PART 17

37 6 0
                                    

Gaksa menempati ranjangnya dengan posisi belingsatan. Hadap sana, hadap sini, duduk, terlentang, telungkup, tengkurap, semua gaya sudah ia peragakan. Tak mendapati kabar tentang Zivara membuatnya gelisah tak karuan. Hal itu sudah berlangsung selama tiga hari. Dan selama itu pula, Zivara enggan menghubunginya. Gaksa sendiri kerap kali menanyakan kabar Zivara melalui Nada. Namun Nada sama halnya, ia selalu menutup-nutupi keberadaan Zivara.

Untuk yang kesekian kalinya, ia menghela napas gusar seraya mendudukkan diri. "Lo dimana, sih, Var? Jangan bikin gue khawatir." Memejamkan mata, ia menjatuhkan wajahnya di lutut dengan tangan yang meremas rambut.

"Gaksa."

Mendengar suara sang ayah, Gaksa bergegas merapikan tata letak selimut juga bantalnya.

"Iya," sahutnya yang kemudian membuka pintu.

"Ini, ada beberapa dokumen yang harus papa periksa. Tolong bantu, ya?" Grezal menunjukkan berkas yang ia bawa.

"Iya, masuk pa."

Keduanya berjalan menuju meja yang biasa Gaksa gunakan untuk bersantai.

Suasana yang mulanya hening, berubah ketika Gaksa teringat akan suatu hal. Gaksa menghentikan aktivitasnya. Ia menatap ayahnya yang nampak gahar dengan kacamata baca yang bertengger di pangkal hidung.

"Pa,"

Menengok sepintas pada putranya, Grezal kembali fokus pada dokumen yang ia periksa. "Hm, ada apa?"

"Kemarin Gaksa ketemu dua anak kembar, cowok-cewek. Anehnya, si cowoknya itu mirip sama Gaksa. Apa papa tahu penyebab-"

Bruk

Gaksa langsung mengatup bibirnya tat kala Grezal bangkit seraya membanting dokumen dengan keras.

"Papa nggak tahu!" Tukas Grezal, mendaratkan bokongnya pada kursi seperti semula. "Papa nggak tahu. Sebaiknya fokus saja pada tugasmu."

Gaksa bergeming, menunduk takut-takut pada dokumennya dengan sesekali melirik sang ayah.

Sunyi, hanya suara jarum jam yang terdengar setiap detiknya. Menit berikutnya, ponsel Gaksa berdering. Tertera nama Ogi di benda pipih itu. Menerima panggilan, Gaksa menjauh, menyisahkan Grezal seorang diri di kamar.

Menunggu pintu tertutup rapat, Grezal merogoh saku celananya. Mengeluarkan gawai, ia mendial tangan kanan kepercayaannya.

"Cari tahu siapa anak laki-laki yang mirip dengan Gaksa," titahnya melalui sambungan telepon.

"Baik,"

Memutuskan sambungan telepon, ia meletakkan ponselnya di meja kemudian merenung. "Mungkinkah Aila... Ah tidak-tidak." Grezal menggeleng, mengenyahkan pikiran buruk yang bercokol di benaknya.

Melupakan urusan pribadinya, ia kembali menyibukkan diri pada tumpukan berkas di depannya.

꒰ᵕ༚ᵕ꒱

Memasuki hari ke empat, suasana hati Gaksa tak jauh berbeda dengan hari kemarin, masih dengan keresahan yang berkecamuk tentunya.

Gaksa seolah berada di dunianya sendiri. Terlihat bagaimana ia mengabaikan Dodo yang duduk bersebrangan dengannya. Sedangkan Ogi, asik pada pertempurannya di dunia game.

Dodo menurunkan tangannya yang semula menopang dagu. Ia mendengus kesal, tak terima didiamkan.

"Udah dong bos galaunya." Dodo berpaling pada Ogi yang berada di sampingnya. "Iya, nggak, Gi?" Sekilas, netranya mengintip ponsel Ogi.

WINSOME (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang