chapter 28

6.5K 1K 945
                                    

"sebagian obat justru menjadi penyebab datangnya penyakit. Sebagaimana sesuatu yang menyakitinya adakalanya menjadi obat penyembuh"

      Adinta terbangun kala cahaya matahari mulai menerobos masuk melewati celah-celah jendela yang telah terbuka, Kepalanya menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok lakil-laki yang tadi malam menemaninya tidur.

"AZURA KAMU BAU ILER" terdengar suara teriakan dari lantai bawah dan Adinta hapal pasti pemilik suara itu siapa lagi kalau bukan Tamara

Adinta segera berdiri lalu berjalan keluar kamar, tangannya bertumpu pada pagar dan menengok ke arah bawah. Disana terlihat ramai sekali dimana Ray, Brian, Arsalan, Azura, dan Tamara sedang asik dengan pekerjaan masing-masing.

Mereka terlihat sibuk dilihat dari Arsalan yang menyapu diikuti dengan Brian yang dibelakangnya ikut mengepel, Ray yang sibuk mengelap meja makan sembari menata peralatan makan, Azura dan Tamara yang asik memasak walaupun terkadang Tamara harus berteriak kesal karna dijahili oleh Azura

     Kelimanya dengan kompak menengok ke arah Adinta kala mendengar suara pintu kamar yang terbuka. Mereka tersenyum lalu melambai, Adinta yang melihat itupun ikut tersenyum hangat.

"mandi lu kebo jam segini baru bangun enak banget kayaknya tidur semalem" ucap Azura seraya menatap ejek Ray yang ikut tersenyum

"bisa-bisanya tidur tenang dibawah naungan bau ketek Ray" sahut Brian sembari mengelap peluh didahinya 

Adinta hanya terkekeh lalu berbalik berjalan memasuki kamarnya untuk melaksanakan ritual pagi. Adinta menatap ke cermin yang berada didalam kamar mandinya matanya membengkak akibat semalam. Ahh tapi jika diingat lagi membuat Adinta tersenyum bagaimana bisa Ray bersikap semanis itu tadi malam

Gadis itu menampar pelan kedua pipinya mencoba menyadarkan diri tak sepatutnya ia baper dengan perilaku Ray.  Adinta lekas melepas pakaiannya dan mulai mandi, ia tak keramas karna cuaca pagi ini cukup dingin.

     Setelah berpakaian lalu memakai skincare paginya Adinta turun ke lantai bawah untuk bergabung dengan yang lain. Saat Adinta baru saja menginjakan kakinya di lantai satu tangannya dengan lembut ditarik Tamara untuk duduk di sofa ruang tengah.

Yang lain pun ikut berduduk mengelilingi mereka berdua, Tamara memberikan kode kepada Ray untuk pergi mengambilkan kotak obat yang langsung dikerjakan oleh Ray.

Tak butuh waktu lama Ray kembali lagi dengan kotak obat ditangannya, setelah mengucap terima kasih Tamara membuka kotak itu lalu dengan perlahan tangannya mencoba melepaskan plaster yang ada pada wajah Adinta.

Ruangan itu menjadi senyap tak lagi sebrisik tadi, kini fokus mereka telah tertuju pada pergerakan Tamara, bahkan Adintapun ikut diam dengan wajah sedikit bingung.

Tamara mengoleskan salep kepada luka yang berada diwajah sahabatnya ini, tanpa sengaja air matanya jatuh. Sakit rasanya ketika kita merasa kitalah orang terdekat dia namun tidak mengetahui masalah yang dipikulnya selama ini

"Din....gue siapa lo?" tanya Tamara masih dengan mengoleskan salep pada wajah Adinta

"sahabat gue" jawab Adinta sedikit tidak enak kala melihat air mata Tamara yang jatuh 

"tapi kenapa gue gak tau hal sebesar ini Din?" Tanya Tamara lagi, ia sudah selesai mengoleskan salep pada wajah Adinta

"Ra.....gue-"

ADINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang