47. Jurit Malam

1.4K 179 61
                                    

Keributan malam ini berlangsung cukup lama, persoalan saya dan Hans yang dituduh bertindak mesum adalah ide yang memang sengaja diangkat untuk memanaskan suasana. Apalagi mereka tahu dengan pasti, kalau saya orangnya sensitif untuk hal itu.

Gilanya mereka semua, maksud saya senior dan alumni bekerja sama untuk menjadikan saya tumbal, katanya biar feel-nya terasa. Karena tahun-tahun sebelumnya keributan malam setelah persembahan itu terlalu biasa saja. Terlalu jelas rekayasanya.

Berkat mereka pun, tangis saya bukannya reda malah makin pecah. Bahkan saat evaluasi dan briefing berakhir, saya harusnya tetap mengikuti agenda sampai pembagian pos jaga di jurit nanti. Sayangnya, mood saya tidak sedang baik-baik saja. Jadilah mereka juga menyuruh saya untuk beristirahat dan bersedia di tempatkan di pos jurit mana pun.

Seperti yang saya tekankan sebelumnya, dalam lingkup kehidupan perkuliahan saya, dunia kampus saya, hubungan antara lawan jenis maupun sesama jenis, sejauh dan sefatal apa pun itu, bukan hal yang perlu dibesar-besarkan. Itu urusan pribadi. Mau mereka berhubungan intim-lah atau apalah, selama tidak mengganggu orang lain, itu urusan mereka.

Dunia dan kehidupan kampus memang sebebas itu, tetapi ingat kamu berbuat, harus siap bertanggung jawab.

Sama halnya kegiatan panas semalam yang menjadikan saya dan Hans sebagai saksi bisu mereka, kami berdua ya cukup menjadi saksi bisu. Protes saya hanya sampai ke telinga Hans. Karena memang jalannya seperti itu. Sekali lagi saya tekankan itu urusan mereka.

Saya terlelap cukup nyenyak, efek menangis memang ampuh membuat tidur lebih nyaman. Meski hanya 3 jam, tetapi itu lebih baik daripada tidur saya semalam. Sekalipun kali ini saya sendiri kaget melihat mata saya membengkak.

Masih pukul 1.30 malam dan saya rasa cukup untuk tertidur. Kamar pengurus inti yang saya tempati masih kosong. Kemungkinan penghuninya masih rapat dan bersiap untuk jurit malam sejam dari sekarang.

Saya beranjak, menuju kamar mandi. Membasuh wajah dengan air yang menyerupai air es. Lalu beranjak keluar kamar dan mendapati ruang tengah dipenuhi orang-orang yang tertidur berhimpitan akibat suhu dingin. Beberapa di antaranya mungkin baru saja tiba. Mengingat sebelum saya tertidur, saya tidak melihat wajah-wajah mereka.

Cahaya terang masih terlihat dari arah dapur pun dengan suara berisik saat langkah saya makin mendekat. Bukan lagi suara desahan, tetapi tawa khas yang saya kenali ada di sana.

"Malam, Kak," Cicit saya, masih setengah malu karena tangisan saya tadi lebih dari cukup untuk mempermalukan diri.

"Sudah bangun?" Kali ini yang menyapa saya adalah orang yang membuat tangis saya pecah sebelumnya— kak Ukhys.

"Nih ... " Gilanya yang menyodorkan segelas cokelat hangat adalah kak Ronand yang sempat saya caci. "Tenang, itu tidak ada racunnya apalagi obat perangsangnya. Tanya saja Hans." Saya meliriknya bergantian dengan Hans yang terlihat lebih santai bersama mereka.

Ya jelas Hans santai. Dia masuk dalam bagian orang-orang yang menjebak saya. Pantas saja siang tadi dia masih sempat cengengesan.

Karena kenyataannya setting-an keributan sudah tersusun rapi sejak Hans meninggalkan saya Subuh tadi. Dia, kak Ronand, kak Ukhys, dan beberapa senior yang saya temui di camp Sosiologi bekerja sama dengan baik. Memainkan peran mereka dengan sangat lihai.

Memang benar kak Ukhys dan Naina mendengar pembicaraan saya dan Hans saat mereka punya niat menggantikan kegiatan panas kak Ronand dan Arum.

Okay ... mungkin mereka sedikit tersinggung atau merasa terusik, tetapi katanya, bukan hal itu yang mendasari kenapa ide mengerjai saya, menjadikan saya tumbal dibuat serapi ini.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang