2. Hasil Rapat Angkatan

4.6K 271 7
                                    

Dikarenakan oleh desakan saya, malam hari setelah rapat persiapan mubes, saya dan teman-teman seangkatan menginvasi himpunan dari senior maupun junior.

Kami mengadakan rapat dadakan yang benar-benar mendadak. Untungnya angkatan saya termasuk angkatan yang loyal terhadap himpunan, jadinya teman-teman saya masih stay full team di saat rapat persiapan mubes tadi dan berlanjut dengan rapat angkatan kami.

Ketua angkatan saya mengambil alih di depan, memimpin rapat setelah merapalkan beberapa doa dan juga syukur ke Pencipta.

Nah iya. Seringnya di organisasi itu, semua kegiatan diawali dengan doa dan ungkapan syukur kepada Pencipta semesta. Berharap agar semua kegiatan berjalan lancar dan sesuai dengan yang diekspektasikan. Bersyukur karena atas-Nya semua bisa sampai pada titik tersebut.

Beberapa agenda pembahasan sudah terpampang di layar depan. Saya fokus mengikuti rapat kali ini. Berhubung saya akan terlibat banyak dalam pembahasan.

"Jadi ... Siapa yang akan maju setelah kak Nizar demisioner?" Pertanyaan pertama dari ketua angkatan yang membuat beberapa dari kami menunduk. Sangat jelas, tidak ingin dicalonkan.

"Tidak ada yang mau? Nala? Kamu mengajak rapat, tujuannya buat?"

Terkecuali ketua angkatan saya, teman-teman yang lainnya tidak tahu kalau saya diusul ke BEM-U. Secara saya langsung mengirim pesan ke ketua, menjelaskan padanya, lalu mengusulkan rapat angkatan ini.

"Aku? Maaf teman-teman, bukannya tidak mau mencalonkan atau dicalonkan. Aku niat awalnya mau mengambil alih PPMB, tetapi niat itu terkendala karena lain hal. Itu pun kalau kalian mengizinkan." Saya menjeda ucapan, meneguk liur sendiri sebelum melanjutkan dengan nada yang sedikit gugup. "Aku diminta ke BEM-U untuk periode ke depan."

Seketika hening. Semua tatapan mengarah ke saya, bahkan ketua angkatan saya juga melakukan hal yang sama.

"Kamu ke BEM-U? Atas dasar?" Teman saya— si astuti yang tadi saya tinggalkan di kantin menatap dengan curiga. "Jangan-jangan alasan kak Takim dan kak Jimmy mencari kamu sore tadi untuk ini."

Saya menganggukkan kepala. "Iya. Kak Takim dan kak Jimmy yang minta aku."

"Ow ... o ... " Terdengar serempak bagai paduan suara.

"Kamu siap tidak ke BEM-U? Nanti kamu malah membuat malu angkatan kita." Celetuk salah satu teman saya.

"Aku sih siap-siap saja. Asal kalian mengizinkan dan juga mendukung aku. Soalnya aku tidak mau benar-benar sendiri." Mereka hanya cekikikan mendengar jawaban saya.

Lucunya di mana coba?

"Ini kayak kamu lagi izin ke sahabat-sahabat kamu buat jalan bareng pacar kamu padahal kamu sudah janji lebih dulu ke sahabat kamu." Perumpamaan macam apa itu? Saya mana paham sih hal seperti itu. Sudah saya bilang, saya jomlonya dari lahir.

Sebagai teman yang baik, saya hanya memberikan senyuman lebar pertanda mengerti. Dimengerti sajalah, daripada ribet.

"Jadi, aku boleh nih ke BEM-U dan meninggalkan kalian juga himpunan?" Saya cuma memastikan, meski saya tahu kalau saya tidak begitu penting buat mereka di ranah kepengurusan himpunan.

Mereka cukup kompeten di himpunan tanpa saya. Semacam itulah.

Saya hanya menunjukkan solidaritas kepada mereka. Meski mereka tidak butuh. Saya sih percaya diri saja, merasa dibutuhkan.

"Silakan saja. Asal kerja kamu di sana becus." Kok mirip sindiran ya? Ah ... abaikan saja. Anggap angin lalu.

Saya sudah pernah mengatakan kalau kemungkinan beberapa teman angkatan saya tidak begitu suka saya karena saya banyak tingkah di zaman maba beberapa tahun silam.

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang