Tujuhbelas: dalam Fase membenci

3K 399 22
                                    



Happy Reading :)





"Bumi..."

"Gue pengen cerita..."

"Tapi Please, lo jangan bangun dan jangan ngedengerin cerita gue!"

"Gue butuh lo yang lagi tidur karena gue nekat cerita tentang hal ini."

Kieran mendesah pelan kemudian tertawa kecil. Merasa konyol dengan tindakannya sendiri yakni berbicara dengan orang yang tengah tertidur.

Tapi, memang sebenarnya Kieran butuh orang tidur untuk mendengar ceritanya agar rahasia yang ia katakan tetap tertutup rapat.

Lantas apa gunanya Kieran bercerita?

Entahlah!

Kieran hanya ingin melepaskan belenggu dari hatinya sedikit demi sedikit.
Belenggu yang membuat akhir akhir ini Kieran merasa sesak dan tidak nyaman.

Sejujurnya, sejauh ini belum ada yang mengetahui kalau Bumi sudah terbangun dari komanya.

"Gue suka sama seseorang!" Kieran berkata pelan sembari tersenyum tipis.

"Sayangnya, kayaknya gue enggak bisa dapetin orang yang gue suka!"

"Padahal apa kurangnya gue yaa? Haha, Gue ganteng, pinter, kaya, rajin bahkan badan gue bagus karena rajin olahraga!"

"Tapi, hemm... orang yang gue suka enggak bakal ngelirik gue!"

"Gue harus apa? Menyerah atau tetep ngelanjutin perjuangan gue yang ukh... kayaknya belum bisa disebut perjuangan karena gue enggak pernah ngapa-ngapain!"

"Gue terlalu pesimis, anjir...." Kieran kiri merutuki dirinya sendiri disela sela tawa mirisnya.


"Ck, Gue terlalu bodoh buat menyukai seorang Shaleta Amaryllis,"

"Gue terlalu bodoh karena menyukai adek kandung gue sendiri!"


Dalam tidurnya, Bumi hampir saja membuka matanya karena tersentak. Kieran tidak sadar, padahal sedari tadi Bumi mendengar semuanya.

Semua hal yang membuat Bumi hampir saja meninju wajah Kieran.

Sialan, Kieran si Bangsat itu,

****

Maudy kini sedang berada di rumah sakit. Menunggu Bara siuman dari pingsannya. Sebenarnya, Maudy sedikit cemas. Tidak semua dari Shaleta bisa ia kendalikan. Terkadang perasaan lembut dan tidak tegaan  Leta, tidak bisa Maudy kontrol.

Maudy takut nantinya, tiba-tiba saja, Jantungnya berdebar kencang karena laki-laki yang tengah tertidur ini. Laki-laki yang Leta sukai dengan tulus. Tapi di satu sisi, laki-laki yang dibenci Maudy sepenuh hati.

Maudy meremas jemarinya dan tersentak saat mata indah laki-laki di depannya mengerjap. Maudy refleks beranjak dan hendak pergi untuk memanggil dokter. Ah, Maudy hanya ingin pergi dan tidak ingin Bara melihat kehadirannya di sini.

Tapi, terlambat.

Bara sudah terlebih dulu menarik lengan Maudy. Jemari yang begitu lemah memegang pergelangan tangannya, mambuat Maudy tidak tega untuk melepaskan jemari itu.

Shit, Maudy akhirnya berbalik.

Mau tak mau, Maudy terpaksa berbalik. Hati nurani ini, bukan seutuhnya milik Maudy.

"Leta,"

"Gue minta maaf,"

Suara lirih laki-laki yang tengah terbaring itu membuat Maudy menggigiti bibirnya ragu. Ia gugup. Ia tidak bisa mengendalikkan air matanya yang kini merembes keluar.

Ia bahkan kehilangan setengah kontrol pada tubuh ini.

"Buat apa?" Maudy mencoba berkata dengan suara serak.

"Buat semua sikap kasar lo yang bahkan enggak patut dimaafkan?"

Ucapan Maudy membuat Bara menunduk. Tidak kuasa menatap perempuan berwajah imut di sampingnya yang sedang menangis. Hatinya terasa begitu sakit.

"Gue enggak tau kenapa lo ngelakuin hal yang bakal lo sesali. Lupa ingatan enggak bisa membenarkan hal-hal yang udah lo lakuin sejauh ini. Gue bisa memaafkan kalo lo enggak inget gue dan nolak semua perhatian gue, tetapi untuk semua umpatan, semua tindakan kasar dan semua tekanan yang lo beri, gue enggak bisa mentoleransi hal itu."

Maudy mengangkat wajahnya untuk menahan air mata yang akan terus menerus keluar. Rasa sakit mejalar dari dadanya yang terasa kuat. Perasaan yang mengatakan bahwa Shaleta yang asli, menolak semua perkataan Maudy kali ini.

"Makannya, hidup dengan lama!"

"Hidup lama, dan bayar kesalahan lo dengan menderita di sisa hidup lo! Gue enggak bakal maafin lo, kalo lo mati sekarang atau dalam waktu dekat ini!"

Dengan mencengkram roknya, Maudy berbalik. Meninggalkan Bara yang termenung di atas ranjang rumah sakit dengan air mata membasahi pipinya.

Rasa sakit itu, membuat Maudy terjatuh di koridor rumah sakit sembari menangis. Perasaan yang hampir saja mendobrak tembok kokoh yang Maudy sedang bangun.

Shaleta hampir saja menguasai Maudy bukannya sebaliknya.


"Gue enggak bakal biarin, rasa kemanusiaan yang lo miliki akan menghancurkan hidup lo sendiri! Enggak akan sama sekali, Leta!"




***




Kieran keluar dari kamar rawat Bumi berpas-pasan dengan Aurell yang hendak masuk.

"Tante," Kieran menyapa pelan dan dibalas senyum tipis dari Aurell. Aurell melenggang masuk kemudian langsung duduk di kursi tepat samping kasur Bumi.

Setelah menghela napas panjang, Aurell mengusap rambut Bumi perlahan dan berbisik pelan, "Mama sayang kamu, nak!"

Mendengar suara Aurell, Bumi langsung membuka matanya. Ia mendapati Mamanya sedang terbelalak kaget karena pasti mengira Bumi tengah tertidur.

"Loh, kamu bangun..."

"Mama kira kamu lagi, eum, tidur,"

Bumi hanya terdiam sembari memandangi wajah cantik sang Mama.

Ia tidak membenci Mama. Mana bisa Bumi membenci seseorang yang melahirkannya?
Mana bisa Bumi membenci seseorang yang kehadirannya bahkan selalu Bumi nantikan?

"Kamu butuh apa, sayang?" Aurell kini bertanya, canggung karena ditatap Bumi tanpa ada sepatah kalimat pun.

"Mama bakal nurutin apa keinginan aku kan?" Bumi menjawab dengan pertanyaan lagi, dengan nada yang rendah dan pelan.

"Sure, selagi Mama mampu, Mama bakal nurutin semua keinginan kamu!" Jawab Aurell antusias. Aurell sedari tadi malam, mencoba menerima semua ini. Kenyataan bahwa Bumi tidak mengingat kejadian belakangan ini, dimana semuanya menyangkut Aurell. It's okay, semuanya bisa diulang dari awal!

Aurell berfikir, mungkin keinginan Bumi bisa menjadi awal agar mereka dekat kembali.

"Kalau mama nyanggupin permintaan aku ini, Aku bakal Maafin Mama,"

"Tapi... kalo enggak bisa, yaudah lupain!"


"Aku mau Mama bawa Leta ke rumah kita. Leta enggak boleh tinggal di rumah tante Sheila!"


Tapi perkataan Bumi selanjutnya, membuat Aurell mematung.


Ha? Apa katanya?

Membawa Leta ke rumahnya?

Disaat Aurell sedang dalam fase benci-sebencinya pada anak itu?











Aku mau update banyak-banyak hari ini.
Doain semoga bisa, amin🙏

I am (Not) Amaryllis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang