Vista Lisha: Pulang

35 4 0
                                    


Vista Lisha

*******************

Pelukan hangat itu langsung kudapatkan setelah beberapa saat pintu rumah yang sangat besar lengkap dengan ukiran kayu yang menjadi hiasan di frame pintu itu terbuka, aku langsung berhambur ke tubuh kecil nan lembut itu setelah tangannya terbuka lebar saat melihatku anaknya di hadapannya.

Pelukan yang sangat erat itu berlangsung hening beberapa saat, dengan isakan dari kami berdua yang mengiringi momen haru itu, momen haru dimana akhirnya bertemu anak dan ibunya yang sudah tidak berjumpa.

Aku melepas pelukan mamah dan menatapnya dalam.

"Hiks, Hiks, Mah, kangen," isakku.

"Mama juga Lish, Mama bakal selalu nunggu kamu disini, Papah udah cape nyari kamu kemana mana, tapi papah ngeyakinin Mama kalau kamu sudah dewasa buat jaga diri sendiri dan Simon, kamu sehat kan?" tanya mamah sendu.

"Sehat mah, mamah sehat kan?" tanyaku balik.

"Iya, mamah masih sama kaya mamah kamu 3 tahun yang lalu," terangnya sambil kembali memelukku lagi, tapi setelah pandangan Mama menghadap ke belakang punggungku, aku merasakan jika ada sedikit getaran kaget dari tubuh Mama.

"Simon?" kaget Mama saat melihat Simon yang sekarang sedang mengangkat angkat barang kami, "Ini Simon kan?" tanya Mama padaku, aku mengangguk pelan, "Astaga Mama pangling, kalian udah pada besar sekarang," Mama pun membuka lengan kanannya, membuka ruang untuk Simon bergabung dengan pelukan kami.

Simon pun berlari cepat dan kamipun berpelukan bersama.

Momen haru yang sangat menguras emosional, yang hanya akan diberikan oleh seorang ibu, ibu yang memiliki ikatan darah, batin, dan perasaan yang kuat dengan anak anaknya, momen yang kapanpun tak akan pernah aku dapatkan di bandung.

Air mataku tak berhentinya keluar di dalam pelukan kami, melepaskan segala rindu yang selama ini membelenggu.

Tidak berhenti disana, tiba tiba aku merasakan bahwa ada seorang lagi yang ikut bersama ke dalam pelukan kami bertiga, dengan badannya yang tegas dan kasar, tangannya mulai merengkuh kami bertiga, memberikan sensasi hangat tersendiri padaku, dan kupikir pada semuanya.

Aku melirik sebentar ke arah siapa yang ikut memeluk kami.

Itu Papa.

Suasana yang tadinya haru dan sedih, sekarang malah menjadi canggung dan hening, tak ada dari siapapun yang ingin membuka suara, sampai Papa membuka pelukannya, dan kamipun melepaskan pelukan kami bertiga.

Jujur aku masih tak mau untuk menunjukkan wajahku pada Papa, tapi satu sisipun aku sangat membutuhkan sosok Mama untuk menenangkanku, seperti yang biasa Mama lakukan saat dulu jika aku sedang ada masalah.

Selama ini masalah yang ku hadapi selalu ku selesaikan sendiri, karena hubunganku dengan Mama selalu terhalang oleh permusuhan antara aku dan Papa, tapi masalah yang sekarang kutemui begitu berat untuk ku pendam sendiri, aku membutuhkan seorang ibu, yang lebih mengerti aku dibanding orang lain, yang bisa dengan mudah kapan saja menenangkanku.

Aku hanya bisa menunduk, tak ingin menampakkan mukaku ke hadapan Papa, akupun tak menyangka jika Papah sudah ada di rumah jam segini, biasanya ia hanya akan pulang larut malam jika itu hari kerja, bahkan ia bisa menginap di kantornya.

Sebelumnya aku punya rencana untuk hanya akan bertemu dengan Mama, dan akan mengunci kamarku jika sudah melihat tanda tanda Papa sudah pulang, dan akan terus mengunci kamarku, walaupun Papa terus berteriak di depan pintu kamar, tapi rencana itu seakan runtuh, karena sekarang di hadapanku sudah ada sosok yang selama ini aku hindari.

Vista [Selesai!!!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang