chapter 22

7.8K 1.2K 402
                                    

"dikasih yang jago bela diri, malah milih yang jago jual diri"






Melangkah pelan kala memasuki pekarangan rumah senyum yang indah dan tawa yang ceria tadi mendadak sirna saat gadis itu memegang gagang pintu depan rumahnya. tampaklah kedua orang tuanya yang sedang duduk berdampingan terlihat sekali bahwa dua sejoli itu sudah menunggu kepulangannya sedari tadi

seakan paham pada situasi disekitarnya gadis itu memilih duduk diseberang kedua orang tuanya tanpa disuruh ataupun diberikan perintah. mencoba duduk dengan tenang walaupun jantungnya berpacu dua kali lebih cepat

"berhenti jadi beban" ucap Rarendra sang ayah Adinta tanpa basa basi

"maksud Ayah?" tanya Adinta dengan kening sedikit berkerut 

"Ayah dengar kamu disekolah sering tidur didalam kelas dan bolos saat jam pelajaran" jawab Rarendra

"kamu malu-maluin orang tua Adinta, jangan jadi Hama didalam keluarga" lanjut Alisa, Ibu kandung Adinta

jleb

Adinta mendongak  menahan air mata yang sudah ingin turun, hati mana yang tidak sakit saat dirinya berusaha menjadi yang terbaik namun tak dihargai dan tak dilihat sedikitpun?menghembuskan nafas dengan perlahan agar bisa mengatur emosi, Adinta kembali menatap kedua orang tuanya

"anak mana yang ingin jadi hama dalam keluarga?" senyum tipis tercipta pada wajah Adinta

"kalian ngomong begitu seakan-akan tahu tentang Dinta"

"kami orang tua kamu Adinta kami tau segala hal tentang kamu" jawab Alisa 

"oh ya? kalau begitu dimana kalian disaat Dinta butuh pelukan hangat? dimana kalian saat Dinta menghadapi trauma dalam sekolah? dimana kalian disaat Dinta menghadapi ratusan rintangan?"

"kalian sudah terlalu asing untuk tau kisah hidup Adinta"

tes

Gadis itu menundukkan kepalanya kala air matanya yang tak diinginkan itu jatuh, menutup mata sebentar lalu membukanya lagi senyum tipis masih belum hilang dari wajahnya. jujur, Adinta benci terlihat lemah seperti ini

"kalian ngebesarin Dinta dengan keras, kalian nuntut Adinta untuk menjadi dewasa diumur remaja, kalian maksa Adinta untuk kuat dan setegar baja"

"Adinta pengen jadi cewek yang manja tapi Adinta diberikan peran menjadi wanita arogan oleh tuhan" tatapan itu, tatapan yang  tersirat rasa lelah dan putus asa Adinta berikan untuk kedua orangtuanya

"tapi selama ini kami selalu nurutin apapun yang kamu mau kan?" kali ini Rarendra yang menyahut

"kalau begitu kenapa impian Adinta kayaknya susah untuk terwujud?" tanya Adinta dengan terkekeh 

"apa impian kamu?"

"dihargain"

"sederhana tapi gak semua anak bisa ngedapetin"

"loh kami ngehargain kamu Adinta jangan jadi anak yang gak tahu diri kamu!" sepertinya kesabaran Rarendra yang tipis itu sudah habis

"kalau kalian menghargai Adinta kalian gak bakal marah saat Adinta membuat masalah disekolah karna walaupun Adinta banyakk masalah nilai Adinta gak turun ataupun berubah"

"Ayah..... tiap anak itu cuman pengen dingertiin dihargain, kami gak butuh harta yang lebih yang kami butuhin itu kasih sayang yang tulus, kami gak butuh tuntutan untuk berprestasi yang kami butuhin itu dukungan" Adinta berdiri dirinya sudah lelah dengan perdebatan tak sehat seperti ini

ADINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang