Empat puluh satu: Dan terjadi lagi

1.5K 205 20
                                    



Ini Konflik terakhir. Menjelang ending.
Aku udah janji kan, enggak ada sad ending?













"Permisi pak,"

Firdan menolehkan kepalanya saat seorang anak laki-laki jangkung menegurnya yang tengah berdiri di pinggir jalan bersandar di mobilnya sembari menyesap sebatang rokok.

Firdan tersenyum tipis dan menyahut kecil, "Iya, ada apa?"

"Saya mau kayaknya tersesat dan enggak tau jalan. Saya mau ke rumah saya pake gps tapi ponsel saya mati, bisa enggak saya minta tolong bapak buat nganterin saya?"

"Bene-bener ngerepotin ya pak, tapi... saya enggak tau gimana cara saya buat pulang. Dari tadi saya nunggu taksi enggak ada yang lewat!" Anak lelaki jangkung berwajah tampan itu meminta Firdan dengan tatapan amat memohon. Wajah lugu nan memelas. Membuat Firdan tidak tega untuk menolak permintaan anak itu.

"Rumah kamu dimana?" Firdan akhirnya memutuskan untuk mengantar anak laki-laki yang kebingungan itu. Toh, kalau bisa ia akan meminta bantuan kembali ke anak itu. Malam ini dibanding kembali ke hotel yang Firdan yakin Aurell sudah menemukan keberadaannya dan mencarinya dengan cepat, Firdan akan tinggal di rumah anak lelaki ini.

Aurell jelas tidak bisa menemukannya. Dan Firdan yang seharusnya mengejutkan Aurell akan kedatangannya bukan sebaliknya.

Firdan mengeluarkan ponselnya dan mencari alamat rumah anak laki-laki itu di gps. Setelah mendapat koordinat tepatnya, ia mengajak anak itu memasuki mobilnya.

Firdan memberikan ponselnya kepada sopirnya sembari berkata dengan suara baritonnya, "Kita ke alamat ini pak,"

Sopir Firdan hanya mengangguk tanpa banyak berkata. Lelaki jangkung itu tersenyum tipis sembari mengeluarkan sesuatu dari saku jaket hitamnya.
"Makasih ya pak udah mau nganterin saya,"

Firdan terkekeh dan menepuk-nepuk kepala anak lelaki itu. "Iya, saya juga punya cucu laki-laki seumuran kamu. Saya ngerasa bareng cucu saya. Jadi masa saya tega ngeliat anak yang seumuran cucu saya kebingungan di tengah jalan!"

Lelaki muda itu terkekeh dan memegangi lengan Firdan. Ia melepas tutup jarum suntik yang ia keluarkan dari saku jaketnya. Meskipun sudah dilakukan perlahan, Firdan merasakan dengan jelas ada yang menusuk lengannya. Ia terbelalak dan menatap laki-laki muda di sampingnya dengan aneh.

"Apa... apa... yang kamu... lakukan?"

Lelaki muda itu hanya terkekeh. Firdan langsung menyadari sesuatu. Ia memebalakan matanya dan berkata dengan panik pada supirnya. "Pak, berhenti!"

Tapi, seolah supirnya tuli, ia terus menjalankan mobil. Tidak mengindahkan sama sekali teriakan panik Firdan.


Sial,

Sambutan dari anaknya sama sekali tidak bisa ia duga.


Firdan hendak membuka paksa pintu mobilnya, tapi sebelum itu terjadi, ia merasakan kantuk. Matanya perlahan terpejam dan Firdan jatuh tertidur.

Anak laki-laki itu tertawa kecil melihat Firdan yang jatuh tertidur. Ia menepuk bahu sopir dan berkata pendek, "Ke rumah utama Nyonya!"


"Baik, den Aldi!"



****



"Kakak tanya, kamu abis dari mana?"


Maudy menelan ludahnya kasar dan menatap Kieran yang berdiri dengan tatapan mengintimidasi dengan takut-takut.

I am (Not) Amaryllis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang