chapter 23

8.6K 1.2K 497
                                    

"dipatahkan oleh keluarga, diabaikan oleh teman, dihancurkan oleh cinta"








Sesampainya dikamar Adinta segera mengganti pakaiannya menjadi pakaian berpergiannya yaaitu sweater oversize biru dan laging hitam serta sneakers putih. memasukkan handphone dompet kedalam tas jenteng mini lalu bergegas keluar melalui pintu kamar yang melewati balkon. masker hitam dan topi hitam dipakainya kini, akibat menahan tangis tadi matanya menjadi sedikit memerah 

Melajukan kendaraan beroda empat diatas rata-rata salah satu cara Adinta melampiaskan emosinya. Adinta memutarkan stirnya kearah parkiran rumah sakit terbaik di kotanya. karna telah membuat janji secara online sebelumnya maka gadis itu tanpa perlu mengantri seperti yang lain ditambah hari juga sudah sore mungkin hanya UGDlah yang dipenuhi keramaian

seperti biasa gadis itu langsung pergi ke ruangan dokter Rafi dokter umum yang sering menangani Adinta. usai memeriksa gadis dan dokter itu kembali duduk pada kursi masing-masing

"kali ini apa lagi?"

"cuman radang sama Flu biasa" Adinta mengangguk paham lalu segera berdiri namun tertahan kala mendengar lanjutan dari Dr.Rafi

"tapi kamu tau tentang kerusakan ginjal akibat begadang bukan?"

 "tau" Adinta kembali duduk lalu menatap Dr.Rafi 

"tubuhmu akan semakin parah Adinta kalau begini terus dan bukan cuman itu disini ada tiga hal yang paling kita takutkan bukan?"

"gagal ginjal karna begadang, stroke karna selalu menahan emosi, penggumpalan dara disekitar otak karna selalu menangis dalam diam atau menangis tanpa keluar air mata" jawab Adinta, ia sudah sangat hapal dengan kalimat yang selalu dokter Rafinya katakan setiap ia memeriksa keadaan tubuhnya

"imun saya memang lemah dok tapi bukan berarti mental saya juga harus lemah dok, saya bakal ke dokter Ratna setelah ini jadi gak perlu khawatir" 

"saya bakal kasih kamu obat tidur minum ini jangan terlalu sering ingat kamu harus berusaha lepas dari obat ini"

"kasih saya obat tidur tanpa mendatangkan mimpi, buat saya tidur tenang layaknya orang mati"

"kalau gitu minum amer aja kamu" sahut dokter Rafi yang mengundang tawa, selesai menuliskan resep obat Dr.Rafi memberikannya kepada Adinta yang langsung disambut oleh gadis itu dan segera beranjak keluar ruangan Dr.Rafi




Adinta berjalan dalan lorong rumah sakit, setelah mendapatkan resep dari dokter Rafi ia tak langsung ke apotek melainkan keruangan Dokter Ratna sang psikolog yang dikenalnya sejak setahun lalu. mengetuk terlebih dahulu pintu ruangan lalu membukanya gadis itu lakukan lalu membuka maskernya

"saya telat dok?" tanya Adinta saat duduk pada kursi yang setengahnya tertongak membuat kita sedikit berebah jika duduk diatasnya

"selalu tepat waktu seperti biasa" jawab Dr.Ratna tersenyum

"mau dimulai?" Adinta mengangguk

"hari ini satu tetes air mata saya turun" ucap Adinta menatap langit-langit kamarnya

"apa yang kamu rasain setelah itu?" tanya Dr. Ratna sembari menyoret-nyoret papan catatan medis Adinta

"menyesal" Dr.Ratna langsung menatap Adinta yang masih fokus menghadap langit-langit

"gak ada ngerasa lega?" Adinta menggeleng pelan

"kalimat yang saya berikan kepada nereka masih terasa kurang, belum semua saya lampiaskan karna memang saya kesulitan ngelampiaskannya"

ADINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang