30. LAMARAN

8.6K 873 76
                                    

Pagi di hari Sabtu ini rumahku sudah sibuk dengan acara beres-beres rumah. Bapak terlihat sibuk berbenah merapikan barang yang perlu dirapikan. Ibu terlihat sibuk dengan sayuran dan bahan masakan yang lain. Iya, malam ini keluarga mas Ferdy mau datang silaturahim ke rumah.

“Buk, Devi bantuin nya nanti setelah ngajar ya. Devi nanti izin pulang cepat kok.” Ucapku pada ibu yang tengah mengupas bawang.

“Iya. nanti pulangnya sekalian kamu ambil kue pesanan ibu ya di toko langganan ibu.”

Nggeh buk. Devi berangkat ya buk,” aku berpamitan pada ibu tak lupa kucium tangan ibu.

Kulaksanakan kewajiban terhadap anak didik yang menjadi tanggung jawabku. Menyampaikan informasi, memberikan ilmu, melatih keterampilan, menanamkan kedisiplinan, mendidik anak menjadi pribadi yang berkarakter dan berbudi luhur sebagai bekal kelak di masa depan. 

Sesuai janjiku dengan ibu aku pulang lebih awal. Aku pulang di jam yang sama dengan muridku kelas 2.  Tak lupa pula kuambil kue pesanan ibu. Sesampainya di rumah aku langsung bergabung dengan keluarga dan saudaraku yang lain, membantu persiapan untuk acara nanti malam. 

“Udah selesai siap-siap nya nduk?” tanya ibu ketika masuk kamarku. Kemudian duduk di tepi ranjangku.

“Sampun buk.” jawabku yang baru saja selesai memasang jilbab di kepalaku. Malam ini aku mengenakan gamis warna biru muda dengan jilbab berwarna senada dengan gamisku. Aku bergabung dengan ibu duduk di tepi ranjang.

“Udah siap dilamar beneran nih?” ibu tersenyum menggoda ku.

“Di lamar? Ini kan cuma silaturahim aja buk.”

“Silaturahim bawa seluruh keluarga, apalagi coba namanya kalau bukan lamaran.”

“Masa sih buk, orang tante Niken bilangnya cuma mau silaturahim aja kok.” aku masih tidak percaya kalau malam ini aku bakal di lamar. Soalnya mas Ferdy sama sekali enggak ada membahas soal lamaran.

“Kalau ternyata nanti dilamar gimana?”

Aku tidak menjawab pertanyaan ibu, pikiranku sibuk memikirkan mungkin saja apa yang dibiliang sama ibu terjadi.

“Tapi ibu sih yakin nanti kamu bakal dilamar.” kata  ibu yang menatapku lalu terkekeh jahil.

“ Ferdy dan keluarganya udah sampai mana? Coba kamu telepon dia.” tanya ibu lagi.

“Udah di jalan kok buk, tadi pas mau berangkat mas Ferdy udah whatsapp aku.”

“Yaudah turun yuk, persiapan menyambut tamu.” ajak ibu yang kemudian beranjak keluar dari kamarku. Aku mengekori ibu ikut turun menuju ruang tamu.

“ Budhe Mia mbak Devi, rombongan keluarga mas Ferdy udah datang, tuh udah masuk gang lagi jalan ke sini.” ucap Qiya sepupuku yang baru saja masuk ke rumah untuk menyampaikan informasi.

“Oke Qi.” jawabku singkat.

Aku berdiri di teras berdampingan dengan kedua orang tua ku. Semua saudaraku juga ikut berkumpul di luar di sekitar teras rumahku.  Memang sudah menjadi tradisi jika ada salah satu keluarga sedang punya hajat atau acara, pasti keluarga yang lain ikut membantu bahkan tanpa diminta. Apalagi keluarga besarku berkumpul dan tinggal di satu gang yang sama. Dari teras rumahku bisa kulihat rombongan mas Ferdy berjalan menuju ke rumahku. Rombongan mas Ferdy terdiri dari keluarga inti yaitu mama nya, kakaknya beserta istri dan anaknya. Tak lama terdengar suara anak kecil berteriak memanggil bapak.

“Yangkuuuuung.” Adelia berlari ke arah bapak lalu memeluk kaki bapak. Bapak menunduk lalu mengangkat Adelia ke dalam gendongannya.

“Salamnya mana?” tanya bapak dengan gemas.

MENIKAHI DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang