37. RESEPSI

11.1K 1K 103
                                    

Hari sabtu keesokan harinya, dari pagi buta gang rumahku sudah terlihat sibuk dengan lalu lalang orang dari pihak WO dan catering. Untuk pernikahanku ini ibu memang tidak mau menyewa gedung. Beliau ingin resepsi diadakan dirumah saja supaya tetangga tidak perlu repot harus menuju gedung. Ibu meminta pihak WO untuk menyulap gang kecil rumahku seperti tampilan resepsi ala gedung.

Acara resepsi hari ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama mulai pukul 9 pagi sampai 1 siang. Sesi pagi dengan tamu undangan rekan kerjaku, rekan kerja mas Ferdy, dan juga rekan kerja dari bapak dan ibu. Acaranya sendiri nanti ada upacara panggih, dan beberapa prosesi adat jawa. Sedangkan yang untuk sesi kedua dimulai selepas maghrib sampai selesai dengan tamu undangan tetangga sekitar dan teman dan kerabat dekat, acaranya sendiri juga lebih santai.

Selepas subuh aku sudah mulai dirias oleh MUA kenalanku, mbak Fitri namanya. Keluarga besarku juga dirias oleh team dari mbak Fitri. Mbak Fitri sengaja mengajak beberapa MUA kenalannya untuk ikut di dalam team nya, karena memang semua keluarga besarku yang kubagikan seragam ikut dirias. Sedangkan grup gelud memilih memakai MUA lain karena enggak mau antri dan membuang waktu.

Masyaa Allah, ayu tenan manglingi.” puji bulik Rini yang masuk kamar rias ku yang ada di rumah utama.

“Ya Allah, iya loh. Enggak kayak mbak Devi biasanya yang slebor, ini anggun banget.” sahut Sukma yang juga ikut masuk mengekori bulik Rini. dan mengamati penampilanku.

“Enak aja ngatain aku slebor.” protesku tak terima. Kulihat Sukma juga sudah rapi dengan gaun seragam keluarga warna maroon dan riasan flawless yang membuat tampilannya seperti princess disney favoritnya.

“Udah ah, gak usah ribut udah pada cantik dan anggun gini. Sayang riasannya.” sela bulik Rini.

“Cocok banget kamu nduk pakai warna maroon.” sekali lagi bulik Rini memuji penampilanku yang memakai kebaya warna maroon dengan kombinasi warna emas. Tak lupa jilbab dan bebagai hiasan kepala melekat indah di kepalaku.

“Udah jam 8 lebih mbak Devi, yuk duduk di pelaminan sebentar lagi upacara Panggih dimulai. Rombongan mempelai pria juga udah tiba di pondokan, udah ganti baju dan di rias juga.” ucap mbak Fitri yang baru saja dapat info kalau pihak mas Ferdy udah sampai di pondokan. Pondokan di sini merupakan rumah singgah untuk keluarga dari pihak mempelai pria. Di pondokan ini keluarga mempelai pria bersiap dan menunggu untuk upacara panggih yang nantinya akan dilaksanakan.

Aku mengangguk lalu bersiap untuk keluar kamar.

Masyaa Allah, ayune.” puji Elly yang tiba-tiba masuk kamar diikuti rombongan grup gelud yang terlihat cantik paripurna dengan kebaya warna emas.

“Baru datang? Udah sarapan?” tanyaku.

“Udah. 

“Mau keluar?” tanya Mey.

“Iya mau mulai Panggih.”

“Yaudah yuk.” ajak Siwi. kemudian Mey dan Siwi berdiri di samping kiri dan kanan lalu mengapit lenganku membantuku berjalan, sedangkan Elly membantu memegangi ekor kebaya ku, dan Putri tentu saja tetap sibuk dengan kameranya yang merekam kami.

Aku udah duduk manis di pelaminan, bersiap untuk upacara panggih. Qiya dan Tika sebagai pager ayu dan juga pembawa kembar mayang juga sudah bersiap. Grup gelud juga sudah diposisinya membantu di meja penerima tamu karena undangan pada pagi hari ini adalah sebagian rekan kerja kami di dunia pendidikan yang juga dikenal oleh mereka.

“Mbak Devi, ayo berdiri upacara panggih mau mulai. Mbak-mbak yang bawa kembar mayang nya juga ambil kembar mayang nya lalu berdiri di samping kiri-kanan mbak Devi ya.” ucap mbak Fitri yang datang menghampiriku lalu membantuku bersiap. Mbak Fitri ini selain sebagai MUA juga sebagai pemandu upacara panggih.

MENIKAHI DUDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang