58. Sekjen - Konjen

1.4K 162 12
                                    

Minggu sore, panitia Munas disibukkan dengan penjemputan delegasi dari berbagai pulau di bandara menuju kampus atau lebih tepatnya asrama peserta munas yang terletak di dalam wilayah kampus.

Beberapa mobil milik panitia rela dioperasikan bolak-balik kampus-bandara yang jaraknya lumayan jauh, demi kelancaran kegiatan dan kenyamanan peserta.

Sementara yang menjamu dan menyambut mereka di kampus adalah tugas pengurus BEM-U yang tidak masuk dalam kepanitiaan. Karena dipastikan saat hari H tiba, panitia pasti terfokus ke persiapan kegiatan, bukan ke pesertanya secara langsung.

Saya dan keempat delegasi BEM-U lainnya juga sudah berkumpul di kampus sejak pagi tadi. Berhubung saya bukan orang yang mudah akrab layaknya Jeffry, Edy, Bintang, dan kak Wildan, saya lebih memilih menemani tim konsumsi untuk menyediakan makan malam mereka yang tersisa beberapa jam lagi.

Meski makanannya tidak dibuat sendiri melainkan dipesan, tetap saja tim konsumsi butuh tenaga tambahan untuk meringankan kerja mereka.

Selama seminggu ke depan atau hitungan kasarnya 7 hari ke depan terhitung hari ini, semua makanan delegasi sudah diperhitungkan dan ditentukan. Selama beberapa hari selagi acara inti Munas berlangsung, nasi kotak akan menjadi makanan utama mereka. Setelahnya, kami menyediakan beberapa kali suguhan makanan khas kami sebagai pelengkap perjalanan mereka ke sini.

Coto Makassar, Sop Saudara, Konro, sudah masuk dalam daftar wajib yang harus disediakan. Juga sejenis pisang Epe dan pisang Ijo sebagai pencuci mulutnya.

Kalau cuaca memungkinkan, lepas Munas sebelum penutupan, kami menyediakan bonus jalan-jalan.

Sebuah pulau tidak berpenghuni di Kepulauan Pangkep menjadi incaran panitia juga pengurus. Beruntungnya kak Khafi punya paman yang bersedia menyewakan kapalnya untuk kami menyeberang ke sana.

Bayangan stargazing di malam hari, ditemani debur ombak menghantam bibir pantai, pasti seru. Cuma ya begitu, pulau tidak berpenghuni ini, sama sekali tidak memiliki penginapan.

Hanya ada satu mushalla yang lumayan besar, dan beberapa buah kamar mandi. Jadi untuk bertahan hidup selama di sana, kami harus menyediakan makanan siap santap, dan persyaratannya tidak boleh lebih dari semalam di sana. Akan ribet persiapannya kalau berlama-lama.

Namun, kalau cuaca tidak memungkinkan. Wisata alam lainnya masih tersedia. Air terjun dan penangkaran kupu-kupu ada di Bantimurung, atau kalau sekadar ingin menikmati pantai— Losari dan Akkarena tidak akan mengecewakan.

"Mau dibawa ke depan?" Saya mengadang salah satu panitia yang membawa plastik berisi buah dan juga camilan.

"Iya. Tolong dong! Aku masih harus mengambil di bawah." Saya mengangguk, mengambil alih plastiknya dan berjalan ke depan, ke tempat delegasi berkumpul.

"Wina?" Saya mencari sumber suara dan melihat Jeffry menatap saya bingung.

Satu-satunya orang yang memanggil saya Wina ya dia, tidak ada yang lain.

"Lo benar Wina, kan?" Tangan saya tertarik dan badan saya otomatis mengikut. Berputar 90° dan berhadapan dengan laki-laki berkacamata yang menatap saya dengan ekspresi riang.

"Ah ... benar Wina." Tanpa bisa menolak, saya sudah masuk ke dalam pelukannya dan semua mata tertuju kepada kami berdua. Bahkan Jeffry dan kak Doy menatap saya dengan ekspresi yang tidak bisa saya tebak.

"Ekhm ... " Saya mengenali suara itu. Meski sudah berusaha melepaskan diri, tetapi sulit. Dia memeluk saya terlalu erat. "Maaf, Kak, dilarang CLBK di tempat umum," protes Jeffry.

"Ah ... maaf-maaf. Gue terbawa suasana. Dia melepaskan pelukannya tetapi tidak melepaskan pergelangan saya dari genggamannya.

"Gue pinjam Wina sebentar ya!" Tanpa persetujuan siapa pun, dia menarik saya menjauh dari keramaian pun tatapan heran dari delegasi lainnya.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang