7. MENGENAL LEBIH DEKAT

11K 1K 16
                                    

Pelaminan, catering makanan, kursi undangan, meja terima tamu, souvenir, sudah tertata rapi. Ibu yang pagi ini sudah cantik dengan baju atasan kebaya warna hijau lumut dan bawahan batik Kawung, selesai  mengecek satu persatu persiapan acara. Setelahnya Ibu menghampiri Sukma yang sedang sarapan di meja makan.

“ Sukma, mbakmu belum selesai dirias?

“ Kayaknya sebentar lagi selesai deh buk, tadi pas Sukma ke kamarnya mbak udah tinggal pasang jilbabnya saja sih.”

“ Yaudah ibu lihat dulu, kamu selesai sarapan langsung ke meja souvenir ya, tadi ibu lihat cuma Tika aja yang udah siap disana.” kata ibu yang kemudian naik ke lantai dua.

“ Masyaa Allah...cantiknya anak Ibu.” puji ibu padaku begitu masuk kamar dan melihat penampilanku yang memakai gamis dress warna hijau muda dengan warna jilbab senada.

“ Aku tersenyum “ makasih buk, tapi kenapa sih buk harus dirias segala kalau cuma terima tamu aja kan Devi bisa dandan sendiri.”

“ Budhe Lastri maunya gitu, katanya yang jaga souvenir dan terima tamu harus dirias. Ibu sih nurut aja, kan semua yang nyiapin budhe mulai dari dress seragam yang kamu pakai sampai periasnya.” tutur ibu panjang lebar.

Yowes kamu turun sarapan dulu, selesai sarapan langsung ke meja tamu ya sebentar lagi rombongan pengantin dan pengiringnya datang. Ibu mau ngecek bagian catering.” tuturnya lagi lalu melangkah ke luar dari kamarku.

Sesudah menyelesaikan sarapan aku langsung bersiap di meja terima tamu, karena rombongan mas Firman dan mbak Wina beserta pengiring akan tiba itu artinya acara Ngunduh Mantu segera dimulai. Budhe Lastri memang menyelenggarakan acara Ngunduh Mantu seminggu setelah acara akad dan resepsi dari pihak mbak Wina. 

Budhe Lastri tidak menyewa gedung, karena memang acaranya sederhana hanya mengundang keluarga besar, kerabat dan para tetangga, jadi acara bertempat di sepanjang gang rumah kami. Beruntungnya pihak WO mampu menyulap gang kami menjadi tempat perhelatan pesta mewah layaknya di gedung. Sederhana tapi mewah begitulah kesannya.

Rombongan pengantin dan pengiring telah sampai, acara pembukaan dan sambutan pun dimulai. Aku duduk di meja terima tamu bersama Qiya sepupuku, di sebelah kami ada meja souvenir yang dijaga oleh Sukma dan Tika. Kami berempat duduk memperhatikan sambutan yang bawakan oleh Paklik Haris. Tak lama kurasakan tempat duduk di sampingku bergeser. 

Aku menoleh ke kiri mataku membulat mendapati siapa yang baru saja duduk di sampingku.

“ Mas Ferdy, ngapain disini?” tanyaku heran. Mataku memindai tampilannya yang memakai kemeja batik Parang berlengan panjang.

“ Duduk.” jawabnya santai lalu menyandarkan punggung.

Aku memutar bola mata jengah “ iya Devi lihat mas lagi duduk, maksudnya ngapain ada disini mas diundang?” 

“ Saya diminta kesini sama Tito jadi saya anggap itu undangan.” jawabnya datar.

“ Ya kalau gitu jangan duduk disini, tempat duduk undangan ada di dalam.” kataku menunjuk kearah kursi undangan.

 Mas Ferdy sedikit memiringkan badannya kearahku lalu menatapku tajam “ terserah saya dong mau duduk dimana, saya pengennya duduk disini, kenapa ada masalah?” 

“ iyain biar cepet, terserah mas aja.” jawabku singkat. Mengakhiri pembicaraan kami.

Bisa - bisa aku kena darah tinggi kalau kelamaan ngobrol sama mas Ferdy, udah mukanya datar, irit ngomong, nyebelin pula.  Jadi kasian yang jadi istrinya. 

“ Siapa mbak?” tanya Qiya lirih sambil melirik kearah mas Ferdy.

" Temanya mas Tito."

" Pacarmu mbak?" tanyanya lagi.

MENIKAHI DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang