguna! Semua orang selalu berakhir meninggalkan ninggalin gue!"
Aksa membenturkan bagian belakang kepalanya ke dinding.
"Kenapa, kenapa?!" Aksa berteriak serak penuh frustrasi. "Cuma kamu, Princess ..."
"... Cuma kamu satu-satunya yang aku miliki dalam hidupku yang nggak guna ini. Cuma kamu satu-satunya orang yang buat aku percaya, kalau kebahagiaan itu ada. Ketika bahkan orang tuaku sendiri nggak bisa kasih itu semua."
"Aku pikir … kamu yang ninggalin aku dan kembali ke Eagan, itu rasa sakit terbesar aku. Sampai-sampai aku melakukan semua yang aku bisa untuk buat kamu tetap di sisi aku."
“Tapi ternyata….” Aksa masih bergumam. "Ngelihat kamu di ambang kematian karena aku, itu jauh lebih menyakitkan."
Aksa mengoceh tanpa henti. Banyaknya alkohol yang diminumnya, membuatnya berhenti menangis dan berteriak menyalahkan dirinya sendiri.
Telapak tangannya berdarah karena kekuatan dia mencengkeram botol minuman yang pecah. Aksa selalu merasa bahwa dengan menyalurkan rasa sakit fisiknya, setidaknya ia bisa mengurangi rasa sakit tak kasat mata yang saat ini menggerogoti hati dan jiwanya.
Tenggelam dalam frustrasi yang mendalam, dia bahkan tidak menyadari ketika orang lain memasuki apartemennya.
BRAKK!!
Tendangan di pintu kamar yang dibuka dengan keras membuat suara memekakkan telinga.
Tapi Aksa tetap tidak bergeming. Seolah dia tidak peduli. Padahal sosok yang kini menjulang dengan mata berkobar di ambang pintu kamarnya adalah orang tuanya sendiri.
"Dasar kau, anak tidak berguna!"
Yohannes menatap Aksa dengan marah. Dengan langkah lebar ia mendekati Aksa lalu meninju wajahnya dengan keras, bahkan menendangnya beberapa kali.
Aksa tidak melawan sama sekali, dia hanya meringkuk sambil melindungi kepalanya dengan kedua tangannya saat ayahnya memukulinya.
"Ya Tuhan, Yohan! Hentikan! Putramu bisa mati!"
Kinan berusaha menarik suaminya agar tidak memukuli anaknya lagi.
"Biarkan saja dia mati! Anak sialan! Kamu harusnya lakukan yang terbaik untuk buat aku bangga, bukannya malah menyusahkan saja!"
"Yohan, berhenti!" Kinan akhirnya bisa memisahkan keduanya.
Yohannes menghela nafas kasar sambil merapikan jasnya yang sedikit berantakan. "Lihat anakmu yang gila ini, Kinan!" dia menunjuk dengan marah. "Saat orang tuanya sibuk mengusahakan agar dia tidak masuk penjara, dia malah mabuk-mabukkan!"
Kinan mengabaikan kata-kata kasar suaminya. Dia duduk bersila di depan putranya yang sekarang meringkuk seperti bayi sambil melindungi kepalanya dengan kedua tangan.
Kinan memeluk putranya dengan berlinang air mata.
"Gila, katamu?" Dia menatap suaminya dengan sedih. "Kamu harusnya berkaca. Dia sampai punya gangguan kepribadian jadi seperti ini, itu semua karena didikanmu yang teramat keras."
Anak adalah peniru dan pengingat yang paling sempurna. Segala bentuk yang ia terima dari orang tuanya sejak kecil, akan selalu meninggalkan kesan dan meninggalkan trauma, tak jarang bahkan tanpa disadari hal ini ditiru oleh sang anak ketika ia beranjak dewasa.
Aksa menjadi temperamental dan kasar karena sudah terbiasa menerima semua itu dari ayahnya. Hal ini secara tidak sadar meninggalkan jejak dan membentuk kepribadian Aksa menjadi seperti sekarang ini.
Yohannes tampak acuh tak acuh seolah pernyataan Kinan hanyalah angin lalu. Dia memilih untuk mengeluarkan surat yang terlipat dari saku jasnya dan melemparkannya ke wajah Aksa.
"Kamu lihat itu, brengsek! Anthony Joseph melaporkanmu ke polisi karena kamu menyebabkan cucunya koma!"
Mendengar kalimat itu, kedua mata Aksa sontak terbuka. "Dia koma?" dia bergumam hampir tanpa suara.
"Tidak hanya itu, bahkan keluarga Eagan Demitria juga telah mengajukan tuntutan pidana terhadapmu!" Johannes mengusap wajahnya dengan frustrasi. "Sial! Ini akan berdampak besar, media bahkan mulai bereaksi."
Merasakan tubuh anaknya bergetar, Kinan berusaha menenangkan Aksa dalam dekapannya. "Jangan khawatir, kami akan mengurusnya. Kamu tidak akan masuk penjara."
"Memang apalagi yang bisa kita lakukan?" kata Yohan dengan wajah muak. "Tidak ada lagi yang bisa kita lakukan, Kinan! Mereka memiliki bukti rekaman CCTV lalu lintas."
"Apa kamu mendengar itu, bodoh?!" Yohannes mengalihkan perhatiannya ke Aksa. "Kamu sudah tamat! Kami tidak akan bisa lagi melindungimu. Dan tidak hanya kamu harus menanggungnya, tapi aku juga! Dasar bajingan!"
Alih-alih mendengarkan ayah dan ibunya, Aksa tampak tenggelam dalam badai depresinya sendiri.
"Dia koma..." hanya itu gumaman Aksa. Dia meringkuk lebih dekat dengan dirinya sendiri. "Karena aku, dia koma."
Kinan langsung panik saat Aksa mulai menyakiti dirinya sendiri. "Kamu harus tenang! Jangan seperti ini." Kemudian dia menoleh ke suaminya. "Yohan, lakukan sesuatu!"
"Kau urus saja anak gila itu!" Johannes menatapnya dengan malas. "Aku benar-benar tidak peduli lagi."
Yohannes memilih untuk meninggalkan tempat pengap itu. Sementara Kinan hanya menghela napas lelah melihat sikap suaminya yang selalu seperti itu.
To be Continued .
KAMU SEDANG MEMBACA
BREATHLESS [Remake]
Roman d'amour"Cause you are my breathless." --Breathless-- *** Memiliki kekasih dengan kepossesifan tingkat neraka, membuat hidup yang sudah Cessa tata sedemikian rupa menjadi kacau tak karuan. Ini tentang toxic relationship seorang Aksa Mahatma pada Princessa...