8. Sebuah Pengakuan

2K 192 11
                                    

"Sudah mau balik?" Saya yang beranjak dari duduk, kembali mendudukkan diri saat kak Wildan menghampiri.

Duh ... jadi deg-deg-an didekati calon imam. Ehh ...

"Iya, Kak. Masih ada agenda?" Kak Wildan tersenyum. Sangat manis.

"Tidak sih, tetapi tidak tahu deh

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Tidak sih, tetapi tidak tahu deh. Mungkin yang lainnya mau makan malam bersama dulu baru balik."

Saya tersenyum canggung. Bukannya saya tidak mau ikut acara selanjutnya, tetapi saya sudah buat janji dengan Jeffry. Mana si Jeffry juga sudah turun lebih awal. Atas permintaan saya sih. Saya tidak mau ada cie-cie-an di awal kepengurusan. Kalau saya baper, bisa-bisa kader saya juga baperan nantinya.

Kan tingkah junior itu, asalnya dari senior juga.

Omong-omong nih ya, ketua kaderisasi yang se-partner sama saya itu bening, ceog. Tidak kalah dari Jeffry pokoknya.

Aduduh jiwa playgirl saya menyeruak. Bukan deng, saya bukan playgirl. Punya pacar pun belum pernah saya rasakan. Dekat lawan jenis pun ya sebatas persoalan tugas kuliah dan juga tugas lembaga.

Saya hanya memanfaatkan mata dengan baik. Selagi bisa melihat yang bening-bening kenapa tidak, yekan?

"Mumpung masih libur, sering-sering main ke sini, ya!" Saya tersenyum mendengar permintaan kak Wildan.

Kalau kakak yang minta mah, saya mana bisa menolak?

"Iya, Kak, diusahakan." Dia lagi-lagi tersenyum. Apa memang dia sesering itu tersenyum?

Saya khawatir terserang diabetes kalau disenyumin terus sama dia, manisnya terlalu berlebihan.

"Yowes. Kamu pulangnya hati-hati ya! Maaf tidak bisa mengantar." Duh ... duh ... my heart, neo gwenchana?

Ambyar adik, Mas, ambyar ...

Sebelum saya makin meleleh, saya beranjak dan mempercepat langkah menuruni tangga dan menyusul Jeffry yang katanya menunggu di parkiran fakultas dia.

Bakal ketemu cogan lagi, nih?

Kira-kira semua mahasiswa Teknik serupawan kak Wildan, kak James, kak Uya, kak Aso, kak Khafi, Jeffry, dan Mirza, tidak ya?

Senyum saya mengembang mengingat sebentar lagi akan cuci gud— mata di lingkup mahasiswa Teknik.

Tuhan, boleh tidak sih minta jodoh dari Fakultas Teknik? Yang mirip kak Wildan? Kalau tidak ada, kak Wildan saja bagaimana?

Bughh ...

Langkah saya terhenti tiba-tiba lalu mengangkat wajah menatap siapa yang baru saja saya tabrak. Untungnya tidak ada yang terjatuh di antara kami. Padahal akan lebih romantis kalau saya yang terjatuh dan dia menyelamatkan saya dengan pelukannya.

Duh ... mesumnya otak ini.

Sekalipun mustahil karena korban tabrak berjalan saya adalah orang yang entah kenapa menyebalkan bahkan ketika menatapnya saja.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang