chapter 1

31.9K 3.6K 232
                                    

"Trauma harus dihadapi. bukan dirangkul dari belakang"
-ADINTA

dimalam hari, didalam kamar yang kedap suara ini seorang gadis sedang mengaitkan earphone satu persatu pada telinganya yang telah ia sambungkan dengan handphone yang berada dalam genggaman tangan kirinya itu.

gadis ini mulai merebahkan diri pada kasur empuk berseprai babypink awalnya terlihat rapi namun mulai mengerut dan tak beraturan saat gadis itu menjatuhkan tubuhnya diatas benda empuk tersebut.

wajahnya menatap langit langit kamar yang didominasi warna abu gelap dan babypink itu. matanya mulai menutup pelan merasakan alunan irama lagu yang tengah ia dengarkan.

saat matanya menutup sempurna disitulah ia mulai menjelajahi masa lalunya.

"dinta, bonyok lu ga pernah ngasih makan ya? kurus banget itu badan lu kayak tulang berjalan tau gak"

"nah iya din liat deh lu tuh ga punya body sama sekali"

"dinta lu liat deh gue rajin skincarean muka gue putih, lu ga ada niat ngurus diri gitu?"

"heh tulang! mau kemana lu? kantin? nitip yak minum satu, apa lu ga mau? mau gue patahin tu tulang lu"

gadis berbaju putih dan memakai rok biru tua itupun langsung mengangguk patuh dan mulai berjalan ke arah kantin sekolahnya. selama 3 tahun ia selalu mendapat hinaan, bulyan, bahkan penghianatan. ia terpaksa masuk geng cabe cabean disekolahnya demi mendapat perlindungan, INGINNYA. namun pada kenyataannya ia hanya dipandang sebelah mata dan dibully secara tidak langsung.

"haaah" helaan napas berat dikeluarkan gadis yang tadi berbaring seraya mulai membuka matanya perlahan, ternyata memang benar kalimat pembuli tidak pernah mengingat atau merasakan perbuatannya. namun, yang dibuli akan mengingat itu seumur hidupnya.

tak cukup sampai disitu, ia mulai menutup matanya kembali seakan akan kurang puas dengan rasa sakit yang kini menyesakkan dadanya.

"emang kita punya hubungan? gue cuman taruhan doang anjir sama temen gue, lu tau taruhannya? kalo gue atau dia bisa ngebaperin lu, salah satu dari kami bakal traktir satu sama lain"

"tunggu, gue semurah itu sampe kalian mainin perasaan gue hanya karna sebuah makanan yang ga nyampe seratus ribu??"

"iyalah. lu itu murah, dibaperin dikit langsung bucin, disenggol dikit nangis, lu emang semurah itu untuk tubuh lu yang gak berbody itu"

"gue ga pernah ngasih keperawanan gue untuk kalian, gue ga pernah ngasih kalian kesempatan untuk nyentuh tubuh gue, kenapa kalian bilang gue murah?"

"lu gampang didapetin. itu yang buat lu murah" omongan tajam yang dilengkapi dengan senyum miring meremehkan yang tak akan pernah Adinta lupakan.

Adinta mulai memegang dadanya yang sangat sesak seakan memberi sinyal keotak bahwa trauma ini terlalu perih, namun dengan keras kepalanya Adinta ia tetap menutup matanya dengan keras dan kembali mengingat masa lalunya.

"dasar cewek ga tau diri! datang pas susah doang sama kita kita! pas lagi bahagia peluk pelukan sama sahabat ceweknya, lesbi lu?!" dihadapan teman sekelas yang menatap gadis tertunduk itu dengan tatapan kasihan, tangannya terkepal mencoba untuk tidak memasukkan kata kata dajjal dihadapannya ini ke hatinya agar setidaknya ia bisa memaafkan dajjal ini suatu hari nanti.

ADINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang