10. Nyonya Welhelmus

1.8K 188 11
                                    

Butuh waktu yang lumayan lama untuk bisa sampai di butik nyonya Welhelmus, apalagi sekarang mendekati jam pulang kantor. Kepadatan kendaraan ada di mana-mana, bahkan di lorong-lorong kecil sekalipun.

Setibanya di lokasi, saya hanya mengikut Jeffry dari belakang. Ikut tersenyum saat karyawan di butik Musmus ini menyapa Jeffry ataupun sekadar memberi senyum penuh arti.

Secara Jeffry itu wajahnya menarik-able. Terlalu sulit untuk diabaikan pesonanya begitu saja.

"Loh ... Mas ... cari ibu, toh?" Jeffry hanya mengangguk sebagai balasan dari seorang perempuan yang penampilannya jauh lebih modis daripada karyawan lainnya.

"Ibu masih di ruangannya. Mau aku antar, Mas?" Tanpa repot-repot bersuara, Jeffry menggeleng lantas berlalu.

"Yuk, Yang!" Genggaman tangan Jeffry pada tangan saya yang terkesan menarik dengan sedikit paksaan membuat saya tersenyum kikuk pada perempuan tadi.

Kalau tebakan saya benar, si Jeffry sialan ini memanfaatkan kehadiran saya untuk menghindari salah satu fans dia, atau mungkin mantannya dia.

Kelihatannya perempuan tadi tidak jauh beda dari Rose, tipe ideal seorang Jeffry Harsyah Welhelmus sekali, bukan?

"Sore mamaku tersayang. Anakmu datang dengan tamu yang sudah lama engkau tunggu." Genggaman tangan Jeffry pada saya terlepas. Dia berjalan mendekat ke seorang perempuan yang masih berkutat dengan kertas-kertas di atas mejanya.

"Eoh ... sudah datang?" Atensinya pada Jeffry beralih kepada saya yang masih berdiri dengan senyum kikuk di depan pintu. "Wina?" Musmus melangkah mendekat ke arah saya, mengabaikan tumpukan kertasnya dengan senyum sumringah.

"Duh ,.. cantiknya anak Musmus. Boleh Musmus tukar Jeffry dengan kamu, tidak? Jeffry menyebalkan soalnya." Saya ditarik ke dalam pelukan hangat seorang perempuan yang sudah saya anggap sebagai ibu kedua saya.

"Idih mama ... sekalipun menyebalkan begini, Jeffry itu duplikat cinta sehidup semati mama," protes Jeffry dengan nada kesal yang dibuat-buat.

Mengabaikan protesan anaknya, Musmus mengajak saya duduk di sofa. "Duh cantiknya kamu, Nak!" Sapuan lembut tangannya menjalar dari pipi ke rambut saya.

Untung sudah shampo-an.

"Ayah dan ibumu apa kabar? Musmus kangen mereka. Tami apa kabar? Kata Jeffry sudah mau nikah, ya? Duh ... " Musmus menjeda kalimatnya sejenak buat menghirup udara yang lebih banyak demi keberlangsungan keantusiasannya. "Calonnya orang mana? Tami sekarang kerja di mana?"

Jeffry mendengkus pelan, "Ma ... tanyanya pelan-pelan. Satu-satu kenapa. Wina tidak akan kabur. Dia jadi sandera Jeffry malam ini."

Musmus mendelik kesal ke arah Jeffry begitu pun dengan saya.

Enak saja saya dijadikan sandera.

"Tidak, Wina bakal sama mama malam ini, sama kamunya kapan-kapan saja," protes Musmus dengan tatapan mengintimidasinya.

Ibu dan anak sama saja. Memangnya saya ada niat buat menginap di rumah mereka?

"Tapi Tan ... " ucapan saya terpotong melihat lirikan tajam Musmus buat saya.

"Tante? No ... no way. Bilang mama kayak Jeffry. Kamu juga anaknya Musmus. Oke!!" Saya hanya mengangguk pasrah sebagai balasan.

Menolak sama saja cari masalah.

"Ma ... aku tidak bawa baju ganti. Tidak kepikiran buat nginap. Lagi pula aku mau pulang ke rumah pas week-end nanti."

"Jangan susah! Ini butik Musmus, cari baju sesuka kamu. Pokoknya malam ini kamu menginap, besok malam juga, atau seterusnya juga boleh," ucapnya penuh perintah. "Lagi pula Jeffry bilang, kamu nge-kos di dekat kampus. Lebih baik tinggal bersama kami, biar Jeffry yang antar-jemput kamu. Mana kampusnya juga sama," celoteh Musmus panjang lebar.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang