11. AWAL PERJUANGAN

8.9K 872 16
                                    

Seminggu berlalu sejak pertemuan terakhirku di cafe dengan mas Ferdy, dan selama itu pula mas Ferdy nggak menghubungiku lagi. Agak aneh memang untuk orang yang ingin mengenal seseorang lebih dekat tapi jarang berkomunikasi. Awalnya akupun sempat merasa bingung, aku pikir mas Ferdy hanya ingin jahil kepadaku. Karena memang setahuku orang yang sedang melakukan pendekatan akan lebih sering menghubungi, ternyata untuk mas Ferdy itu gak berlaku.

Entah sejak kapan aku mulai menantikan kabar dari mas Ferdy, seperti malam ini aku bergelung di atas kasur sedari tadi memainkan ponsel berharap ada notifikasi dari Mas Ferdy. Berulang kali aku membuka ponsel dan membaca riwayat pesan yang pernah dikirim oleh mas Ferdy. Lucu memang dulu rasanya aku paling males kalau ada pesan masuk dari mas Ferdy, tapi sekarang semua itu berbalik aku mulai menunggu pesan darinya.

" Mbak, ada yang nyariin tuh." kata Sukma yang tiba-tiba masuk ke kamarku.

Aku menoleh " Siapa?" tanyaku.

"Itu loh mbak temannya mas Tito yang duda, mas Ferdy."

Mataku membeliak mulutku mengangga, aku langsung beranjak dari kasur dan menyambar jilbab instan yang tersampir di kursi. Lalu segera turun menuju ruang tamu. Sesampainya di ruang tamu aku melihat kedua orang tuaku dan mas Ferdy sedang mengobrol.

" Vi, ini loh ada nak Ferdy, ayo duduk sini." kata bapak saat melihatku lalu menepuk sofa di sebelah bapak.

" Sudah ada Devi, bapak sama ibu tinggal ya nak Ferdy." pamit bapak lalu berdiri mengajak ibu masuk. Aku sempat menoleh ke arah ibu, kulihat ibu mengangguk dan tersenyum tipis kepada mas Ferdy. Aku tahu betul ibu masih keberatan, tapi bagaimanapun ibu tetap tersenyum sebagai bentuk dari menghormati tamu.

Aku menoleh dan menatap mas Ferdy " mas baru aja datang atau udah lama?" tanyaku saat melihat secangkir teh yang tinggal setengah di depan mas Ferdy.

"Pindah ke teras aja yuk." ajaknya lalu beranjak ke teras tanpa menungguku.

" Jadi mas udah lama disini?" tanyaku lagi saat kami sudah duduk di teras.

"Lumayan, sekitar 1 jam yang lalu."

" Loh, berarti udah lama dong, kok aku gak dengar ya bel pintunya bunyi."

"Memang nggak pencet bel, saya nyampe sini pas bapak kamu ada di teras."

" Mas ngobrol apa aja sama bapak dan ibu selama itu?" tanyaku penasaran.

"Ngobrol biasa aja, kenalan, ngomongin peraturan menteri, pokoknya ngobrol santai lah. Bapak dan ibu kamu juga orangnya ramah seneng guyon."

Aku melongo "memangnya ngomongin tentang peraturan menteri itu termasuk obrolan santai ya." gumamku dalam hati.

" Masa 1 jam cuma ngobrol santai biasa aja, lagian mas ngapain sih tiba-tiba datang kesini?"

" Saya nggak bohong, kalau nggak percaya tanya aja sama bapak kamu. Lagipula saya kesini memang cuma ingin berkenalan sama orang tua kamu, memang orang tua kamu sudah tahu saya tapi hanya tahu sebatas saya temannya Tito. makannya saya ingin orang tua kamu bisa lebih jauh mengenal saya. Anggap saja ini permulaan perjuangan saya untuk mendapatkan restu orang tua kamu." tuturnya.

"Ya, tapi paling gak mas bisa ngasih tahu aku dulu kan, lagian mas ini kemana sih kok gak ada kabar. Biasanya orang yang lagi proses pendekatan kan suka tuh ngirim pesan atau telepon, ini mas malah ngilang." aku mengomel menumpahkan kekesalanku seminggu ini.

Mas Ferdy tersenyum tipis " kenapa kamu kangen sama saya?" tanyanya dengan nada menggoda.

Aku diam tak menjawab, hanya meliriknya dengan muka sewot.

" Devi, saya bukan anak remaja yang kalau pendekatan selalu telepon ataupun kirim pesan setiap jam. Saya ada kesibukan, kerja, lalu waktu bermain dengan Adelia. Bahkan saya kesini setelah tadi menemani Adelia bermain. Saya bukan tipe orang yang suka mengirim pesan setiap jam dan setiap hari, saya tipe orang yang kalau saya pengen ketemu seseorang yaudah langsung saya datengin atau kalau saya pengen mendengar suara seseorang ya langsung saya telepon. Seperti yang saya laukan malam ini saya kesini karena saya pengen ketemu, melihat wajah dan mendengar suara kamu." jelasnya sambil menatap lekat kearahku.

Aku mengalihkan tatapanku, membenahi posisi duduk, ucapannya yang terkahir sukses membuatku salah tingkah. "Bisa-bisanya ya nih duda dengan entengnya ngucapin kata-kata yang sweet kayak gitu. Dia gak mikir apa damagenya gimana buat jantung." Rutukku dalam hati sambl mengelus dada.

" Bro, melu nang warkop ngarep gak?" celetuk mas Tito dari garasi rumahnya yang ada di sebelah rumahku.
( Bro, ikut ke warung kopi depan nggak?)

Udah pernah aku bilang kan kalau rumahku masuk gang, nah rumahku dan rumah mas Tito ini sebelahan, garasi rumahnya nempel sama teras rumahku. Pokoknya rumahku dan keluarga besar dari bapakku itu ada di dalam gang, posisinya rumahnya berjejer dan berhadapan kayak di perumahan gitu. Gang rumahku juga nggak lebar banget, cuma bisa untuk lewat satu mobil. Makanya mobilku atau mobil saudaraku masuk gang harus langsung masuk garasi. Kalau ada tamu yang pakai mobil, mobilnya harus di parkir di pinggir jalan depan di dekat warung kopi.

" Melu bro, awakmu disik wae, aku nyusul." jawab mas Ferdy.
( ikut bro, kamu duluan aja aku nyusul.)

" oke." kata mas Tito lalu berjalan menuju warung kopi.

" Mas Tito." panggilku.

Mas Tito menghentikan langkah lalu berbalik menoleh kearahku " Apa?" tanyanya dengan tampang malas.

" Mas kemana aja aku cariin dari kemarin juga, ada yang mau aku tanyain." kataku.

" aku kerja lah, nganterin penumpang travel lagi rame. Kapan-kapan aja lah kalau kamu mau tanya lagi males aku lihat mukamu." jawabnya kemudian berlalu pergi.

Aku mengelus dada sambil menggelengkan kepala, sabaaarrr...punya saudara akhlaqless, kalau saja menjual saudara nggak dosa udah aku jual atau aku tukar tambah dengan kambing.

" Apa yang mau kamu tanyain ke Tito?" tanya mas Ferdy penasaran.

" Diih, kepo." jawabku.

" Saya nyusul Tito dulu ya." pamitnya kemudian beranjak.

Aku mengangguk, sebenarnya aku pengen bilang sehabis dari warung kopi kalau mau pulang WA aku ya. Tapi aku urungkan.

" Nanti saya WA kalau mau pulang, tapi kalau saya nggak lupa." katanya sambil terkekeh kemudian berlalu menuju warung kopi.

Aku mencebikkan bibir. " mendingan nggak usah sekalian." gumamku lirih.

Akupun masuk ke dalam rumah menutup dan mengunci pintu lalu melangkah menuju kamar. Tak lupa sholat isya dan memakai skincare malam lalu tidur.

Mas Ferdy :
Mas pulang dulu ya.

Bersambung.

Kediri, 5-3-2021
>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>>

Alhamdulillah bisa UP lagi...setelah ribet dengan data simulasi uji komptensi guru

Jangan lupa vote dan komen ya..😘

Terimakasih😘❤










MENIKAHI DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang