Duapuluh dua: Kronologi Kejadian

2.6K 333 43
                                    



Makasih buat kalian yang udah baca dan mengapresiasi karya aku :)

Ryuanf
freeahh
Alfiyy_yatul
lalat_serangga
vit_raa
painflavor
odeey_277
dellaja_
Cibunga888
YosiNurulN

Dan pembaca lainnya juga, aku notice kalian semua kok, tapi enggak mungkin buat ditulis semuanya.

Author janji akan menulis karya yang lebih baik lagi dibanding karya sebelum-sebelumnya. Jadi, sampai hari itu datang, dimohon ketersediaannya buat nungguin Author.


Makasih banget buat apresiasi kalian.







Rated: 15+


Maudy masih memejamkan matanya, pura-pura tertidur hingga tubuhnya diletakkan di tempat yang lumayan empuk. Ini pasti kasur.

Pipinya ditampar pelan kemudian terdengar bisikan di telinga kanannya, "Gue tau lo enggak tidur, bangun!"

Maudy menggertakan giginya. Takut-takut untuk membuka mata. Ia langsung melihat wajah putih laki-laki di hadapannya yang tersenyum sinis. Menyeringai.

"Lo... mau apa?" Maudy berseru pelan. Berkata dengan terbata.

Sedang laki-laki bernama Dimas itu tertawa renyah. Ia mencengkram bahu Maudy dengan kencang dan kembali berbisik, "Gue mau lo!"

Sial.

Tubuhnya gemetar hebat. Maudy merasakan tangannya tremor. Dalam kondisi seperti ini, tidak wajar jika ia tidak takut. Faktanya, kekuatan yang ia miliki tidak akan sebanding dengan laki-laki ini.

Jemari panjang Dimas mencengkram rahang Maudy dan menekan pipi Maudy dengan kuat. Memaksa agar Maudy memandang dirinya. Perlahan, ia menyentuh bibir ranum Maudy kemudian mendekatkan wajahnya.

Refleks Maudy memalingkan wajahnya. Ia tidak sudi First Kissnya akan diambil oleh laki-laki brengsek seperti Dimas.

Mata Dimas menyalang marah. Ia berdiri dengan menarik lengan Maudy agar terduduk di kasur, kemudian menampar Maudy dengan kencang hingga Maudy terbaring lagi di kasur.

"Lo gila," Maudy mendesis marah.

"Kalo lo mau gue main lembut, yang nurut sama gue! Atau, jangan jangan... lo mau gue main kasar?" Ujar laki-laki itu marah.

Maudy mencoba bangkit secepatnya. Ia memaksa tangannya untuk bergerak secepat dan serahasia mungkin, mengambil tas selempang di sampingnya kemudian mengeluarkan sebilah pisau dapur dan menaruh di saku roknya.

"Lo mau ngapain sama gue?" Maudy bertanya ketus. Matanya berapi menandakan Maudy marah. Tapi laki-laki itu malah terkekeh, ia lagi-lagi mendekati Maudy dan mendorong tubuh Maudy hingga terbaring kemudian menduduki perut Maudy, membuat tidak ada kesempatan Maudy untuk kembali duduk.

"Lo ternyata semakin manis kalau marah," laki-laki itu berdehem pelan. Tersenyum tipis kemudian menjilat pipi Maudy. Maudy menahan napasnya, juga menahan debaran jantung yang menggila, bukan karena jatuh cinta, melainkan karena takut.

I am (Not) Amaryllis (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang