Part 28

114 9 0
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



* * * *





Tangisan pilu mulai terdengar dalam ruangan UGD itu, kedua bahu gadis SMP naik turun dalam dekapan sang kakak.

Sang kakak berusaha tegar, menerima kepergian seseorang yang amat berarti baginya dan juga adiknya itu.

Kehilangan yang untuk kedua kalinya, membuat lelaki yang bernama Arga Syaputra itu sudah cukup mengenal arti dari keikhlasan.

Ya, Arga dan sang adik Ganara harus merasakan kembali ditinggalkan oleh orang yang berarti dalam hidup mereka. Setelah Ayah, kini sang Ibu pun menyusulnya.

Vena Maresha, ibu dari Arga dan Ganara itu dinyatakan meninggal setelah dilarikan ke rumah sakit satu hari  yang lalu. Akibat dari penyakit kanker darah yang sudah stadium akhir, membuat kondisi Vena semakin menurun dan akibat dari tidak ada biaya untuk operas, ibu dari Arga itu dinyatakan meninggal.

"Udah ya Dek, ibu pasti sedih kalau lihat kamu nangis terus." Arga mengusap bahu Ganara yang ada dalam dekapannya.

Di depan Arga dan juga Ganara, ada seseorang yang terbujur kaku dengan wajah pucat yang sudah tertutup kain putih.

"I-ibu Kak ... ibu ...." tangis Ganara semakin pilu serta pecah.

"Ibu jangan tinggalin Ganara, Ganara gamau ditinggal sama Ibu." Ganara melepaskan pelukan Arga, lalu berpindah memeluk ibunya yang sudah dibalut kain putih itu.

Arga pun sama sedihnya, seperti yang dirasakan Ganara. Namun ia berusaha untuk menguatkan, Arga tak ingin menangis di depan sang Adik. Kalau sama-sama menangis, siapa yang akan menguatkan? Itu pikir Arga.

Ada senyuman pada wajah pucat itu, entah mungkin Vena ingin mengisyaratkan pada kedua anaknya untuk jangan bersedih.

Tapi dalam lubuk hati Arga, ia semakin merasa bersalah. Kalau saja ia punya uang untuk biaya operasi, pasti ia tak akan kehilangan ibunya. Banyak kata 'kalau' dalam hati Arga.

Namun ada yang Arga lupa, bahwa kematian itu tidak bisa dicegah ataupun diprediksi kapan ia akan menjemput. Kematian itu sudah ada di tangan Allah.

* * * *

Seorang perempuan berseragam sekolah, berlari di koridor rumah sakit dengan tergesa-gesa.

"Duhh semoga aja keburu!" Di tangannya ada amplop berwarna coklat, serta tebal.

Semalam ia dikabarkan oleh sang Kakak bahwa karyawannya ada yang meminjam uang sebesar seratus juta untuk operasi sang ibu.

"Ruang apasih?!" Dengan terus berlari tanpa tentu arah, ia melihat ke kanan dan kiri mencari ruangan yang ia sendiri sudah melupakan namanya itu.

Kalau di pikir dengan pikiran yang dingin, tenang serta jernih, perempuan itu tidak usah susah-susah mencari ruangan di rumah sakit yang luas itu dengan melihat ruangannya satu-satu. Kalo ada cara yang lebih mudah yaitu dengan cara menanyakannya pada resepsionis pasti lebih mudah.

"Huh ... huh ... capet banget gue!" Perempuan itu berjongkok di depan ruang UGD, dengan napas tersengal-sengal. Keringat di pelipisnya ia usap, tenggorokannya rasanya sangat kering namun tak ada waktu untuk menyegarkannya saat ini.

~ ~ ~


Al-Fatihah untuk ibu Arga 🙏

ccahrwtTin-13

Note: Maaf banget kalau ada salah soal penyakit, tolong kasih tau ya soalnya kita masih perlu banyak belajar :"

😭😭😭

Not Always Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang