40. Lambe Kampus

1.4K 158 11
                                    

Bahkan lepas dinner, suasana masih canggung. Kak Momo pun masih mendekam di dalam kamar. Tidak ada yang berniat membujuknya keluar dan berbicara dengan kami semua.

Lepas keributan tadi, tidak adalagi pembahasan dalam forum besar. Masing-masing sibuk dengan kegiatannya, membentuk kelompok kecil lalu membahas hal-hal yang mereka anggap penting. Selebihnya lebih memilih mendekam di dalam kamar yang cukup untuk dihuni secara berkelompok.

Sementara saya dan teman-teman UWU 97 memilih menghabiskan malam di gazebo pantai yang tidak jauh dari vila. Suasana canggung di dalam sana tidak bagus untuk kami yang sejujurnya syok dengan kejadian tadi.

Terlebih saya. Seumur-umur saya tidak pernah sekalipun menyaksikan kekerasan seperti tadi. Antara perempuan dan perempuan cuma karena seorang lelaki.

Mungkin akan begitu jadinya kalau saya masuk dalam kehidupan kak Doy yang jelas masih berstatus sebagai pacar kak Ody.

Ngeri sih. Lebih baik saya mundur alon-alon kali, ya?

"Kalian jangan sampai seperti itu. Mengajak seseorang bertunangan tetapi main sama cewek lain," ucap Jese mengawali pembahasan.

"Kalau seperti tadi jelas si cewek yang sangat berharap."

Saya mendelik ke arah Bintang, begitu pula dengan Jese.

"Kacamata player seperti kamu memang buram ya! Bersalah tetapi tidak mau disalahkan," tuduh Jese tajam.

"Bukan begit ... "

"Bukan begitu apanya? Jelas-jelas kalau laki-laki suka main perempuan tetapi tidak mau mengaku salah."

"Hush ... bahas yang lain deh! Daripada ribut." Edy menengahi keributan antara Jese dan Bintang.

Padahal saya suka kalau ribut, bukan sebagai penonton saja, tetapi terjun langsung di keributan.

"Aku setuju dengan Bintang, sih. Kalau seperti bu Grisa tadi, jelas kok kalau dia sendiri yang banyak berharap. Sepertinya tipe yang posesif, wajar kalau dr. Heni bosan." Saya suka gaya Yuju. Kembali mengangkat pembahasan itu agar terjadi keributan.

"Mau laki-laki mau perempuan kalau sudah bosan pasti akan cari cara buat berpisah. Jangan salahkan salah satunya saja! Salahkan keduanya. Sama-sama pernah suka, kan?" Saya mengangguk mantap menyetujui Yugi.

"Jiakh ... yang masih jomlo kerjanya mengangguk-angguk saja." Saya tersenyum lebar. Tidak perlu tersinggung dengan cibiran Mirza. Karena memang itu kenyataannya. Lagi pula sudah biasa.

"Selain Jeffry, kalian bertujuh memangnya sudah taken?" Sejujurnya saya memang tidak tahu status percintaan mereka. Selama ini, kami berteman tanpa perlu tahu. Apalagi hal sepribadi itu, tetapi melihat mereka yang sering mengolok-olok saya meski hanya sebatas candaan, saya rasa tidak ada salahnya mempertanyakan status mereka yang sebenarnya.

"Kenapa? Mau jadi cewekku?" Kedipan mata Mirza membuat saya mencebik.

"Ogah. Lebih baik sama Edy." Yang namanya saya sebut tersenyum lebar.

"Boleh." Saya seketika tertawa.

"Dih ... kemasukan nih anak. Sepertinya penunggu yang tadi menempel di tubuh bu Grisa pindah ke kamu deh."

"Ih ... amit-amit ... ingin kusentil deh mulutnya."

"Pakai bibir boleh sih." Tatapan tajam saya hadiahkan untuk Jeffry. Kalau bicara asal ceplos saja mulutnya.

Di antara keenam lelaki ini, cuma Jeffry yang suka mesum apalagi ke saya. Bahkan di rumah saya sendiri dia berani macam-macam, kini di depan teman-temannya.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang