Tigapuluh delapan: Memikirkan kemungkinan terburuk

1.4K 205 28
                                    






Ayooo aku!
Semangat!

Yang lagi nugas, ujian, kerja, jaga toko, semuanyaa.... semangat! :)










"Pria tua itu datang ke sekolah dan menemui Bumi!"



Aldi berdiri dihadapan Aurell yang tengah duduk di sofa sembari meminum segelas tequila. Memberi laporan penting dari tugasnya sebagai bawahan Aurell.

"Tapi saya enggak paham kenapa Shaleta mencegah Bumi berinteraksi lebih lama lagi dengan pria itu seolah punya dendam mendalam."

Aurell menghentikan pergerakan tangannya dan menatap Aldi lamat-lamat setelah meletakkan gelasnya. "Maksud kamu ada Leta di samping Bumi waktu pria itu menemui Bumi?"

Aldi mengangguk pasti.

Sedang Aurell hanya terkekeh. Wanita cilik itu kan berbicara seolah tau segalanya. Apa ia sekarang sedang berusaha membantu Aurell? Perlahan kekehan Aurell berubah jadi tawa. Perempuan yang tau diri. Ah, Aurell menyukai itu, orang yang tau diri.

"Kalau gitu menurut kamu, gimana hadiah dari saya?"


Aurell tiba-tiba saja bertanya sesuatu yang melencang dari topik membuat Aldi terkejut dan tidak mengerti apa yang Aurell maksudkan.

"Ha...diah?" Tanya Aldi gagap.

"Iya... hadiah!" Aurell tersenyum sembari mengulangi kalimat Aldi. Ia kembali menuangkan botol tequila mengisi gelasnya yang kosong. Kemudian mengangkat gelas dan meneguk minuman itu perlahan.

"Lho, masuk ke keluarga itu kan, hadiah dari saya!"

"Dan keluar dari keluarga itu juga hadiah dari saya. Kamu enggak inget?" Ujar Aurell menyeringai. Aldi tersentak. Ia mengangkat wajahnya yang sedari tadi tertunduk menatap Aurell dengan datar.

"Kalo saya enggak minta Sheila buat masukin kamu ke keluarga itu saya yakin kalau anak bungsu Sheila enggak bakal suka sama kamu! Dan kalau saya masih mempertahanin kamu di keluarga itu lebih lama, saya juga yakin kalau anak bungsu Sheila bakal nganggep kamu kakaknya dan menjauh saat dia sadar kalau dia suka sama kamu!" Dengan senang hati, Aurell menjelaskan membuat Aldi tertegun.

"Masalah timing yang tepat, Saya itu ahlinya."

" Ah, dan kamu enggak usah berterimakasih. Berterimakasih dengan cara kerja dengan bagus dan rapih. Saya enggak bakal menghalangi kamu buat menjalin sebuah hubungan, asal kinerja kamu bagus."

Aldi mengangguk dengan yakin. Ia yakin bisa mengerjakan pekerjaannya dengan baik. Aldi masih menjaga wajah pokernya, menahan diri agar tidak tersenyum saat merasa dadanya tiba-tiba saja terasa geli. Eum, seolah ada jutaan kupu-kupu yang terbang dari perutnya.


"Selanjutnya, saya yakin kalau pria tua itu lambat laun akan menemui saya. Sebelum hari itu datang, kamu bisa kan membuat Pria itu lebih dulu jatuh ke perangkap saya?"




*****



"Kamu tau kalau bapak tua itu Kakek kak Bumi?" Bumi bertanya dengan tajam kepada Maudy yang kini menggigiti bibir gugup.

Maudy harus jawab apa?

Kalau ia jawab iya, Bumi pasti bertanya darimana Ia tau, kenapa ia bisa tau, dan hal-hal yang janggal sebagainya kan?
Lalu, kalau Maudy jawab tidak, ah, Bumi pasti tidak percaya!

Atau, harus Maudy coba dulu,

"Ahahaha... Leta enggak kenal sih, tapi keliatannya bukan kayak orang baik! Lega juga kaget loh denger dia ngaku sebagai Kakeknya kak Bumi! Kalo dia baik kan, emggak mungkin kak Bumi baru ketemu sekarang," kilah Maudy. Ia berkata dengan sungguh-sungguh mencoba meyakinkan Bumi.

I am (Not) Amaryllis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang