chapter 11

8.2K 1.1K 65
                                    

"puncak kesabaran seseorang itu ketika dia terdiam. namun, didalam hatinya ada luka yang berbicara"


Adinta terdiam didepan pintu rumahnya kala mendengar suara ribut dua insan lawan jenis di dalam. oh shit! siap mental lagi gue- batin Adinta

"AH SUDAHLAH CAPEK AKU SAMA KAMU! TUH ADINTA UDAH PULANG!" Rarendra, ayah Adinta berjalan keluar melewati Adinta begitu saja dan langsung melesat pergi entah kemana

"bagus Adinta pulang sekolah bukannya langsung ke rumah malah keluyuran kamu ga jelas hah!" Alisa, seorang Ibu yang kerap dipanggil Mama oleh anaknya itu berkacak pinggang dan memberikan wajah marahnya

"kalo Dinta pulang cepet kalian gak bakal punya waktu untuk  berantem kan?" senyum miring tercetak jelas diwajah Adinta 

"DASAR BEBAN!" dengan nada yang tinggi tangan Mamanya saat ini tengah menjambak rambut Adinta dengan kuat 

"COBA KAMU LIHAT ANAK TEMAN MAMA SEMUA PINTER! NGEBANGGAIN ORANG TUANYA!" jambakan kuat itu menyeret tubuh Adinta kehadapan cermin besar yang berada diruang tamu rumahnya

"KAMU ITU CUMAN SAMPAH ADINTA! KAMU ITU BEBAN ORANG TUA! GA ADA UNTUNGNYA SAMA SEKALI KAMI PUNYA KAMU!" cukup! tangan Adinta terkepal kesabaran Adinta telah habis. tangan Adinta dengan cepat dan kuat melepas jambakan dikepalanya lalu menghentak tangan  Mamanya dengan kasar.

Adinta merubah raut wajahnya. wajah yang ceria kini berubah menjadi datar, mata yang indah dipandang telah berganti dengan mata tajam siap menyerang, bibir yang sering memberikan senyuman manis kini terkatup rapat

dengan tangan terkepal kuat Adinta berucap "LO BUTA APA GIMANA?! LIAT! PIALA DISANA LO FIKIR GUE NYOLONG?" tangannya menunjuk lemari piala yang hampir terisi penuh oleh penghargaan yang Adinta dapatkan dari berbagai banyak bidang 

"LO BILANG GUE APA TADI?! BEBAN? IYA BEBAN?! BEBAN DARI MANANYA GUE TANYA! GUE MAKAN AJA PAKE DUIT SENDIRI BANGSAT!" bentak Adinta tepat diwajah Mamanya itu

"bahkan anak tetangga aja insecure liat gue" lanjutnya dengan nada yang sedikit mereda

Alisa terduduk tak berani menatap anaknya mata Adinta sangat tajam kalau boleh jujur dirinya sedikit kaget karna tak pernah Adinta memberikan wajah dan tatapan seperti itu

"tuhan.....kenapa rumah tanggaku tidak indah" ucapnya lirih. Adinta yang mendengar itu segera berjongkok tanpa melepas tatapan tajamnya

"gak usah drama! rumah tangga lo gak harmonis itu karna diri lo sendiri" sarkas Adinta tangannya menarik dagu Alisa agar mamanya itu agar menatapnya

"kamu jahat Adinta mama ga pernah ngelajarin kamu untuk jadi kayak gini" sangat jelas wajah takut itu tercetak diwajah Alisa

"hei, Lo emang gak pernah ngelajarin tapi lo yang ngeciptain gue jadi gadis tak berperasaan paham?" ucapannya tenang dan dingin yang mampu membuat siapapun merinding

"udaaah ga usah nangis, gue aja yang sering kalian cambuk kalian banting kalian tendang kalian siksa gak pernah nangis kan?" tangan Adinta menghapus air mata mamanya 

"pfffft lemah!" Adinta berdiri dan berjalan ke kamarnya dan mengunci pintu. ia melepas sepatu sekolahnya kemudian berjalan kekamar mandi untuk membersihkan tubuhnya

hari ini Adinta keramas agar memberikan efek segar yang lama, selesai mengeringkan rambutnya Adinta berbaring pada kasur empuk kesayangannya dan mulai menutup matannya. percayalah tidur adalah pelampiasan terbaik saat stress








Adinta terbangun diliriknya jam pada handphonenya pukul 1 PM tertera rupanya Adinta melewatkan jam makan malam dan sekarang perutnya terasa perih akibat lapar. namun Adinta tidak langsung beranjak ke dapur, ia malah membuka aplikasi whatssapp ada banyak pesan yang belum ia buka dipaling atas ada chat dari Alan dan Raga.

ADINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang