Part 29

113 8 1
                                    

Vote yaaaa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Vote yaaaa



* * * *

Tubuh Kenza merosot kebawah, saat melihat Arga dan adiknya sedang menangis. Jadi ia terlambat?

Kenza terlambat menyelamatkan nyawa seseorang? Apa lagi orang itu adalah Ibu Arga.

Kenza menatap kosong. Tak terasa air matanya bercucuran ke bawah. Pasti Arga sangat kecewa padanya, karna Kenza telat membawa uang tersebut.

Arga yang sadar ada Kenza di depan, ia langsung menghampirinya.

Kenza menunduk, ia menangis kencang.
"M-maafin gue Arga,  g-gua terlambat." lirih Kenza terbata-bata.

Arga menggeleng. "Ini udah takdir." Suara Arga begitu bergetar. Kenza sangat tau bahwa Arga sekarang lagi berusaha menahan tangisannya.

"I-ini salah gue." lirihnya lagi. Ia merasa sangat bersalah.

Kalo saja Kenza tidak telat, mungkin Ibunya Arga bakal selamat.

"Bukan salah kamu. Berhenti menyalahkan diri kamu sendiri." tegas Arga kepada Kenza.

Kenza menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia masih menyalahkan dirinya sendiri.

"Udah ya jangan nyalahin diri kamu, ini udah takdir." Arga menarik Kenza ke dalam pelukannya tanpa sadar, lalu mengusap punggung Kenza yang bergetar.


. . . . .


Jenazah Ibu Arga sudah dibawa ke TPU dan sekarang tinggal dikuburkan.

Arga tidak tega melihat adiknya yang sedang menangis kencang tanpa henti. Ia mencoba untuk menenangi adiknya.

"Sabar ya Dek, kita harus menerima semua ini." Arga memeluk Ganara erat.

Setelah Ganara sedikit tenang, Arga membantu menguburkan Ibunya. Ingin sekali air mata yang sedari tadi ditahan ia tumpahkan, tapi ia tidak mau memperlihatkan betapa rapuhnya ia. Arga harus kuat.

'Arga salah Bu, harusnya Ibu sekarang udah sembuh tapi karna aku gak punya uang jadinya ibu begini, maafin Arga Pak, Arga gagal menjaga Ibu.' batin Arga.

 . . . .

Ganara memeluk erat batu nisan yang bertuliskan Vena Maresha binti Toni Bagaskara Maresha.

Arga hanya bisa menangis dalam hati. Arga menepis kasar air mata yang turun membasahi pipinya.

Arga menyiramkan air dan bunga-bunga.

Setelah itu mereka berdoa dan pamit pulang.

Ganara tetap memeluk batu nisan Vena. Ia tidak mau pulang membuat Arga memijat pelipisnya.

Awan yang sudah berwarna abu-abu, dengan suara petir yang sangat kencang membuat Arga khawatir. "Ayok pulang Dek, dikit lagi bakal ujan." bujuk Arga namun Ganara menghiraukannya.

Ganara masih menangis sambil melontarkan isi hatinya.

Hati Arga seperti tertikam batu besar, ia sangat tidak tega kepada adiknya itu.

Arga berjongkok dan mengusap-ngusap kedua bahu Ganara.

Arga berusaha tegar walau ia rapuh.

Ditinggal orang yang mereka sayang, membuat Arga mempunyai kewajiban besar untuk menjaga Ganara selaku satu-satunya keluarga yang Arga miliki.

Kenapa Vena harus pergi secepat ini? Padahal Arga belom sempat meminta maaf dan berterima kasih serta membahagiakannya.

* * * *

Bahagiakan sebelum terlambat, bahagia tak melulu tentang materi. Lakukan dengan hal sederhana, seperti membuat mereka tertawa dan tersenyum.

-NAT-

Tin-13 ccahrwt

Jangan lupa 'tuk bahagia

Not Always Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang