55. Hospital (2)

560 74 21
                                    

Anthony Joseph sampai di rumah sakit beberapa jam setelah mendapat kabar mengenai kecelakaan yang dialami Cessa dan Eagan.

Suara ketukan tongkat menggema di sepanjang lorong menuju ruangan tempat Cessa mendapatkan penanganan.

Suara tersebut menarik perhatian Dewa dan Diaz, mereka segera menoleh dan mendapati kakek Anthony melangkah cepat diikuti beberapa pengawalnya menuju ke arah mereka.

"Kakek," sapa Xadewa begitu Anthony sampai di hadapannya.

"Apa yang terjadi, Xadewa?"

Anthony menatap khawatir Dewa terlihat sangat kacau. Noda darah Cessa menghiasi kemejanya yang kini kusut dan berantakan.

Rasa cemas terlihat jelas di wajah keriput Anthony. Pria tua itu tampak sangat mengkhawatirkan cucu perempuan kesayangannya.

"Aksa Mahatma."

Tatapan Dewa menurun saat menyebut nama itu. Kedua tangannya mengepal kuat, ia yakin jika ia melihat wajah Aksa saat ini ia pasti akan kehilangan akal dan membunuhnya dengan tangannya sendiri.

"Jika terjadi sesuatu yang buruk pada cucu kesayanganku, aku pastikan pria muda itu bahkan takkan bisa bernapas dengan tenang!"

Anthony pun tak kalah geramnya. Ia bersumpah akan membuat Aksa membayar dengan nyawanya, tidak peduli sekali pun ia harus berurusan dengan ayah Aksa yang tak kalah gilanya, Yohannes Arthur Khaera.

Tiba-tiba seorang perawat keluar dari ruangan tempat Cessa mendapatkan penanganan.

Ekspresi wajahnya tampak panik, ia berlari ke arah stasiun perawat lalu dua dokter serta beberapa perawat bergerombol memasuki ruangan tempat Cessa mendapat perawatan.

Xadewa refleks menahan lengan perawat yang berada di barisan paling akhir hendak meminta penjelasan.

"Suster, tolong katakan apa yang terjadi?"

"Pasien mengalami kejang."

Dewa mengusap wajahnya kasar, berbagai macam kemungkinan terburuk mulai membayangi dan itu membuat kepalanya nyaris pecah.

"Kalau begitu saya permisi, saya harus membantu di dalam, biar nanti dokter yang menjelaskan segalanya."

Semuanya menunggu dengan khawatir. Hingga akhirnya dokter pun keluar dari ruangan tersebut.

"Dokter, bagaimana keadaan cucu saya?"  Tanya Anthony.

"Apakah Anda wali pasien?" tanya dokter berkacamata tersebut.

Anthony mengangguk pelan. "Ya, saya kakeknya."

"Luka luarnya memang tidak terlalu parah, namun saya khawatir ada cedera atau luka di dalam, jadi kami langsung melakukan CT Scan lengkap mengingat seberapa parah kecelakaan yang dialaminya..."

Dokter tersebut menghela napas sejenak lalu kembali berkata. "Hasil CT Scan sudah keluar, dan benar saja, terjadi pendarahan di otak yang menyebabkan pasien mengalami kejang beberapa saat lalu. Operasi harus segera dilakukan. Kami akan meminta anda menandatangani surat persetujuan."

"Lakukan apapun yang terbaik untuk cucu perempuan saya."

Wajah keriput Anthony tampak shock, bahkan tangannya yang bertumpu pada tongkat terlihat gemetar. Pria tua itu pun mengikuti salah seorang sustet ke bagian administrasi untuk mengurus semua berkas.

Xadewa hanya terdiam di tempat. Langit terasa hancur menimpa tepat di kepalanya. Tubuhnya ambruk ke lantai. Ia merasa jantungnya nyaris berhenti begitu mendengar penjelasan dokter mengenai kondisi adik perempuannya.

"Lo harus kuat demi Cessa." Diaz mencoba memberi dukungan saat melihat bagaimana hancurnya Xadewa.

"Diaz, gue nggak bakalan bisa hidup lagi kalo terjadi sesuatu yang buruk sama dia."

"Wa, lo harus tenang! Princessa itu gadis yang kuat. Gue yakin dia pasti bisa ngelewatin segalanya."

Ditengah segala kekalutan itu, tanpa mereka sadari, ada seseorang yang sejak tadi memerhatikan dari kejauhan dan mendengarkan segalanya.

Ia pun pergi menjauh dari sana. Langkahnya terlihat seolah dunia yang ia pijak telah hancur, tatapannya kosong, kupluk hoodie yang menutupi seluruh kepalanya membuat orang-orang tak bisa melihat bagaimana ekspresi sang pemilik wajah.

"Semua karena gue ..."

Aksa menunduk menatap kedua telapak tangannya yang gemetar, ia tahu semua yang terjadi pada Cessa saat ini adalah karena dirinya.

"Semua yang terjadi sama dia gara-gara gue."

Serangan panik mulai menguasainya. Ia bergegas berlari ke area parkir dan masuk ke mobilnya.

Seluruh tubuh Aksa gemetar. Jantungnya berdebar hebat, bahkan sesak napas mulai ia rasakan.

"Bodoh! Apa yang udah gue lakuin!"

Dua tangannya yang gemetar mulai memukuli dirinya sendiri. Isi kepalanya dipenuhi segala hal tentang Cessa, hingga wajah Cessa yang dipenuhi darah saat kecelakaan tadi mulai memenuhi kepalanya.

Aksa mulai hilang kendali. Ia membenturkan kepalanya ke setir kemudi, ditengah rasa sesak di dada dan jantung yang berdebar hebat. Keringat dingin pun mulai bercucuran, ia pun mencari obat-obatan yang biasa ia konsumsi dan selalu ia simpan di dashboard mobilnya.

Dengan tangannya yang gemetar ia membuka botol obat tersebut.

"Sial! Obatnya habis." Dengan kesal Aksa melempar botol obatnya.

Berbagai ketakutan mulai memenuhi kepalanya. Aksa semakin gelisah, bahkan rasa pusing yang hebat mulai menderanya.

"Ini semua gara-gara lo, Aksa! Ini semua karena lo!" Ia mulai meracau tak jelas.

"Cessa akan mati, dan itu semua karena lo, berengsek!"

Aksa semakin hilang kendali.

"Argh! Bodoh! Harusnya Eagan aja yang celaka! Kenapa harus dia juga!"

Berbagai ketakutan berlebihan menguasai hati dan kepalanya. Membuat emosinya semakin tak terkendali. Hal tersebut tentu membuat kondisi psikisnya semakin memburuk.

"Princess, maafkan aku. Maafkan aku."

Aksa mulai menyalahkan dirinya sendiri. Tentu saja, semua memang karena kesalahannya. Jika saja emosinya tak hilang kendali dan mencelakai mobil Eagan di jalanan, semua ini takkan terjadi.

To be continued.

🦋🦋🦋

Aksa kan ceritanya sakit mental cuy, jd gosah heran kalo sikapnya gak logic. Cara dia mikir aja udh gak masuk di akal✌️😂

BREATHLESS [Remake]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang