Enam: "Tujuan hidup kita adalah menjadi bahagia." - Dalai Lama

6.3K 779 12
                                    



Happy Reading :)







"Maksud kamu? Tante enggak ngerti apa yang kamu omongin!"

Maudy terlupa.

Amat terlupa kalau orang didepannya bukan sekedar tokoh kejam. Aurellia adalah seorang psikopat. Aurellia adalah tokoh yang lugu namun mematikan.

Aurellia adalah Monster.

Apa yang harus Maudy jawab. Ia tidak bisa menyebutkan nama panjang Aurell karena pasti nyawanya akan melayang. Tangannya mulai berkeringat. Maudy ketakutan.
Seumur hidupnya, ini pertama kali Maudy merasa amat ketakutan.

"Anu, aku..."

"Kamu berani ngancem tante meskipun kamu udah tau konsekuensinya?" Bisik Aurell dengan seringaian.

Maudy ingin menangis. Bagaimana ini?

"Aku eum, mau minta tolong, bukan ngancem," jawab Maudy patah-patah. Ia sedikit menundukan kepalanya, mengalihkan pandangannya agar tidak bertatapan dengan Aurell.

"Apa untungnya bagi saya?" Aurell terkekeh. Ia menarik kursi disamping Maudy dan mendudukinya. Tangan putih Aurell meraih dagu Maudy dan mengarahkan wajah Maudy agar menatapnya.

Sial! Sial! Sial!

Maudy amat ketakutan hingga rasanya ingin mengompol disini. Sekujur badannya bahkan bergetar hebat. Wajah cantik itu tak lagi terlihat indah, wajah itu menyeramkan.

"Aku mau mengubah keseluruhan cerita ini!" Ceplos Maudy tanpa berfikir panjang.

Rencana nekat ini membunuhnya. Harusnya ia percaya pada kalimat 'Jangan bergerak tanpa rencana'. Kalau ia dari awal menyiapkan semua dengan baik, mungkin ia tidak akan berhadapan dengan aura menyeramkan seperti ini bersama Aurell.

"Keseluruhan cerita?" Mata kiri Aurell menyipit. Meminta Maudy, ah, lebih tepatnya memaksa Maudy untuk menjelaskan.

Maudy menggigiti bibirnya dan mencoba menjelaskan sesuatu yang menurutnya sudah pasti tidak masuk akal untuk dipercayai siapapun."Aku bukan Leta. Apa Tante percaya kalau aku adalah orang lain yang berada di tubuh Leta?"

Dan benar saja,

Tawa Aurell meledak.

Heol! Siapa orang yang akan percaya kalimat itu!

Ia melepaskan cengkramannya di dagu Maudy dan melipat kedua tangannya didepan dada. "Saya baru tau, diumur segini ada orang yang percaya sama imajinasinya sendiri! Terlalu kreatif, atau... memang gila?"

"Kalau gitu Tante enggak bakal percaya kalau aku bilang, suatu saat nanti Kak Bumi bakalan kehilangan pengelihatannya?" Seru Maudy nekat. Ia langsung mendapati tatapan tajam dari Aurell. Seakan hendak mencekik Maudy yang berkata sembarangan kalau saja tidak berada di tempat umum.

"Kamu nyumpahin sepupu kamu buta?" Desis Aurell marah.

Sial. Maudy lagi-lagi salah langkah.

"Eh, enggak. Saya cuman..."

"...bicarain tentang masa depan!"

Selepas berkata seperti itu, Maudy refleks menutup kedua mulutnya. Matanya menutup meski tak dipungkiri bahwa ia mencuri tatap untuk melihat ekspresi Aurell.

"Jadi di masa depan, Bumi bakal buta! Kamu pikir Saya enggak bisa jaga Bumi sampai Bumi bakal kayak gitu?" Geram Aurell. Jemarinya bahkan sudah mengepal. Membuat Maudy kembali meringis, mengutuk dirinya sendiri.

I am (Not) Amaryllis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang