18. Curhat Colongan

1.5K 172 2
                                    

Sudah seminggu kaderisasi berlangsung. Sudah seminggu juga saya harus menahan kesal oleh tingkah maba yang seenaknya, tingkah teman-teman panitia yang off track, lain di konsep, lain di saat briefing, lain pula yang mereka lakukan saat di lapangan.

Belum lagi tingkah pengurus yang banyak maunya. Saya heran kok bisa sih mereka seenak jidat memerintah untuk ini, untuk itu. Harusnya mereka cuma mengawasi kinerja saya, Edy, dan teman-teman panitia yang telah mereka SK-kan. Kenapa pula mereka perlu repot-repot turun tangan padahal yang kami lakukan pun tetap dalam jalur kaderisasi yang telah disepakati bersama.

Untung Edy termasuk manusia yang sabar, yang siap menerima kritikan dan masukan. Kalau saya sendiri yang menghadapi banyak protesan, saya bisa memastikan koridor yang sudah mereka tetapkan, saya langgar habis-habisan.

Sore ini selepas melihat tertibnya maba meninggalkan lapangan setelah menyelesaikan beberapa set push-up, saya berjalan gontai menuju BEM-U. Dengan keyakinan penuh, malam ini di saat evaluasi, saya akan kena omelan kak Doy lagi dan lagi.

Seperti sebelum-sebelumnya, saya yang moody-an oleh tingkah maba, sangat berani memberikan hukuman ke mereka sekalipun itu di tempat umum.

Tidak ada yang salah. Dalam konsep yang sudah ditandatangani petinggi kampus pun, ada sanksi yang boleh diberikan oleh panitia ke maba yang melanggar konsep itu sendiri. Seminggu ini, tiada hari tanpa hukuman dari saya sebagai sanksi atas pelanggaran-pelanggaran mereka. Karena itu pula, seminggu ini telinga saya harus kebal oleh protes kak Doy dan beberapa pengurus menyebalkan lainnya.

"Kusut begitu mukanya." Saya memanyunkan bibir mendengar komentar Edy.

"Aku bakal dibantai kak Doy lagi pastinya."

"Tidak perlu dimasukkan ke dalam hati. Kepanitiaan memang seperti itu, lagi pula itu tanggung jawab aku sepenuhnya. Nanti aku bantuin deh." Senyuman saya mengembang tipis sekalipun hati saya masih bad mood memikirkan protes apalagi yang akan saya terima.

Langkah saya makin pelan, begitu pula Edy yang berusaha menyesuaikan langkahnya dengan saya.

Akhir-akhir ini kami berdua memang sering menghabiskan waktu bersama. Baik itu selama di hadapan maba maupun di belakang maba seperti sekarang ini. Entah saya yang terlalu percaya diri, tetapi sepertinya Edy memang tidak pernah membiarkan saya berjalan sendiri selama proses kaderisasi ini. Diprotes oleh pengurus pun saat evaluasi, dia selalu menjadi tameng buat saya, selain kak Wildan pastinya.

Ah ... satu hal juga yang membuat saya tetap bertahan menjalankan kepanitian ini, selain karena tidak mau dianggap remeh oleh panitia dan pengurus, tidak mau mengecewakan kak Jimmy dan kak Takim, juga karena kebaikan Edy dan kak Wildan yang selalu siaga menjadi tameng saya dari kritikan-kritikan pedas pengurus bermulut cabe rawit.

"Senyum dong! Jangan cemberut seperti itu! Kalau ada maba yang melihat, bisa berkurang nilai demon-nya."

Kali ini saya tersenyum sangat lebar. Lelaki di samping saya kalau bertingkah, imut dan lucunya menggemaskan.

 Lelaki di samping saya kalau bertingkah, imut dan lucunya menggemaskan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang