11. Berondong Manis

1.7K 177 8
                                    

Memasuki pekarangan Jeffry, ada beberapa kendaraan beroda dua yang terparkir kurang rapi di sana. Di sebelahnya ada dua buah mobil mewah sejenis yang berbeda warna. Mungkin ada banyak tamu di dalam sana.

"Papa sudah pulang ternyata." Celotehan Musmus membuat saya yakin kalau salah satu mobil mewah itu punya tuan rumah. Apa jangan-jangan dua-duanya?

"Yuk, Sayang!!" Musmus menarik saya menyusuri halaman depan rumah mereka yang sejuk dan terkesan megah.

Memasuki sebuah rumah bertingkat yang terlihat begitu kokoh dengan design modern tropis.

Sejuk dan nyaman adalah kesan pertama yang saya rasakan saat menginjakkan kaki di teras depan mereka.

"Masuk sini! Anggap rumah sendiri." Saya cuma mengangguk. Mengikuti langkah Musmus dengan decakan-decakan kagum untuk segala interior yang ada di dalam sini.

"Bi ... Papa di mana?" tanya Musmus pada seorang perempuan separuh baya lebih yang sibuk dengan penganan di dapur.

"Bapak ada di gazebo bersama Nana, Fano, Galuh, juga Echan."

Musmus melanjutkan langkahnya, menarik saya, dan meninggalkan bibi yang masih sibuk dengan berbagai penganan buatannya.

Saya dibuat terpukau saat pintu belakang terbuka lebar. Pemandangan tropis tersaji dengan sangat sempurna.

Jejeran pot dan undakan tanah ditumbuhi bunga warna-warni, beberapa pohon buah dengan tinggi terjangkau, tumbuh lebat di sela-sela bunga, hingga pohon-pohon rindang yang lebih dari cukup untuk selalu menghasilkan udara segar untuk penghuni rumah ini.

Ada juga kolam kecil dengan desain klasik berisikan ikan hias berbagai macam ukuran dan jenis, sebuah kolam renang yang begitu menggugah untuk menyegarkan diri di sana, dan sebuah gazebo yang letaknya sedikit lebih di atas dari area tanah di sekitarnya.

Di sudut itulah atensi tertuju, seorang laki-laki dengan kisaran umur yang lebih muda dari ayah, sangat mirip dengan Jeffry. Bedanya, beliau versi tua dari Jeffry. Di sebelahnya ada empat laki-laki yang fokus pada lembaran masing-masing, entah mengerjakan apa.

Kami berdua mendekat, iya cuma berdua. Semenjak masuk ke rumah, saya tidak tahu Jeffry melangkah ke mana. Mungkin ke kamarnya, atau masih sibuk memasukkan mobilnya ke dalam garasi.

"Pa ... " Yang dipanggil mengalihkan pandangan dari ponselnya kepada kami berdua yang sudah berada di tepi gazebo. Begitu pula dengan empat laki-laki yang memasang senyum lebar.

Duh ... kok manis-manis sih?

"Wina?" Pertanyaan papa Jeffry saya sambut dengan anggukan.

Seraya mengulurkan tangan untuk mengajaknya berkenalan. "Hi, Om, apa kabar?"

"Kenapa om? Kan Musmus bilang, sebutnya mama dan papa. Iya kan, Pa?" Sebuah anggukan dan juga senyum lebar terpatri dari wajah tegas laki-laki duplikat Jeffry yang harus saya panggil papa ini.

"Papa baik, kamu sendiri? Ayah dan ibumu? Eh ... duduk sini." Tarikan pelan bisa saya rasakan, membuat saya mendudukkan diri tepat di sebelah beliau.

"Ayah dan ibu sehat, Pa."

"Jadi ingin cepat-cepat ketemu mereka." Saya hanya tersenyum mendengar kalimat papa.

"Musmus tinggal sebentar, ya! Kamu di sini sama papa, sekaligus berkenalan dengan ponakan-ponakan Musmus yang ganteng-ganteng ini." Yang ditunjuk hanya menampilkan seringai lebarnya, sebelum salah satu dari mereka mengedipkan matanya pada saya.

Musmus melenggang ke dalam rumah, menyisakan saya yang sebenarnya masih sangat kaku dengan suasana baru ini.

"Papa juga mau ke dalam dulu. Kalian berempat lanjutkan pekerjaan kalian, jangan iseng!" serunya pada keempat bocah di sini. "Papa juga panggil Jeffry buat kamu." Saya hanya bisa mengangguk pasrah.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang