3 bulan kemudian...
Dira baru bangun dari tidurnya, ia melihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi. Tidak biasanya ia bangun sesiang ini, biasanya jam 4 saja ia sudah bangun.
Dira mencoba untuk bangkit dari tidurnya ia harus membantu ibunya memasak, ia pun turun dari ranjang dengan perlahan.
Kehamilannya saat ini sudah menginjak usia 18 minggu. Pada saat ia periksa ke bidan tiga bulan ya lalu ibu bidannya bilang ia hamil 6 minggu dan setelah cek up pertamanya itu Dira tidak pernah lagi periksa ke bidan jadi ia hanya mengira-ngira saja usianys segitu.
Dira memang masih berada di desa, ia belum pergi ke kota niatnya ia akan pergi saat kehamilannya sudah menginjak 5 bulan. Dira merasa masih begitu berat untuk meninggalkan kedua orangtuanya di desa sendirian.
Selama tiga bulan ini Dira bekerja di toko milik budhe nya yang dulu di tawari oleh ibunya. Selama tiga bulan itu dirinya mendapat gaji sebesar 9 juta yang niatnya untuk uang sakunya ke kota. Tapi saat ini hanya tinggal gaji terakhir saja yang masih tersisa sebesar 3 juta dan ia akan berikan kepada orangtuanya sebesar 2 juta rupiah sedangkan sisanya ia simpan untuk bekalnya ke kota. Entahlah, itu cukup atau tidak untuk biaya hidup di kota tapi ia bisa mencari pekerjaan di sana, semoga saja ada orang yang mau menerimanya berkerja dengan kondisinya yang tengah hamil.
Dira keluar dari kamar mandi dengan mengenakan daster khusus ibu hamil, waktu kehamilannya usia tiga bulan Dira merasa perutnya tidak terlalu besar dan dia bisa menyembunyikannya dengan baju yang longgar-longgar tapi saat kehamilannya menginjak usia 4 bulan lebih kehamilan semakin bertambah besar seperti usia 6 bulan sepertinya anaknya tumbuh besar di dalam perutnya.
Dira menghampiri ibunya yang tengah membuat teh hangat di dapur.
"Ibu, itu teh buat ayah, kan?"tanya Dira.
"Iya nak,"jawab Santi.
"Biar Dira yang antar Bu." Ibu Dira mengangguk dan menyerahkan gelas berisi teh hangat itu kepada Dira.
"Hati-hati Ra, jalannya jangan cepat-cepat,"nasihat ibu Dira.
"Iya Bu."balas Dira sambil berjalan menuju ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu.
"Ayah ini teh nya yah,"ucap Dira sembari meletakan gelasnya di atas meja.
"Kenapa kamu belum pergi juga?"tanya Damar tanpa melihat Dira. Yah, selama ini Damar masih marah padanya, dia masih bersikap dingin pada Dira, bahkan untuk melihat wajah anaknya saja ia merasa enggan. Sebenarnya Damar merasa tak tega menyuruh Dira untuk pergi dalam kondisi hamil tapi ia malu dengan warga sekitar apalagi dengan statusnya yang merupakan RT di sini.
"Ayah tenang saja aku sebentar lagi akan merantau ke kota, jadi ayah tidak perlu cemas lagi,"jawab Dira sambil tersenyum kecut.
"Baguslah kalau begitu,"ucap Damar.
"Ya sudah Dira ke dapur dulu ya yah."Dira kemudian berlenggang pergi meninggalkan Damar dan menyusul ibunya kembali.
___
Sore harinya Dira tengah berada di dalam kamarnya, ia melihat jam baru pukul 2 sore dan waktu seperti ini digunakan oleh Dira untuk bersantai dengan membaca novel kesukaannya yang ia pinjam dari temannya Fanny. Ia sudah berhenti bekerja di toko budhenya karena kehamilannya yang sudah besar dan tidak bisa ditutupi lagi jadi ia memilih di rumah saja, waktu masih bekerja jam segini pasti ia masih sangat sibuk melayani pembeli di toko budhenya.
Dira tidak memiliki ponsel jadi jika bosan hanya dengan membaca buku untuk mengobati rasa bosanya.
Dira menutup bukunya dan menaruhnya di bantal sampingnya. Wanita itu kemudian mengelus perut buncitnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hamil Anak Tuan Ku ✓
RomanceAcara kelulusan sekolah membawa masalah dalam kehidupan Dira. Mulai dari di perko*a oleh orang tak di kenal hingga hamil di luar nikah. Untuk menutup aib keluarganya, Dira pergi ke kota untuk merantau. Di sana Dira bertemu dengan seorang pria tamp...