Vista Leo: CEO of Hartanto Group

54 4 0
                                    

Vista Leo

****************

"Welcome to Paris Charles de Gaulle Airport," Ucap seseorang dari universal speaker bandara Paris yang kami pijaki sekarang.

Aku, Lisha, Simon, Vincent, Papih, dan Mommy bersama pergi ke Paris, dengan tujuan berlibur, namun Keluarga ku sudah ku instruksi kan untuk tidak membuka mulut jika tujuan kami ke paris ini adalah berlibur pada Lisha dan Simon, karena yang mereka tahu adalah aku yang ingin berkompetisi disini.

Kamipun naik mobil mewah yang sengaja di sewa oleh Papih untuk kendaraan pribadi kami selama disini.

Melihat Lisha dan Simon yang sangat menikmati pemandangan Paris dari belakang jendela mobil sangat membuatku bahagia, apalagi melihat Lisha yang begitu Specchless melihat lihat pemandangan di kota paris ini yang penuh dengan lampu lampu hangat.

Setelah sekitar sejam, kamipun akhirnya sampai ke Villa tempat langganan Papih di Paris ini, karena seingatku Papih pun pernah mengajak kami ke Paris saat kami masih kecil dulu, dan ini masih menjadi Villa yang sama yang kami tempati.

Setelah mobil terparkir, aku menyadari jika Lisha buru buru membuka pintu mobil, dan langsung ke arah bagasi untuk mengambil kopernya.

Aku hanya bisa tersenyum dan terkekeh, 'Sebegitu gak enaknya kamu Lish,' pikirku setelah Lisha memberitahuku jika ia tak enak pada keluargaku jika terus menerus di bantu olehku di bandara tadi.

Setelah itu, tiba tiba saja Mommy juga turun dan menggaet Lisha untuk berjalan bersamanya, sedangkan Papih berjalan mengekorinya di belakang sambil membawa koper

Aku hanya bisa geleng geleng kepala, "Pasti ngomong yang aneh aneh ni Mommy."

Lalu Simon pun turun dan menurunkan kopernya lalu pergi menyusul kakanya.

Akupun turun dari mobil, dan hendak mengambil koperku juga di bagasi mobil, namun Vincent sudah menungguku disana.

"Le," panggilnya.

"Gak mau masuk lu?" tanyaku santai.

"Le gw mau ngobrol sama Lisha," ucapnya langsung tanpa basa basi, "berdua," lanjutnya.

Jelas aku kaget dan membulatkan mataku, lalu memandang bingung ke arah Vincent, menuntut penjelasan padanya, "Buat apa?" tanyaku.

Dia menggelengkan kepalanya sedikit, "Gw gak bisa kaya gini terus, gw harus klarifikasi semuanya ke Lisha," ucapnya.

Aku hanya bisa ber oh ria, "Okey kalau itu mau lu, tapi malem ini gw niatnya mau jalan sama Lisha dulu," terangku.

"Oh, tadinya gw mau malam ini sih, tapi yah gak apa apa lah, masih ada bes—"

"Sebentar doang lah paling sejam dua jam, setelah itu lu bisa ngobrol sama Lisha," Potongku, "Itupun kalau dia mau," ucapku lalu berlalu meninggalkan Vincent.

"Le," panggilnya dari belakangku, akupun membalikkan badanku, "Lu gak cemburu?" tanyanya.

Akupun terkekeh ketawa, "Buat apa? emang lu mau deketin dia lagi?" tanyaku.

Diapun ikut terkekeh, "Engga sih," ucapnya, "Btw thanks Le," lanjutnya.

Aku mengangguk, "Ya, mulai sekarang lu harus anggep dia adik lu, dia butuh sosok abang yang udah lama hilang," jelasku.

"Sip," ucapnya sambil mengangkat jempolnya.

"Ya udah ayo masuk," ajakku.

Kamipun masuk ke dalam, dan di dalam kami memilih kamar masing masing, kamarku berada tepat di seberang Lisha, walau jauh, dan di sebelah kamar Lisha adalah kamar Simon, kamar Vincent masih satu lantai dengan kami, hanya saja agak berjauhan dari kami.

Vista [Selesai!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang