35. Masalah Rasa

1.4K 168 8
                                    

Suasana kampus yang terlalu tenang seperti ini sebenarnya mencurigakan. Bisa saja sesuatu yang besar dan meresahkan akan terjadi. Apalagi pasca mimbar bebas, tidak ada pergerakan berarti dari kalangan mahasiswa maupun petinggi kampus. Seolah-olah tidak pernah terjadi sesuatu yang menggemparkan.

Pembahasan Black September pun sudah ditelan waktu. Civitas akademika sibuk dengan tugas dan tanggung jawab mereka. Mahasiswa sibuk dengan kuliahnya, dan dosen sibuk dengan mahasiswanya.

Kegiatan-kegiatan di BEM-U pun masih lengang. Kalaupun kami berkumpul, yang muncul ke permukaan palingan gosip-gosip tentang selebritis atau drama-drama korea bagi pecinta drakor.

Tidak ada penjelasan dari kak Doy, kak Tenny, kak Uya, dan kak Joy terkait pemanggilan mereka oleh ketua komdis 2 hari yang lalu. Saya dan teman-teman pun enggan mempertanyakan.

Kalaupun ada apa-apa, mereka yang pasti akan menginfokan ke kami dan membahas langkah apa yang harus kami tempuh selanjutnya.

Memanfaatkan kondisi BEM-U yang terlihat sedang bersantai itu membuat saya jadi mahasiswa kupu-kupu sejak kemarin. Pokoknya lepas kelas, kos menanti.

Bukan karena saya bosan dengan teman-teman pengurus dan BEM-U, tetapi saya sibuk membantu persiapan pernikahan Tami— kakak saya.

Acara lamarannya berlangsung beberapa bulan lalu dan akhir pekan ini akan menjadi hari bahagianya, hari resminya menjadi istri kak Tito, kalau tidak ada aral melintang seperti mantan yang gagal move on, yang akan hadir dan mengacaukan acara misalnya atau akan meneror calon mempelai dengan ancaman bunuh diri, contohnya. Alasan klasik untuk perempuan-perempuan yang punya otak tetapi tidak berakal.

Kalau kamu ditinggal nikah atau ditinggal karena perempuan lain, jangan menyakiti diri sendiri atau bunuh diri dong! Salah kamu sih menjaga jodoh orang lama-lama. Kecuali kalau status kamu sudah istri daripada menyiksa diri lebih baik menyiksa suami kamu yang gatal itu sekaligus selingkuhannya.

Pokoknya jadi perempuan itu jangan bodoh-bodoh amat karena cinta. Kalau kamu disakiti, jangan menambahnya lagi dengan menyakiti diri kamu sendiri. Kamu pikir kalau kamu bunuh diri, mereka akan menyesal? Tidaklah. Justru mereka akan bahagia berdua, sementara kamu? Sudah meninggal, tersiksa pula. Bunuh diri itu dosa loh.

Kenapa pembahasannya sejauh ini? Toh yang mau menikah kakak saya dengan pacar pertamanya, yang mana Tami juga kekasih pertama kak Tito. Jadi persoalan mantan-mantan amanlah, semoga mereka juga terhindar dari pelakor-pebinoran.

Bersama dengan Jeffry yang sudah dianggap adik oleh Tami, yang lebih disayang Tami daripada saya yang notabenenya adik sendiri, saya sudah berada di salah satu percetakan di depan kampus.

Percetakan ini milik teman Tami dan juga kak Tito, mereka salah satu alumni yang memulai usaha dengan didanai oleh Dikti melalui program KTI Kewirausahaan. Kesempatan untuk membuka usaha dan didanai negara tidak akan dilewatkan mereka-mereka yang punya nyali dan ide cemerlang.

Saya dan Jeffry menunggu undangan di-packing sekaligus menunggu souvenir mereka diselesaikan di tempat ini juga. Itulah kenapa saya menjadi mahasiswa kupu-kupu. Cuma saya dan Jeffry yang paling bisa disusahkan oleh Tami.

"Ada undangan untuk teman-teman BEM-U, tidak?" Saya berusaha mengingat nama-nama yang pernah dituliskan ibu saya di beberapa lembar folio.

"Kayaknya sih tidak ada. Lagi pula yang menikah Tami, bukan aku."

"Ow ... masa?" cibirnya— membuat saya refleks melayangkan cubitan di pinggangnya. Lalu kami berdua tertawa, anggap saja dunia milik berdua.

"Ajak Rose ke nikahan Tami, sekaligus kenalkan sama keluarga." Jeffry menggeleng pelan.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang