26. Syarat Kepengurusan

1.5K 176 25
                                    

Saat sebagian besar pengurus meninggalkan BEM-U yang bersamaan dengan kedatangan Jeffry, Rose, dan berbagai jenis makanan dari camilan hingga makanan utama.

Dibantu teman lainnya, makanan-makanan itu terhidang di tengah-tengah kami yang membentuk lingkaran yang lumayan besar mengingat jumlah kami 13 orang.

"Selamat makan!" Kami mulai menikmati makanan inti tanpa banyak berbicara. Entah karena lapar atau karena menerapkan etika di saat makan, tetapi sepertinya option pertama yang tepat.

Butuh waktu untuk kami menikmati makan tanpa pembicaraan yang berarti, setelahnya tanpa perintah, masing-masing membersihkan sampah-sampah mereka.

"Omong-omong, surat terbanyak buat panitia cewek itu Nala loh." Pembicaraan dimulai dengan pembahasan surat yang tadi saya terima.

"Tetapi surat cinta terbanyak buat Rose lalu Chaen, dan Jihan."

Yang namanya disebut cuma mengangguk pertanda paham. Kalau biasa menerima surat cinta mah, tidak akan istimewa lagi.

Cecan memang beda sih.

"Kalau panitia cowok?" tanya saya penasaran.

Menurut prediksi saya nih, kalau bukan Jeffry ya Edy atau Juan dan Mirza. Tetapi lebih ke Jeffry sih, secara dia berlagak sok perfect di hadapan maba.

"Sayangnya yang terbanyak itu bukan untuk panitia, tetapi untuk ketua kita." Saya mengernyit heran ke Yugi.

"Kak Dylan?"

"Hm ... dan semuanya adalah surat cinta." Saya cukup melongo mendengarnya.

Hal ini di luar ekspektasi saya sih, apalagi kak Doy itu cuma beberapa kali tampil di hadapan maba, itu pun dengan wajah super juteknya. Bisa-bisanya maba langsung terinspirasi membuat surat cinta. Kalau sebatas kagum sih, saya juga seperti itu.

"Ck. Aku kirain maba malah mengincar Jeffry, Juan, Edy, Mirza, atau Arkan. Harusnya sih Edy, soalnya dia yang paling banyak bertemu dengan maba. Eh ... tahu-tahu kak Dylan yang mencuri start. Pesona pacar orang memang luar biasa. Kasihan ya maba," komentar saya.

"Kalimatmu, La ... " Cekikikan terdengar dari beberapa orang, sementara yang lainnya hanya menggeleng-gelengkan kepala menatap saya tidak percaya.

Belum tahu saja mereka, kalau saya se-to the point itu kalau berbicara.

Lagi pula buat apa sih ditutup-tutupi, toh tidak merugikan orang lain ditambah memang kenyataannya seperti itu.

Saya memang berusaha jujur, terkecuali satu hal. Soal rasa, rasa yang entah kenapa saya sendiri sulit menebaknya.

Efek menjomlo dari lahir ya seperti ini. Kalau tidak mudah baper, ya sok dilema. Padahal si crush biasa saja tuh. Terlalu pede sih.

"By the way, kita itu salut sama kamu. Khususnya aku sih, sekarang aku mengerti kenapa nama kamu sering disebut senior-senior periode sebelumnya," kata Jese.

"Heh? Aku?"tanya saya, menunjuk ke diri sendiri.

Anggukan pelan Jese membuat saya makin bingung.

"Orang seperti dia mah tidak akan paham." Seketika saya mendelik sebal ke Jeffry yang mulutnya sungguh terlalu.

"Kamu itu lumayan tenar seantero kampus. Padahal masuk UKM saja tidak, tetapi nama kamu hampir dikenal seluruh aktivis di setiap lembaga." Belum juga Jese memberikan penjelasan, kini Juan ikut berbicara.

Rasa-rasanya mereka salah orang. Di Sastra pun saya mainnya di himpunan saja, bagaimana bisa tenar?

Namun rasa penasaran saya mengalahkan logika saya. "Bagaimana? Bagaimana?"

Mahasiswa- Akademik, Cinta, OrganisasiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang