29. Senior BEM-U

1.5K 156 12
                                    

Bernapas lega pada akhirnya bisa saya rasakan. LPJ yang menyeramkan dalam bayangan saya, kenyataannya hanyalah menguras tenaga dan pikiran saya. Semuanya berjalan baik-baik saja.

Warga yang terkenal menyebalkan dan suka sok handal dalam berbagai kepanitiaan tidak hadir dalam LPJ kami dan itu merupakan anugerah terindah yang sangat patut disyukuri dalam organisasi.

LPJ berakhir lumayan cepat dan pembubaran kepanitiaan disepakati akan dilaksanakan bersamaan dengan pembubaran panitia LK nantinya. Menghemat waktu, menghemat biaya, dan menghemat energi.

Yang tersisa di ruang BEM-U hanya segelintir pengurus dan beberapa pengurus periode sebelumnya yang seangkatan dengan kak Jimmy— yang awalnya saya kira akan menjadi senior nyinyir di LPJ kami. Kenyataannya tidak seseram bayangan saya.

Ya seperti itulah saya, di saat nethink mendominasi, saya bisa seenak jidat men-judge seseorang dengan tampilan luarnya yang sekilas tertangkap oleh indra penglihatan dan pendengaran saya.

"Jadi kader andalan Sastra yang sebening ini?" Kak Vicko yang ternyata sebangsa dengan kak Jimmy kini duduk di sebelah saya seraya memainkan telunjuknya di lengan saya.

"Salam kenal ulang deh!" Uluran tangannya saya balas cepat. Tidak ingin meriuhkan keadaan sekitar. Apalagi tatapan kak Wildan, kak Doy, dan teman-teman lainnya tidak luput dari saya. Rasanya saya seperti tersangka yang harus memberi penjelasan.

"Seumur-umur dalam lembaga, saya baru ketemu sama mahasiswa seperti kamu. Mainnya cuma di Sastra, di himpunan pula tetapi kredit organisasinya setara dengan pengurus inti BEM-U. Jangan-jangan kamu ada main belakang sama aktivis-aktivis lembaga." Tatapan menyelidik kak Rizza membuat yang lainnya juga menatap saya penuh curiga.

"Jelaslah main belakang. Tidak mungkin sebangsa kak Takim dan kak Mike mau memilih dia kalau tidak ada sesuatu."

Kalau sudah mendengar suara sumbang penuh fitnah seperti tadi, tidak perlu bertanya siapa pemiliknya. Cukup ingat, yang pendek itu yang banyak bacot.

"Tidaklah, Kak. Kalau mau main belakang pastinya saya pilih-pilih juga dong." Tawa memenuhi BEM-U, padahal saya rasa tidak ada lelucon di balik kalimat saya.

"Saya lapor kak Takim, tahu rasa kamu."

Saya tertawa melihat ekspresinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Saya tertawa melihat ekspresinya. Duh, yang satu ini kenapa menggemaskan sekali? Boleh tidak tukar kak Jimmy dengan dia?

"Silakan, Kak! Kak Takim percaya saya, kok," tantang saya penuh kepercayaan diri.

"Wow ... emejing."

"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang