32. NYINYIRAN LAGI

7.1K 834 50
                                    

Haiii.. Aku hadir lagi nih👋🤗

Aku mau ngucapin terimakasih untuk semuanya yang sudah mendoakan kesembuhan ibu dan adikku.

Alhamdulillah ibu dan adikku sudah sembuh, masa isomanya juga sudah berakhir. ☺🤗❤

Semoga doa baik teman-teman semua di balas dengan jutaan kebaikan dan nikmat dari Allah SWT. Aamiin.

Terimakasih ❤

Selamat membaca🤗❤

🍁🍁🍁🍁🍁

“Udah siap kan nduk?” tanya ibu dari balik pintu kamarku.

Aku menoleh menatap ibu yang berdiri di ambang pintu kamarku kemudian tersenyum pada Ibu.  “Udah kok bu, Devi udah selesai.” Mematut di depan cermin kupastikan sekali lagi tampilanku sudah rapi. Aku memakai gamis berwarna dusty pink dengan warna jilbab yang senada.

“Yowes ayo turun semuanya juga udah siap, tinggal nunggu kamu aja terus kita semua berangkat.” ajak Ibu yang kemudian turun terlebih dulu. Selepas maghrib malam ini kami semua sekeluarga, beserta Pakdhe, Budhe, mas Tito dan Mas Radit akan bersilaturahim ke rumah mas Ferdy membicarakan perihal tanggal pernikahan kami berdua.

Di daerah tempatku tinggal hal ini biasa disebut ‘Mbalekne Lamaran’ yang artinya adalah mengembalikan lamaran. Bukan berarti menolak lamaran ya, tapi lebih kepada pihak perempuan memberikan jawaban sekaligus membawa tanggal pernikahan. Jadi kalau keluarga pihak laki-laki datang ke rumah pihak perempuan dengan membawa lamaran, maka keluarga pihak perempuan datang ke rumah pihak laki-laki dengan membawa tanggal pernikahan. Karena memang yang menentukan tanggal pernikahan adalah pihak perempuan.

Rombongan keluargaku yang berjumlah tiga mobil mulai berangkat menuju rumah mas Ferdy. Setelah 20 menit perjalan akhirnya kami semua sampai di rumah mas Ferdy. Aku, istrinya mas Tito, istrinya mas Radit, dan beberapa Budhe ku mengambil hantaran yang ada di bagasi kemudian membawanya untuk di serahkan kepada tantenya mas Ferdy dan beberapa asisten rumah tangga mama Niken yang kemudian di bawa masuk kedalam lewat garasi. Selanjutnya aku menyusul masuk keluargaku lewat pintu ruang tamu.

Sudah bisa kutebak saat aku masuk ke dalam rumah mas Ferdy, bukan hanya mas Ferdy dan mama Niken dan keluarganya yang menyambutku tetapi juga dari calon putri kecilku Adelia. 

“Mamiiii.” teriaknya kegirangan saat melihatku masuk, dia berusaha turun dari pangkuan Bapak lalu berlari menghambur ke dalam pelukanku. Aku balas memeluknya kemudian mencium pipinya gemas.

“Adel sudah makan?” tanyaku saat aku sudah duduk dan Adel duduk di pangkuanku. Aku duduk di sofa ruang tengah tepat di samping lemari kaca berisi ornamen guci yang menjadi pembatas antara ruang tamu dan ruang tengah. Keluarga ku duduk di ruang tamu, mas Ferdy duduk di sebelah mama Niken yang juga ada di ruang tamu.

“cudah mami, mami cudah maem?” kali ini Adel balik bertanya dengan bahasanya yang masih cadel.

“Sudah dong. Adel tadi makannya habis enggak?”

“Habis dong mami. Habis bis.” jawab Adelia dengan ekspresi wajah yang lucu dan bibir di tipis-tipiskan ketika bilang habis bis.

“Pinter banget anak mami.” pujiku mengelus lembut rambutnya lalu menggesekkan hidung kami dan Adel tertawa kegelian. Mas Ferdy menatap interaksi kami berdua dari balik lemari kaca. Karena memang tempatku duduk dan tempat mas Ferdy duduk hanya dipisahkan oleh sebuah lemari kaca.

Basa-basi dan guyonan mengawali acara sudah berlalu. Kini Bapak mulai menyampaikan maksud kedatangan kami di rumah mas Ferdy. 

“Bu Niken maksud kedatangan saya dan keluarga ke sini selain untuk silaturahim juga untuk menyampaikan tentang tanggal pernikahan. Tiga bulan dari sekarang tepatnya di bulan kesebelas insyaAllah pernikahan Devi dan Ferdy akan di langsungkan. Apakah Bu Niken setuju?” ucap Bapak.

MENIKAHI DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang