Vista Leo
*****************
Lama aku menunggu sampai memastikan bahwa Lisha sudah masuk ke rumahnya, baru aku menghampiri rumah itu
Dan aku menyadari sesuatu.
"Ini rumahnya?"
Rumah kecil persegi yang hanya dibangun oleh kayu dan beberapa semen, dan genteng yang kupikir sebulan sekali harus di cek, agar tidak bocor, Lisha tinggal di tempat yang seperti ini? Orang secantiknya? Aku hanya bisa menegak ludahku setelah mencoba mengucek ngucek mata dan melihat ulang rumah ini lagi dengan jelas, aku tidak salah tempat, parkiran kecil di depan rumah itu sudah tersangkut motor Lisha yang dengan jelas tadi kuingat plat nomornya.
Sesaat aku langsung mengingat semua perkataan Vincent tentang mengapa dia bisa memutuskan Lisha, 'Jadi ini yang dia maksud latar belakangnya yang belum aku ketahui?' batinku.
'Lisha, miskin?'
Aku mencoba merangkai lagi semua kata kata yang sudah Vincent ucapkan, dan semua berlabuh kepada ucapan Vincent tentang harga dirinya di mata papih jika ia masih bertahan dengan Lisha.
Dan seketika akupun termenung, sekarang semuanya menjadi jelas.
Menjadi logis jika Vincent akan berpikir Papih akan menganggapnya anak sampah, jika ia yang sudah menghasilkan banyak trophy olahraga saja masih tidak di anggap oleh Papih, apalagi jika ia menikah dengan perempuan yang tidak mempunyai latar belakang yang baik, dan terpandang pastinya, itu akan semakin merendahkan derajat Vincent di mata Papih.
Tak sadar aku sudah mengeraskan kepalan tanganku di bawah, bahkan sampai kuku ku sedikit merobek kulit telapak tanganku.
'Ayah sialan, Vincent jadi harus menderita seperti ini, hanya karena ingin melihat Papih sialannya bangga padanya, kenapa kau selalu saja merusak segalanya.'
Tapi untung tusukan itu tidak menusuk lebih dalam lagi karena datang seorang bapak bapak mendorong gerobak yang membuyarkan lamunanku, ia terlihat memasukkan gerobak itu ke rumah Lisha, dan memarkirkannya tepat di sebelah motor Lisha.
"Kehilangan arah nak?" tanyanya lembut dengan senyuman tulus yang baru pertama kali kulihat dari seorang lelaki berumur.
"Iya," jawabku tak sadar, karena masih harus mengubah haluan lamunan ku tadi.
"Oh, mau kemana?" tanya nya lagi.
"Ah, tidak pak, terimakasih, sekarang saya sudah tahu apa yang harus saya lakukan," ucapku dengan senyuman juga.
"Oh bagus lah."
"Ya sudah pa, terimakasih sudah menyapa," ucapku sambil ingin berlalu dari pandangan bapak tersebut.
"Eh, tunggu dulu," panggilnya menahanku, lalu mengambil sesuatu dari gerobaknya.
"Ini ada sisa dari jualan bapa tadi, tapi bukan bekas, masih baru masak juga, tadinya buat orang rumah, tapi sepertinya kamu tersesat dan belum makan kan? Ini jangan sungkan," katanya sambil menyodorkan bungkusan nasi goreng padaku.
Aku yang speechless dengan perlakuan bapak tersebut, hanya bisa menerima dan menatap bungkusan tersebut, dan kembali menatap wajah bapak tersebut yang lusuh lengkap dengan keringat yang terlihat sudah mengering, "Terimakasih banyak pa." Hanya itu yang bisa kuucapkan.
Bapa itu mengangguk, "Ya sudah, daripada makin larut, mending kamu segera pulang," ucapnya yang masih belum lepas dengan senyuman yang terus menempel di bibirnya.
Aku pun berbalik badan dan menghampiri ojek yang masih menungguku, lalu pergi menuju mobil ku yang masih tertinggal di restoran.
Diperjalanan terbesit pikiran dalam benakku saatku melihat nasi goreng yang diberikan bapa tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vista [Selesai!!!]
रोमांसMenjual tubuh adalah satu satunya cara untuk Lisha memenuhi kebutuhan dan keinginan berfoya foyanya di kampus, hanya itu yang bisa ia lakukan semenjak kabur dari keluarganya yang ingin menjodohkannya kepada laki laki yang ia benci. Bukan hanya perjo...